"Nya, di sini.” Terlihat Vina di seberang, sedang melambaikan kedua tangannya sambil melompat-lompat.
“Lama banget sih lu.”
“Kan gue make up dulu. Emang gak keliatan?”
Nia memandang wajah sang sahabat, dan kemudian menggeleng mantap.
“Ya wajar sih. Make up ala-ala korea kan emang natural banget.”
“Kayanya kelewat natural deh sampe lu keliatan kaya gak mandi,” balas Nia.
“Demi apa gue kaya gak mandi? Ih gimana dong? Pertemuan pertama kan harus berkesan.” Vina berganti memandang wajah Nia. “Lu pake make up?"
“Yaiyalah secara ini mall elit, dan gue mau foto-foto.”
“Yaudah make upin gue. Ya? Ya? Ya? Ya?”
“Buru.” Nia berlalu memasuki mall.
Ini adalah hari yang dinanti-nanti Vina, sahabat sehati sesanubari Nia. Di hari yang mendung ini, Vina dan teman kencan onlinenya, Pria Purnama, sepakat untuk merambah ke hubungan offline. Mereka berjanji untuk bertemu di sebuah mall pukul dua siang. Tentu saja Nia ikut berbahagia, namun entah kenapa langit mendung di luar sana seperti sedang memberikan pertanda buruk. Mengaitkan langit dengan pertanda buruk? Sepertinya benar apa kata Duplikat L.K, Nia memang terlalu banyak menonton film.
“Jadinya lu minta duit ke Tante Ushi?”
“Yup. Dan responnya malah kaya dikasih duit.”
Vina tertawa. “Jangan kasihin Ikbal lagi.”
“Emang gue oon?”
“Emang gak?”
Nia menoyor dahi Vina dengan blush brush.
Vina kembali tertawa. “Btw gue punya rencana.”
“Buat?”
“Buat menghindari temen kencan yang gak good looking. Lu bisa pake juga kalo nanti diajak ketemuan sama Duplikat L.K.”
Nia hanya mendengarkan sambil mengobok-obok wajah sang sahabat.
“Jadi lu dulu yang ketemuan sama Pria Purnama,” imbuh Vina.
“Idih ogah.”
“Dengerin dulu. Cuma ketemuan pura-pura. Kan dia bilang pake kemeja lilac. Nah, lu tinggal ke titik janjian kita terus cari deh cowok yang pake kemeja lilac. Kalo good looking lu telfon gue. Kalo gak yaudah ntar gue tinggal sepik-sepik apaan kek.”
“Menurut gue dia beneran good looking.”
Vina membuka sebelah matanya yang tidak sedang dipulas eyeshadow. “Tau dari mana?”
“Ya itu buktinya dia pede banget ngasih tau outfitnya.”
“Emang kalo pede pasti good looking? Lu good looking tapi gak pedean. Sedangkan liat si Ikbal yang mukanya gak jelas itu malah pedenya selangit.”
Nia diam, berniat menampik namun tak terlintas sepatah kata pun di benak apalagi kepalanya.
“Ntar kalo lu mau ketemuan sama Duplikat L.K, gantian gue yang bakal turun ke lapangan. Oke?”
“Iya yaudah oke. Sekarang merem. Merem. Apa gue colok? Makein eyeliner tuh susah tau gak,” jawab Nia.
Dan direalisasikanlah rencana yang terinspirasi dari sinetron ongoing tersebut. Setelah merias Vina, Nia langsung bergegas menuju ke depan bioskop, titik janjian Vina dan Pria Purnama. Tetapi tak ada satu pun pria yang mengenakan kemeja berwarna viral itu. Para pria yang berseliweran di sekitar Nia rata-rata mengenakan outfit dengan warna monokrom. Nia pun langsung membuka lock screen ponselnya, berniat menelepon Vina, tetapi sang sahabat sudah lebih dulu meneleponnya.
“ ... Dia lagi di toilet di dalem bioskop.”
“Oh oke-oke gue masuk.” Nia memutus panggilan teleponnya.
