Rasanya benar kesal dan tidak nyaman. Sebagai seorang istri aku inginkan yang terbaik untuk mentalku dalam membangun hubungan rumah tangga
"Yaudah kalau gitu, aku mau kembali aja ke rumah. Miho, happy lunch ya?" kataku bergegas bangkit. Aku merasa risih sih berlama-lama di satu tempat yang sama dan berdekatan dengan teman Miho yang mencurigakan ini.
Miho juga ikut bangkit untuk menghormatiku yang akan segera pergi. Berbeda dengan teman Miho yang menganggap aku ini seperti antara ada dan tiada. Dia masih sibuk dengan alat riasnya.
Aku seperti orang yang tidak penting baginya. Bukannya aku harus selalu disapa, tapi status aku sebagai istri direktur dan etika terhadapku sama sekali tidak ditunjukan oleh perempuan itu.
Aku menunduk lalu mengamati lagi, sejenak teman Miho. Lalu giliran aku melirik ke Miho, dia menyadari aku tengah mengamati terus temannya. Tapi Miho diam saja karena aku segera pergi.
Tapi sebenarnya aku tidak benar-benar langsung pergi.
Aku berdiam sejenak dibalik sebuah pot daun yang tinggi didalam cafe ini. Aku ingin mendengar percakapan Miho dan temannya dari sini, biar aku ga ketahuan aku lagi menguping obrolan mereka.
Aku bisa mendengarkan percakapan mereka dengan cukup jelas. Mereka membahasku.
"Desi, kenapa kamu barusan ga menyapa istri bos? Dia lihatin kamu loh barusan. Pasti dia heran sama kamu." aku mendengar Miho menegur temannya, namanya Desi ternyata.
"Duh, emang harus ya aku begitu? Bagi aku, yang penting itu cuma bosnya. Istrinya mah sama aja kali kaya kita-kita! Kalau dia diceraikan sama bos, dia juga bakal jadi gembel kaya kita-kita, Miho! Dia hidup pakai harta suaminya, dia bergantung sama pak Damar." sahut Desi, membuatku langsung menghela nafas.
Teman Miho itu benar-benar keterlaluan! Beraninya dia bilang soal perceraianku dengan mas Damar. Seolah-olah, perceraian itu akan terjadi di dalam rumah tangga kami?
Hatiku sakit rasanya. Aku sedikit menangis. Mendengar perceraian adalah hal yang sensitif untukku dan juga istri-istri sah diluaran sana. Aku ingin sekali menampar si Desi, menjambak rambut pirangnya, tapi aku berusaha untuk tidak melakukan itu dulu sebelum ada bukti yang nyata.
Tapi karena itu, dugaanku semakin kuat! Aku akan menyelidiki si Desi ini, tentu saja dengan bantuan Miho nanti. Semoga saja dia mau membantuku.
***
Saat malam sudah tiba, aku sedang berdiri diatas balkon rumah. Berdiam diri dan merenung. Angin malam menerpaku, rambutku berkibar dibuatnya. Dingin kurasakan, aku sedang menunggu mas Damar pulang satu jam lagi. Dia selalu sampai rumah tepat jam delapan malam. Kalau kena macet, dia bakal sampai lebih malam lagi.
Sembari menunggu mas Damar sampai, aku mau menghubungi Miho saja. Aku ingin meminta bantuan Miho sekarang. Untung saja dia langsung mengangkat telpon dariku.
"Halo, selamat malam Miho?"
"Malam. Ini dengan siapa?"
"Kamu simpan nomorku ya? Aku Yaya, apa aku mengganggu waktu kamu?"
"Eh bu Yaya? Ga kok bu, kebetulan saya lagi istirahat makan malam, masih di kantor,"
"Emm, mas Damar lagi apa sekarang?"
"Emm, dia lagi meeting bu sama klien dari perusahaan lain,"
"Oh. Jadwal kerja suamiku selalu padat setiap hari. Oh iya, Miho, besok siang kita ketemuan kamu bisa ga? Tapi bukan di kantor ataupun tempat-tempat yang berdekatan dari kantor tempat kamu kerja?"
"Bisa bu, dimana? Ada hal apa yang mau dibicarakan?"
"Di restoran Citra Rasya aja kamu tahu kan tempat makan itu? Ga jauh dari kantor kok,"
"Tahu bu. Yaudah, besok saya akan usahkan datang kesitu,"
"Ok Miho, terimakasih banyak udah mau meluangkan waktunya? Aku tutup dulu ya telponnya, happy dinner!"
"Iya bu, happy dinner too,"
"Aku dinner nunggu suami aku,"
"Oh ok bu, see you,"
"Panggil aku Yaya aja deh?"
"Oh ok bu, eh maaf maksudnya Yaya,"
"Oke, good night."
Miho meletakkan ponsel di meja sembari tersenyum licik. Ternyata Miho sedang apa? Sedang duduk manja diatas pangkuan Damar. Miho sedang berada di dalam ruangan kerja Damar. Mereka berdua sedang bermesraan. Damar terkekeh, tapi juga khawatir karena istrinya mulai curiga.
