Tak terasa esok sudah tiba Nia mengenakan seragam putih abu-abunya. Dara tujuh belas tahun itu masih tak percaya jika dirinya benar-benar bisa melewatkan enam belas hari liburnya dengan bahagia. Ya, bahagia. Tentunya berkat seseorang, Duplikat L.K, teman Nia di salah satu aplikasi kencan bernama Zet. Hampir setiap hari Nia dan Duplikat L.K bertukar pesan. Mereka membicarakan apapun selain informasi pribadi. Awalnya hanya melalui pesan singkat, namun lambat laun mulai merambah ke pesan suara.
Tak jarang Nia dan Duplikat L.K juga saling mengirim foto-foto random seperti makanan, cuaca, dan pemandangan. Mereka juga bertukar hal-hal yang disukai seperti buku, musik, film, dan lain sebagainya. Lalu setiap malam saat data seluler Nia aktif, tepatnya sekitar pukul 00.01, Nia dan Duplikat L.K selalu menonton film bersama. Menyenangkan sekali memang memiliki teman dengan banyak kesamaan, terlebih tidak merugikan dalam segi apapun baik itu perasaan, materi, dan yang terpenting, mental.
Selama lebih dari dua pekan berkencan online dengan Duplikat L.K, Nia menyadari satu hal, ternyata Duplikat L.K memiliki suara yang seksi. Saking terpesonanya dengan keseksian suara Duplikat L.K, Nia sampai menjadikannya sebagai alarm. Alarm yang hanya berdering sekali selamanya karena mengundang petaka. Gara-gara suara alarm itu, Ikbal nekat mendorbak pintu kamar Nia karena mengira Nia diam-diam membawa masuk pria ke kamarnya. Petaka itu pun berakhir membuat Nia tidur tanpa pintu selama dua malam.
KAO : Aku gak nyangka bakal sad ending.
LK : Tagnya kan tragedi. Jadi udah pasti sad ending.
KAO : Iya tau. Tapi aku gak nyangka bakal sesedih itu.
LK : Butuh tisu apa pundak aku?
KAO : Pppfffttt..
LK : mengetik...
KAO : mengetik...
LK : Udah jam setengah tiga.
KAO : Iya, dan lima jam lagi aku masuk sekolah.
LK : Dan satu jam lagi aku ke bandara.
KAO : Seharusnya hari ini kita absen nonton film.
LK : Aku gak bisa nolak kalo kamu udah spoiler.
KAO : Oke. Kita salah.
LK : Haha.
KAO : Save flight ya.
LK : Be nice on your first day.
KAO : Bye L.K.
LK : Bye Kaoru.
...•▪•▪•▪•▪•...
Atmosfer di hari pertama Nia menjadi murid baru hampir selalu begitu. Selalu ditatap terpesona oleh senior cowok, selalu ditatap julit oleh senior cewek, pun selalu ditatap remeh oleh para guru. Wajar saja. Sebab paras Nia tergolong di atas rata-rata, dan stigma paling cuma cantik doang sudah mendarah daging sejak zaman pemerintahan Raja Kumari Kandam. Jujur Nia setuju-setuju saja dengan stigma itu. Sebab ya, visual yang dianugerahkan Tuhan pada Nia memang lebih banyak daripada isi kepalanya.
Tubuh dengan proporsi sempurna bak girlband negeri ginseng, kulit putih glowing layaknya hasil nyata perawatan klinik kecantikan ternama, serta bentuk wajah simetris berhias lesung pipi di kedua sisi. Ditambah lagi aura gadis polos yang Nia pancarkan, benar-benar membuat cowok mana pun tak keberatan meski sekadar diberi harapan palsu. Meski begitu Nia tidak pernah memberi harapan palsu. Jika memang tertarik Nia akan maju, karena Nia bukan penganut paham, apa-apa harus cowok duluan.
“Capek ya unjuk senyum pepsodent ke semua cowok?”
Nia mengabaikan sahabatnya, Vina, yang akhirnya keluar dari kelas.
“Serius udah nolak cowok di hari pertama?”
“Enggak,” balas Nia.
“Terus kenapa lu bete banget gitu?”
“Gue sekelas sama mantannya Ikbal.”
Spontan Vina membekap mulutnya yang hampir kelepasan memaki. “Serius? Si silikon?”
Nia mengangguk. “Dan lu tau yang lebih parah? Dia duduk pas di depan gue.”
“Aduh fix nilai lu bakal makin anjlok gak sih?”
Nia menghentikan langkahnya, menjawab Vina dengan mimik wajah siap menjambak.
“Santai. Kan kita sehati sesanubari. Kalo nilai Kakak anjlok pasti Dedek temenin.”
Tawa Nia seketika lepas, pun tawa Vina. Keduanya pun berlalu melewati gerbang masuk SMAN Lentera Dunia. Di sepanjang perjalanan pulang, Nia dan Vina asyik menceritakan pasangan kencannya masing-masing. Berbeda dengan Nia yang masih menjalin hubungan baik dengan Duplikat L.K, Vina mengaku mempunyai teman kencan baru. Vina bercerita jika teman kencannya kali ini adalah orang Indonesia. Meski baru berkencan selama sepekan, Vina dan cowok dengan nama samaran Pria Purnama itu memiliki banyak kesamaan.
“ ... Kalo lu sama Duplikat L.K gimana?”
“Kita juga nyambung banget.”
“Aslinya gimana? Ganteng gak?”
“Kita mah gak pernah pap muka. Paling pap makanan, pemandangan, gitu-gitu doang. Tapi akhir-akhir ini kita voice notes sih.” Nia mengeluarkan ponselnya. “Mau denger gak?”
“Mau-mau. Mana?”
Nia mendekatkan ponselnya ke telinga Vina.
“Ih anjir ini mah ganteng. Yakin gue.”
“Yakin dari mana?” tanya Nia.
“Feeling aja. Feeling petualang cinta kaya gue kan selalu tepat.”
Nia hanya menggeleng menanggapi Vina seraya memasukkan ponselnya ke dalam saku.
“Btw, Duplikat L.K pernah ngasih lu pulsa gak? Atau ngasih apa gitu yang laen?” imbuh Vina.
“Gak pernah.”
“Tapi lu pernah minta?”
“Gaklah. Kalo gue minta berarti gue ngelanggar aturan kencan kedua dong?”
Vina menepuk jidatnya lumayan keras, meski baginya masih kurang. “Lupain aturan kencan gue. Biar gue revisi dulu.”
“Kenapa?”
“Karena gue ngelanggar.”
“Maksudnya lu minta Pria Purnama ngirimin lu pulsa dan yang laen gitu?”
Vina menggeleng cepat. “Inisiatif dia sendiri. Rezeki mana boleh ditolak ya kan?”
“Berarti lu gak ngelanggar aturan kencan kedua dong. Kan lu gak minta.”
“Iya juga sih. Tapi mendingan lu jangan terlalu terpaku sama aturan kencan gue deh.”
“Gue suka kok. Lebih tepatnya sependapat.” Nia memperlambat langkahnya. “Tapi, Vin, lu tau kan gak ada yang gratis? Di Malawi aja kentut bayar loh.”
Vina terbahak. “Iya gue tau. Tapi hubungan kita serius kok. Minggu depan aja kita mau ketemuan.”
Langkah Nia sepenuhnya terhenti. “Cius?”
Vina mengangguk berulang kali, girang. “Temenin ya?”
“Boleh.”
“Tapi lu harus megang duit. Seenggaknya dua ratus ribulah. Buat pegangan aja. Soalnya kita ketemuannya di Mall. Lu pasti pengen jajan.”
Nia mematung, menyesali sikap dermawannya pada Ikbal beberapa pekan lalu. Jangankan dua ratus ribu, bahkan hari ini bisa dipastikan Nia hanya akan makan bakso tanpa es teh. Vina tahu apa yang dipikirkan Nia, dan memberikan ide karena kencannya kali ini bergantung pada keikutsertaan Nia. Vina mengidekan untuk meminjam uang pada Duplikat L.K. Karena Nia yang rajin menabung dan tidak sombong pasti bisa mengembalikan uang itu dalam waktu singkat.
“Enggak akan. Kenal aja engak masa minta-minta duit.”
“Minjem, Nya, minjem. Bukan minta dih.”
“No. Never.”
Vina berganti diam di tempat. “Terus gue harus ketemuan sendiri gitu? Kalo ternyata dia orang jahat dan gue yang kaya malaikat ini diapa-apain gimana?”
“Emang siapa yang berani ngapa-ngapain reinkarnasinya Sherlock Holmes?”
“Aduh plis. Selalu deh. Kenapa sih lu mendadak jadi genius cuma kalo kita lagi debat?”
“Pokoknya enggak akan. Gue gak mau ngerusak hubungan gue yang harmonis sama Duplikat L.K cuma gara-gara dua ratus ribu.”
Vina mengejar Nia, lalu menghadangnya. “Oke-oke. Gini. Gue bakal bantu mulangin tuh duit kalo hubungan gue sama Pria Purnama berhasil. Gimana? Dan kalo gak berhasil pun gue bakal tetep bantu.”
Kerut-kerut di dahi Nia masih tampak sangat tebal.
“Terus gue traktir bakso selama seminggu," tambah Vina.
“Sama es jeruk.”