Nia pun masuk ke dalam bioskop, namun menunggu kemunculan Pria Purnama di dalam barisan orang-orang yang tengah mengantri membeli tiket film. Kebetulan antrian itu sangat panjang, jadi tak masalah meski Pria Purnama berlama-lama bersolek atau menuntaskan buang hajat di toilet. Dan tak berselang lama, sosok yang sangat dinanti-nanti Nia pun Vina itu muncul. Sekarang Nia paham alasan pria itu menggunakan inisial Pria Purnama. Benar, pria itu botak, dan tidak cukup hanya botak tetapi juga om-om.
“Serius gak good looking?” Suara putus asa Vina terdengar jelas dari seberang telepon.
“Mau gue fotoin mumpung dia ngadep sini?”
“No. Never. Jangan bikin gue makin putus asa. Yaudah lu buruan balik. Biar gue cancel aja janjinya. Buru.” Vina berganti mengakhiri panggilan itu.
“Ternyata gue gak kebanyakan nonton film,” gumam Nia.
Namun langkah Nia langsung terhenti, pun aktivitas semua orang. Karena Pria Purnama yang tiba-tiba berteriak, dan teriakan murkanya sudah pasti ditujukan untuk Vina. Pria Purnama berkata jika dirinya akan meminta kembali semua yang pernah diberikan pada Vina. Jika Vina menolak, Pria Purnama tidak akan ragu untuk membawa masalah itu ke ranah hukum dan bahkan meneror Vina seumur hidup. Nia yang ketakutan mendengar itu spontan berlari keluar dari antrian, dan entah bagaimana Pria Purnama ikut serta.
“Berenti kamu! Kamu Vina, kan? Elvina Priska, iya kan? Berenti atau saya lapor polisi!”
Vina yang melihat aksi kejar-kejaran itu hampir jatuh pingsan. Terlebih karena melihat sosok asli Pria Purnama, rasanya Vina akan tetap pingsan sekali pun sangkakala ditiup Malaikat Israfil. Situasi semakin tak terkendali, ketika para security ikut serta dalam aksi kejar-kejaran itu. Vina pun terpaksa ikut berlari, demi menyelamatkan Nia dengan memberinya kode. Beruntung Nia menangkap kode itu dengan cepat, dan bergegas mengekori Vina yang tengah sibuk memesan Goc*r.
Teriakan menjadi Pria Purnama kian menarik perhatian para pengunjung mall, pun para security yang berpatroli di tiap-tiap lantai. Nia tak peduli, dirinya harus fokus mengikuti Vina dan menahan kepalanya agar tidak menoleh ke belakang. Jalan keluar mulai terlihat, dan tampaknya dua orang security yang kini tengah sibuk memeriksa identitas para pengunjung yang baru saja tiba itu belum tahu kegagalan drama Pria Purnama yang diperankan Nia. Itulah kenapa Nia dan Vina akhirnya berhasil lolos.
“Pak, jalan, Pak. Cepet, Pak.”
“Siap-siap.” Driver Goc*r menanggapi Vina tak kalah panik.
“Selamet-selamet.” Nia menghela napas lega. “Lu tau dia bilang apa?”
“Enggak gue gak mau ta—“
“Dia mau laporin lu ke polisi, bahkan mau neror lu seumur hidup kalo lu gak balikin semua yang dia kasih,” sela Nia.
“Udah gila tuh om-om.” Vina buru-buru membuka aplikasi Zet. “Emang gue minta? Emang ada yang dikasih rezeki nolak? Gak, kan? Oh, bagus deh kalo dia udah ngeblock gue duluan. Lu juga buruan block.”
“Hah? Siapa?”
“Siapa lagi? Ya Duplikat L.Klah. Dia pasti juga om-om.”
“Mmm kayanya bukan deh,” sahut Nia ragu.
“Aduh plis deh jangan berpikiran positif di situasi kaya gini. Lu mau kejadian kaya tadi keulang? Lu yakin yang kedua kalinya bakal selamet? Buruan block.”
Nia diam, semakin ragu, dan lagi, langit di luar sana pun semakin mendung.
“Duh, lama deh.” Vina merogoh paksa ponsel Nia dari saku celana. “Mana Duplikat L.K? Oh, ini. Block. Yes. Done. Oh iya sekalian uninstall juga aplikasinya. Copot aplikasi. Ya. Selesai. Oke. Nih.” Vina menyerahkan ponsel Vina. “Hah, lega rasanya.”
...•▪•▪•▪•▪•...