Beda dengan Miho yang tampak senang karena sepertinya, Yaya curiga bukan kepadanya, melainkan Desi. Dengan itu, Miho bisa menjadikan si manager pemasaran centil Desi sebagai kambing hitam dibalik perselingkuhannya dengan direktur Damar.
"Hahahahaha, istri kamu tuh orangnya bego kah mas? Masa dia ngira si Desi pelakornya."
"Hah, masa? Tapi bukannya bagus kalau dia ga mengetahui perselingkuhan kita? Malah dia nanti malu karena udah nuduh orang yang salah."
"Biar aja nanti dia malu sendiri mas. Mas, kamu kapan resmiin aku sih? Kapan kamu menceraikan wanita dengan tampang biasa aja seperti Yaya itu?"
Damar mengecup rambut wangi Miho. Aroma wangi itu membuat dirinya dimabuk kepayang.
"Bukannya dijawab malah cium-cium rambutku? Maas?"
"Yaya sedang hamil anak keduaku. Mana mungkin aku menceraikan dia dalam waktu dekat. Kamu sabar ya sayang?"
"Apa, dia lagi hamil? Menunggu adalah hal yang sangat membosankan mas! Ga mau tahu, aku minta kamu ceraikan dia secepatnya!"
Miho bersedekap dada, mukanya jutek melirik ke arah lain. Miho tidak mau berlama-lama, statusnya digantung oleh Damar. Semuanya sudah ia serahkan kepada Damar, termasuk kehormatan. Miho tidak ingin semua itu berakhir dengan sia-sia saja. Miho takut Damar cuma PHP saja.
"Jangan cemberut gitu dong sayang, mas janji pasti mas akan menceraikan dia. Tapi nunggu anak mas lahir. Mas akan mengambil anak-anaknya kemudian membuang ibunya."
Miho kembali tersenyum licik. Miho suka melihat laki-laki selingkuhan yang sama jahat seperti dirinya.
"Aku suka gaya kamu mas. Kalau gitu, it's oke aku akan sabar. Tapi jatah bulanan aku jadi dua kali lipat ya?"
Jatah bulanan Damar untuk istrinya setiap bulan mencapai seratus juta, itu juga Yaya pandai mengatur dan sering Yaya sisihkan buat ditabung di bank. Seadangkan pembagian untuk selingkuhannya tujuh puluh lima juta. Itu artinya kalau Miho minta jatah bulanan dua kali lipat, maka pengeluaran Damar akan jauh lebih besar untuk si selingkuhan.
Damar berdiri mendorong Miho pelan. Damar tidak mau dan tidak akan memberi Miho uang sebanyak itu. Nanti istrinya bisa marah kalau uangnya raib entah kemana.
"Kamu gila Miho, apa belum cukup uang bulanan yang selama ini aku kasih? Itu juga sepuluh kali lipat dari gaji kerja kamu!"
Miho meradang, matanya mendelik ngeri. Aura kecantikan yang menawan berubah menjadi aura iblis wanita yang teramat seram.
"Kamu mulai hitung-hitungan sama aku mas! Terus itu apa, yang udah kamu dapatin dari aku!? Kehormatan aku itu mahal! Aku udah serahin kehormatan aku ke kamu!" pekik Miho seraya menghujam dada Damar menggunakan jari telunjuknya.
Damar kesal lalu menepis tangan Miho. Bahkan Damar hampir menampar Miho karena emosinya naik. Tapi Damar masih bisa untuk menahannya. Damar mencoba sabar didepan wanita cantik ini.
"Yaudah! Akan aku kasih apa yang kamu minta."
Damar sebenarnya sangat tidak rela memberi uang sebanyak itu setiap bulan kepada Miho. Tapi karena rasa cintanya yang begitu besar dan takut kehilangan wanita secantik Miho, Damar pun mau memberikannya. Damar tidak ingin ada laki-laki lain yang mendapatkan Miho. Walau gajinya sendiri akan habis sekalipun, demi memenuhi permintaan Miho.
***
Keesokan harinya, aku menunggu kedatangan Miho di restoran Citra Rasya. Segelas matcha menemaniku. Aku mengamati terus bagian pintu resto, tak sabar menunggunya. Aku lihat sekeliling, aktifitas seperti biasa di dalam restoran, pelayan dan pembeli yang berdatangan. Siang ini cukup ramai di restoran Citra Rasya.
Tak berselang lama, perempuan yang aku nanti akhirnya datang juga. Aku bangkit buat menyambutnya dan kita saling cipika-cipiki lalu duduk bersama.
"Hai, mau pesan apa?" tawarku.
"Orange juice aja ya." jawab Miho lembut.
Akupun pesan minuman yang diinginkan oleh Miho, lalu setelah minuman itu datang, aku akan mulai melakukan interogasi kepada Miho. Semoga dia ga merasa terganggu karena aku akan membawanya kedalam urusan rumah tanggaku.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments