Breyhan pulang kerumah usai gamenya dimatikan Sean secara paksa. Ia masuk dan mencari sesuatu yang seolah hilang dari pandangan matanya saat itu. Hingga Ila turun dan bertanya Kakaknya tengah mencari siapa hingga kebingungan seperti itu.
Siapa lagi jika bukan Ara, gadis yang sempat merebut perhatiannya beberapa jam ini. Tapi dengan jujur Ila mengatakan jika Ara telah pulang ke kostnya.
"Dia takut denganku?" tanya Brey padanya.
"Engga... Hanya saja kami banyak tugas, jadi harus segera diselesaikan." balas Ila padanya.. Brey hanya menganggukkan kepala lalu melangkahkan kaki menuju kamar untuk membersihkan diri.
Guyuran air dingin itu terasa segar membasahi tubuhnya saat ini, merasuk kesetiap otot dan sendirnya mmeberikan pijatan lembut disana. Ia lelah dengan segala pekerjaan yang ada, tapi kadang lupa jika itu semua memang kewajibannya. Masih bersyukur jika Ia mendapatkan kehidupan yang seperti ini, serba mudah meski begitu banyak lelah.
Usai mengganti pakaian Ia segera turun kebawah. Ila disana sudah membuatkan makan malam untuk keduanya meski dengan menu sederhana. Itu saja untung Ila bisa, karena selalu saja brey yang melakukannya.
"Waaah, tumben?" ledek Brey pada adiknya, yang membuat bibir imut itu manyun seketika.
"Jangan ledek mulu ih, masih meding dimasakin."
"Terimakasih sayangku, enak deh makananya." puji Brey pada adiknya. Ila seketika tersenyum dibuatnya, untung saja tak langsung melambung tinggi di udara.
Pada saat itu, Ila kemudian bercerita mengenai Ara dan keluarganya. Yang ia tahu tengah dalam kondisi sulit saat ini dengan usaha dan keuangan mereka. Bahkan papa Ara kini tinggal diluar kota bersama sang mama untuk merintis kembali usaha mereka semampunya.
"Makanya sekarang ngekost. Kasihan, jauh dari kampus."
"Kenapa ngga pilih yang dekat?" tanya Brey padanya. Dan Ila menjawab, sebenarnya itu adalah kost milik anak teman mamanya dahulu. Ia masih memiliki beberapa bulan hingga sayang untuk dilewatkan, hingga Ara tinggal disana.
"Ku fikir karena dia hoby motor, makanya naik itu." ucap brey yang mulai mengusap dagunya. Ia mulai berfikir cara untuk membantu mereka, apalagi papa Ara memang sempay menjalin bisnis dengan papi meski itu sudah lama.
"Kakak suka dia?"
"Hmmm,"
"Beneran? Kenapa bisa suka dia? Ara manja, cengeng, dan penakut."
"Hal itu yang membuat seorang pria ingin melindunginya. Lagia kamu yang godain kakak terus kemaren, hayo ngaku." tunjuk Brey diwajah sang adik, dan sontak membuat mereka tertawa bersamaan.
Suasana jadi tak begitu senyap dengan tingkah mereka disan. Dan mungkin sana Bibik mereka besok pulang, hingga bisa makan enak seperti biasa.
Usai makan malam ara masuk lagi kedalam kamarnya. Ia kembali mengerjakan semua tugas yang ada karena harus dikumpul secepatnya.
Begitu juga ara dikaamr kostnya yang kembali fokus dengan tugas usai kebablasan tidur beberapa jam tadi. Untung saja tugas yang sudah setengaj jalan itu tak hilang hanya karena kelalaiannya semata.
Namun, ditengah segala fokusnya itu ada saja yang mengganggu. Ila justru menghubunginya secaea video call, dan Ia segera mengangkatnya. Keduanya lantas mengobrolkan apa saja yang terngiang dikepala masing-masing.
"Pengen pizza." celetuk Ila dari tempatnya.
"Jangan bikin pengen, Ilut. Bulananku lagi seret nih. Sepertinya aku butuh part time deh buat tambahan." ucap Ara dengan segala deritanya. Apalagi ia sudah lama tak makan pizza, hingga segera terbayang makanan itu didepan mata.
"Kamu mau kerja apa? Susah loh, mau part time. Palingan dicafe gitu, tapi harus menyesuaikan dengan jadwal kuliah yang ada."
Ila berusaha memberi masehat kepada sahabatnya itu, agar Ia tak gegabah ketika mengambil sebuah keputusan dalam hidupnya. Apalagi Ia terkenal selalu dimanja, pasti akan sulit dirinya ketika mendadak harus mandiri tanpa aba-aba. Ia juga minim pengalaman, hingga pasti banyak yang akan meragukan.
"Terus aku gimana? Kurang terus begini, ngga enak kalau traktiran terus." keluh ara padanya.
Dia yang biasa hidup enak, merasa amat kaget jika mendadak serba pas-pasan seperti ini. Biasanya sisa, tapi ini bahkan kurang untuknya sehari-hari.
"Aku tanya Kak Brey, mau?"
"Eh... Nanya apa lagi? Pleasr, jangan godain aku mulu deh." pinta Ara yang sudah mulai overthinking dibuatnya. Apalagi ketika mendengar nama brey terucap, dadanya sesak seketika.
"Nanya kerjaan... Curiga mulu kamu mah," tukas Ila.
Obrolan mereka terus bersambung mengalir hingga jauh seperti pipa rucika. Obrolan serius dan kadang ngalor ngidul tak karuan dibuatnya, tertawa dan bahkan saling adu argumen antara keduanya.
Brey rupanya mendengar. Ia tersenyum sendiri mendengar obrolan mereka disana, dan hebatnya tugas mereka masih dikerjakan. Sebaik-baiknya. Hingga Brey merasa pantas untuk memberi apresiasi untuk keduanya.
Brey meminta Ila mengirimkan sebuah pizza ke kost ara via delivery order, dan Ila segera menurutinya. Apalagi Ara memang sangat suka pizza seumur usianya, namun sekarang sudah amat jarang bisa memakannya.
Pesan diproses, dan sebentar lagi akan dikirim ketempat tujuan. Ila sengaja tak memberi kabar, agar itu menjadi kejutan untuk sahabatnya disana. Ia juga tengah menunggu sembari mengerjakan segala tugas yang ada, menunggu pizza kesukaannya datang untuk menemani malam panjangnya.
"Permisi, delivery." seorang pria mengetuk pintu kamar kost ara yang seperti bedengan itu. Ara yang merasa tak memesan apa-apa dibuat bingung karenanya, bahkan Ia meraih sapu untuk berjaga-jaga.
Hingga pintu itu benar-benar ia buka, dan benar-benar kang paket didepan mata. Ara hanya berkali-kali mengedipkan matanya penuh tanya.
"Ini benar mba Tiara adiguna?" tanya kang paket guna memastikan alamatnya.
"Ya, benar." jawab Ara.
Pria itu lantas memberikan pizza itu, dan memberitahu jika semuanya telah dibayar. Bahkan Ia juga memberi ucapan selamat menikmati pada ara yang semakin membuatnya bingung setengah mati.
Ara langsung masuk. Seleranya amat tinggi jika membayangkan pizaa nikmat itu terkunya didalam mulutnya hingga lembur dengan Gelenyat dagingnya disaan. Ara tahu jika itu tempat terbaik penjual pizza dikotanya. Hingga ia amat tak sabar menikmati semua itu dengan mulut laparnya.
Tapi, Ia dibuat menghela napas dengan tulisan yang ada disana. Tulisan yang kembali membuatnya emosi jiwa dan begitu sesak didada. Ia rasanya ingin menjerit, bahkan beberpaa kali mengepalkan tangan untuk meluapkan segala emosinya.
"Selamat makan Istriku." Itu tulisan yang tertera disana disertai begitu banyak gambar love disekitanya.
"Ilaaaaaaa!" geram Ara, tapi ia tak tega untuk membuangnya. Ara justru menyantapnya dengan amat lahap sebagai luapan emosinya. Ia makan dengan cepat dan begitu nikmat hingga tak perduli dengan apapun yang terjadi saat itu.
"Huhuuuuu... Untung pizza, jadi ngga akan mubazir meski membuatku menderita. Awas kamu Ila," geramnya sembari menggigit puas pizza ditangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Nur Lizza
lucu lht ara😁😁😁
2023-06-18
1
Jr Gaming
a5
2023-02-21
0
Atik Marwati
jangan marah marah Ara benci tanda cinta lho..
2023-01-31
0