Tampak seorang pria tengah duduk memandangi sesuatu di layar laptopnya. Entah bagaimana ekspresi wajah pria itu, apa yang tertulis di layar laptopnya terlihat jauh lebih jelas daripada rupanya. Namun jika diamati meski hanya dari penampakan belakangnya, pria itu sudah pasti tampan. Rambut ikal gondrong yang diikat setengah, kulit eksotis bercahaya, serta bahu yang terlewat lebar, cukup untuk memperkuat terkaan itu, bukan?
Sudah dua jam pria bertelanjang dada itu memandangi sebaris tulisan di layar laptopnya, dan tak terhitung sudah berapa kali pula dirinya merefresh aplikasi itu, Zet. Namun tetap saja sebaris tulisan itulah yang lagi-lagi didapatkannya setelah mencari pengguna akun bernama Kaoru Kamiya. KAORU KAMIYA HAS BLOCKED YOU. Benar, benar-benar hanya ada sebaris tulisan itu, dan arahan untuk kembali ke halaman utama.
Terdengar pria itu menghela napas kasar, dan perlahan mulai beranjak dari duduknya. Masih belum terlihat bagaimana rupa pria itu. Tetapi demi apapun, otot-otot yang menghiasi separuh tubuhnya itu seperti berkuasa membuat kaum hawa mimisan bahkan kejang-kejang. Apalagi sarung yang dililit asal-asalan itu, rasanya bisa memberikan pahala yang berlimpah jika ditanggalkan sekarang juga.
“Halo, Bas.” Pria itu memulai percakapan di telepon. Rupanya mulai terlihat, meski masih sedikit sekali. Bentuk pun warna bibir pria itu persis seperti apel fuji, dan dagunya, tak kalah seksi dengan milik Hrithik Roshan. “Gua butuh informasi cewek, sekarang,” imbuh pria itu.
...•▪•▪•▪•▪•...
Sebuah amplop cokelat mendarat sempurna di atas meja kaca, sesaat setelah seorang pria masuk ke ruangan berpenerangan minim itu. Isi amplop yang cukup tebal membuat papan nama yang ada di tengah-tengah meja kaca tersebut bergeser, dan bahkan hampir berakhir membuatnya menjadi penghuni tempat sampah di pojok ruangan.
“Thanks, Bas.”
“Sejak kapan lu jadi pedofil?”
Pria yang tengah mengeluarkan isi amplop itu enggan merespon rekannya, Bastian, Bastian Bramantyo, seorang Polisi Reskrim yang langsung menjadi selebgram setelah ikut membintangi sebuah program bertajuk kriminal di salah satu channel televisi lokal. Hubungan Bastian dan pria itu cukup rumit, namun mereka bisa memastikan ada di kapal yang sama.
“Dia anak kemaren sore, Za,” tambah Bastian.
“Terus?”
“Ya terus ngapain lu berurusan sama anak kemaren sore?”
“Cuma ngobrol.”
Bastian menghampiri meja pria itu. “Gak ada yang mateng dikit emang?”
“Tujuh belas taun bukannya udah mateng?”
“Oke skip. Tapi lu gak niat serius kan?”
“Tergantung.”
Suara Bastian mulai meninggi. “Lu kaya bapaknya, Za.”
“Kayanya lu deh yang lebih kaya bapaknya.” Pria itu menyandingkan foto seorang wanita tepat di samping wajahnya sendiri. “Kalo gua lebih kaya abangnya.”
Bastian lemas, menyerah beradu debat dengan pria itu.
“Besok lu free?”
“To the point.” Bastian menghentikan langkahnya yang hendak keluar dari ruangan pria itu.
“Gua mau lu ke sekolahnya. Sampein langsung pesen gua.”
Bastian menoleh, memamerkan mulutnya yang membulat, benar-benar bulat yang terlewat bulat.
“Dia mau buka blokir pake cara dia, apa pake cara dia.” Pria itu membenahi papan namanya ke posisi semula. Papan nama bertuliskan Zaim Alrafezi, CEO ZET.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
gauri
wkakwkkakwkka......Nia kamu kehilangan harta kadrun....🤣🤣🤣🤣
2023-09-07
0
innoi nurazizah
wow...
2023-08-21
0
ZasNov
Oh My God.. CEO Zet dong..🤩
Keren banget bisa chat langsung sama yang punya aplikasinya..😆
2023-02-14
1