Jung sangat cekatan dalam memperlakukan Bae. Dia menjelma menjadi sosok Ayah yang sangat baik terhadap Bae. Dengan sebuah gendongan yang menghadap ke depan pria itu terlihat leluasa membawa bayi gembul itu berkeliling, menikmati suasana sore yang cerah.
"Pak Jung!!!," panggil seseorang. Pemuda berperawakan sedang berlari ke arah Jung.
"Wuiiii, udah nikah sama Andrea pak??, ini anak nya, ya??," Riko memandang gemas kepada Baby Bae yang begitu lucu.
"Terserah kamu mau bilang apa," jawab Jung sekenanya. Keberangkatan Andrea ke luar negeri sudah menjadi rahasia umum, pertanyaan Riko sungguh melelahkan jika harus di jawab.
"Heheheh, ya molly pak. Don't be angry," Riko cengengesan sembari meminta maaf dengan bahasa gaul, untung saja Jung mengerti dengan ucapan dan bahasa campur sari Riko ini"Begini pak, kebetulan kita bertemu di sini, saya mau nanya masalah pelajaran."
Jung menatap sekeliling, kebetulan ada sebuah kursi panjang yang kosong"Ikut saya!," ujarnya tegas.
"Pak, mukanya jangan tegang dong. Nggak cocok sama bapak," celetuk Riko cengengesan.
"Huh, mau saya pelintir lidah kamu??," ancam Jung. Namun Riko yang memang sudah tau betul dengan watak Jung, tak merasa takut mendengar ancaman sang dosen. Dia pasti hanya menggertaknya saja.
"Hehehe, memangnya lidah sapi pak pake di pelintirin segala."
"Yang bilang lidah sapi siapa?? kalau begitu secara nggak langsung kamu mengaku sapi dong," kali ini Jung balas mengejek Riko.
Yah!! kena kan. Riko tersenyum masa"Iya ya pak, akh! saya kalah deh," sahut Riko lagi sambil bersandar di kursi panjang itu.
Setelah riko memperlihatkan tugas nya pada Jung,"Wahahahhaha, nggak bisa begini! kamu harus menuliskan 20 puisi cinta karya para sastrawan dengan tanganmu sendiri. Jangan lupa hiasan hiasan menariknya ya!."
"Di bingkai pak?."
Jung mengangguk.
"Tapi kemaren bapak nggak bilang di bingkai!."
"Tapi saya bilang di frame, bukan?."
Kedua alis Riko terangkat naik, dengan pasrah Riko mengangguk"Iya sih pak."
"Tapi pak, masa 20?, bukanya bapak bilang kemarin cuman 8," elak Riko lagi.
"Lagipula, apa salahnya di print begini? kan lebih rapi Pak."
Jung menggeleng pasti di sertai seringai mencemooh Riko"Karena lidah sapimu itu aku menambahkan 12 puisi lagi. Dan juga aku sudah bilang kan kemarin, TULISKAN!!bukan PRINTKAN!. Kamu atau aku sih yang jadi dosen di sini?."
"Waahhh saya nggak percaya ini," Riko tertunduk lemas"Ayolah pak, berikan saya kemudahan," manik pemuda ini berkaca-kaca, nampaknya akan segera turun hujan air mata.
Namun, air mata buaya yang akan luruh dari kedua mata Riko, tak menyentuh relung hati Jung sama sekali"Itu sudah mudah. Awalnya aku hendak meminta kalian merangkum puisi puisi itu menjadi sebuah makalah yang tertata rapi, lengkap dengan penciptanya, dengan dekorasi yang sangat bagus, dengan embel-embel yang menyiratkan kecintaan kalian pada sosok pencipta dari puisi tersebut" Jung berhenti sejenak untuk menarik napas"Yah...seperti album kenangan." Tanpa perasaan Jung mengutarakan niat awalnya memberikan tugas untuk para mahasiswanya.
"Cukup Pak, baiklah. Saya pamit diri saja."
Wajah masam Riko sebuah pemandangan indah bagi Jung"Riko, informasikan kepada yang lain ya. Tugasnya di tulis tangan, oke!?," kedipan mata yang meledek itu, menambah kekesalan dalam diri Riko.
"Wajah sama cara kerja bapak sangat bertolak belakang. Diam-diam bapak berharap terlalu banyak dari kami pak," keluh Riko sembari mengemasi lembaran-lembaran tugasnya.
"Oh iya, cuma mau ngingetin. Besok pagi jam 7 kelas kita akan di mulai. Saya janji nggak akan terlambat lho," lagi dan lagi, senyuman yang sangat menawan Jung pamerkan di hadapan Riko. Juga lambaian tangan montok Bae kepada Riko sebagai pertanda perpisahan mereka. Dosen itu bahkan masih tersenyum meski sudah cukup jauh meninggalkan Riko.
Pandangan Riko hampa. Dia hanya bisa menatap kepergian dosen idola di kampusnya itu. Seandainya dia nggak menanyakan tugas itu kepada Jung, sepertinya dia nggak akan menginap di warnet malam ini. Ckckcck!
...****************...
Ghina begitu senang menikmati makanan yang dengan lancar masuk ke dalam mulutnya.
"Nyam-nyam!!, habis ini aku mau makanan yang di sana," belum habis sate kerang di hadapannya, dia sudah menginginkan bakso bakar yang di jual pedagang sebelah.
"Oke, tapi hati-hati sakit perut, sayang. Kalau Bae cerewet nanti malam terus kamunya juga ikutan cerewet, kalian berdua aku usir ke balkon, bobo sambil berkemah di balkon."
"Heh!!," tatap Ghina tajam"Memangnya kamu tega?."
"Iya dong. Papah Joen harus tegas sama anak dan istri," sahut Joen dengan senyuman.
"Papah Joen memang tega. Tapi Ayah Jung pasti nggak akan rela melihat Bae yang bulat seperti guling itu bobo di luar kamar."
Ghina mengurai tawa"Kalau nggak bisa bersikap kejam, jangan memaksakan diri, sayang," ujar Ghina manja.
"Ya!, ya! kamu pasti tahu aku nggak akan tega melakukan hal itu," sahut Joen menekan hidung kecil sang istri.
"Kalian baru jadian ya. Kalian mesra sekali, jadi ingat masa muda kakek dulu," ujar kakek si penjual sate kerang.
"Bukan baru jadian kek kami ---."
"Iya nih kek, anak ingusan ini baru saya takhlukan seminggu yang lalu," Joen menatap nakal Ghina. Sedangkah Ghina mengerutkan kening menatap Joen.
"Beruntung kamu nak, dia gadis yang cantik. Meskipun gadis ini bertubuh mungil tapi dia sangat manis dan menggemaskan."
Joen mengulum bibirnya menahan tawa.
Sedangkan ghina manyun-manyun mendengar ocehan sang kakek"Terimakasih atas pujiannya kek," ujar Ghina masih melahap sate kerang. Ada sedikit rasa kesal sebab si kakek menerka mereka adalah pasangan muda-mudi yang belum terikat tali pernikahan. Apakah dia sekecil itu hingga di kira masih remaja? hello!! dia sudah jadi seorang ibu!!.
Joen menahan nyeri di ujung jemari kakinya, sebab sepatu flat Ghina menginjak kakinya tanpa perasaan.
"Sakit sayang," bisik Joen.
"Aku kan kecil. Injakan ujung kakiku nggak akan sesakit itu kali, sayang," Ghina balas mengejek sang suami.
"Alamak," pekik Joen lagi.
Setelah selesai di stan kerang Ghina bergeser ke stan bakso bakar"Waahhh....pedasnya menggoda sekali."
Telunjuk Ghina pun menari kesana dan kemari memilih makanan gurih dan pedas kesukaanya.
Joen menggelengkan kepala"Ckckck, kemana perginya makanan itu?, tubuhnya kecil mini begini."
"Terserah mau bilang apa." Dia melirik ke sana kemari lagi.
"Kyaaa!! ada cendol."
Mendengar kata cendol, Joen pun mengikuti arah pandang sang istri. Demi apa? mereka menemukan penjual cendol di tempat ini, minuman kesukaan Joen.
Setelah menyantap habis bakso bakar and friends, Ghina berjalan ke stan yang menjual bermacam minuman tradisional nusantara.
"Bang Jung memang The Best, nggak salah dia mengajak kita untuk jalan-jalan ke sini. Di sinilah surga makanan," pekiknya dengan mengapit lengan kekar Joen.
"Oh Tuhan, aku nggak menyangka gadis yang baru jadian dengan ku ini begitu rakus," goda Joen menenteng es cendol di dalam plastik, layaknya kemasan es cekek.
"Bukankan kamu harus jaga image di hadapan pacar baru kamu ini??".
"Hehe, Oppa mianhae, pesona mu kalah sama makanan yang menggiurkan ini."
"Oh, kalau begitu pesonamu kalah sama es cekek cendol ini dong."
Serta merta Ghina memberengut, dirinya di samakan dengan cendol?? ck! dasar Joen!.
Joen kembali terkekeh"Pelan-pelan minumnya, aku nggak akan minta minuman kamu kok, sayang. Habis ini kamu mau makan yang mana lagi??," sempat cemberut karena ocehan Joen, Ghina kembali tersenyum senang ketika Joen menawarkan makanan lain.
"Tahu begini, aku akan ajak kamu sering-sering ke sini dari dulu, sayang," Jemari Joen membantu menyelipkan rambut Ghina yang menutupi tepi wajahnya.
"Kamu sih, sibuk kerja terus."
"Iya maaf, aku kerja kan untuk kamu dan Bae juga. Ini poninya udah mulai panjang, sudah masuk ke mata lho, sayang."
Ghina mengukur rambut depannya yang memang sudah mulai panjang itu, menyampirkan ke samping. Sedangkan Joen tersenyum gemas hanya karena melihat tingkah Ghina, seperti bocah.
Lelaki di hadapannya ini bagaikan malaikat. Mengangkatnya dari lubang penderitaan dan memandikannya dengan kebahagiaan.
"Janji ya lain kali ke sini lagi," kedipan manja dari kedua mata Ghina semakin mengundang tawa Joen.
"Mbak pacar kelilipan ya?," godaan Joen di sambut sikap manis dan manja Ghina.
Ghina memukul pelan lengan Joen"Ish!! mas pacar bisa aja."
"Aku sudah kenyang, duduk di sana ya sama Bae dan bang Jung."
"Berangkat!!," Penuh kasih Joen membelai pucuk kepala Ghina dan menggengam jemarinya berjalan menghampiri sang buah hati.
Belum apa-apa Bae sudah punya banyak Fans. Beberapa gadis muda bergantian mengajaknya bercanda dan membuatnya tertawa. Entah memang gemes dengan Bae atau alibi hendak mendekati Jung, yang pasti dua lelaki itu menjadi idola di pinggir sungai sore ini.
To be continued....
Selamat membaca jangan lupa like fav dan komennya 🤗🤗🤗
Salam anak Borneo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
mama Al
semesta merestui kami hadir
2023-03-05
1
Spyro
Ya kan melipir dulu ke anaknya, abis itu nyomot bapaknya 🤣
2023-02-21
1
Spyro
Hiya hiyaa.. makanya klo pas lagi diluar ketemu dosen, mending gak usah nanya2 tugas 🤣 cep diem wae
2023-02-21
1