“Dih anjir biasanya es teh juga.”
“Gak mau?”
“Oke-oke. Deal ya berarti? Lu minjem duit Duplikat L.K, terus minggu depan lu temenin gue ketemuan sama Pria Purnama.”
“Deal,” jawab Nia mantap.
...•▪•▪•▪•▪•...
Meski kegiatan di sekolah mulai padat, Nia tetap memprioritaskan teman kencan onlinenya. Ya, teman kencan online dan bukan tugas-tugas sekolah. Apalagi kali ini Nia memiliki misi dua ratus ribu, jadi semakin giatlah dirinya memelototi layar ponsel. Tapi misi itu belum juga terlaksana, padahal minggu kedua di bulan ini hanya tersisa satu hari lagi.
Jujur saja Nia bingung bagaimana mengawali topik menghutang, terutama menghutang online. Bukankah Nia harus merangkai kata-kata yang meyakinkan terlebih dahulu? Sebab kecuali makhluk-makhluk bucin, siapa pun itu pasti akan berpikir miliaran kali untuk meminjamkan uang pada orang yang tak jelas identitasnya, tak tahu tinggal di bumi bagian mana, dan bahkan tak memiliki nomor ponselnya, bukan?
Jika Nia menjadi pihak yang memiliki uang, itu semua adalah pertimbangan mutlak. Begitu pula dengan Duplikat L.K yang sepertinya jauh lebih dewasa, pertimbangannya pun pasti akan jauh lebih matang. Antara janji, misi dan kata hati, Nia benar-benar tak tahu harus mengabaikan yang mana. Sambil terus membalas pesan dari Duplikat L.K, Nia mulai memantapkan pilihannya sedikit demi sedikit.
Pada akhirnya Nia pun mantap mengabaikan misi dua ratus ribu itu, dan berencana meminta uang di luar uang saku pada Tantenya. Layaknya orang sakti mandraguna yang dianugerahi kemampuan menebak isi hati, Duplikat L.K tiba-tiba saja mengganti topik pembicaraan tentang uang. Padahal sebelumnya mereka sedang membicarakan ketepatan ramalan zodiak hari ini.
LK : Butuh berapa?
Spontan Nia melempar ponselnya. “Ih anjir. Beneran sakti mandraguna nih orang. Kok bisa tau? Tunggu. Belom tentu dia bahas duit ka--”
LK : Sejuta cukup?
Nia melotot memandangi layar ponselnya sambil menggumamkan nominal uang yang baru saja disebutkan Duplikat L.K berulang kali.
LK : Lima juta? Sepuluh juta?
Nia menyambar ponselnya, buru-buru mengetik sebelum terkena serangan jantung. “Udah gila nih cowok. Ngomong sejuta lima juta sepuluh juta gampang banget kaya ngupil.”
KAO : mengetik...
LK : Atau lima belas?
KAO : mengetik...
LK : mengetik...
KAO : Serius lima belas juta?
LK : Mau?
KAO : Gaklah buat apaan.
LK : Terus?
KAO : Dua ratus ribu aja.
LK : mengetik...
KAO : Tapi aku balikinnya dua bulan lagi.
LK : Balikinnya langsung.
KAO : mengetik...
LK : Kalo gak langsung gak usah dibalikin.
KAO : mengetik...
LK : Kirim rekening. Cepet. Aku mau meeting.
Nia diam, mencerna kata-kata terakhir Duplikat L.K. “Dia udah kerja ternyata. Kerja kantoran gitu kali ya. Kira-kira umurnya berapa ya? Tunggu. Bukan om-om kan? Bukan-bukan. Positif aja. Eh tapi kalo om-om gimana?”
LK : Gak semua yang udah kerja itu om-om atau tante-tante.
Nia kembali melempar ponselnya. “Ih anjir. Fix sakti mandraguna nih orang. Tunggu-tunggu. Atau kalo gak gue lagi diawasin? Atau ada kamera yang dipasang diem-diem di kamar gue?”
Ponsel Nia kembali berbunyi. Perlahan Nia pun membalik ponselnya yang tertelungkup itu, dengan kaki.
LK : Dan gak ada yang ngawasin kamu juga, atau pasang-pasang kamera di kamar kamu. Aku tau karna aku kenal banget kamu. Kamu tuh kebanyakan nonton film detektif. Cepet kirim rekening!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
ZasNov
LK bisa ngehack kali ya, kayaknya bisa liat semua yang dilakuin sama Nia tu 😅
2023-02-14
0
ZasNov
Wah kayaknya termasuk orang kaya nih 🤔
Lumayan ringan ngomongnya..😆
2023-02-14
0
ZasNov
Mantap, mending ga usah deh..
2023-02-14
0