Aku terus melangkah menuruni anak tangga. Kali ini, kakiku tidak terasa terlalu pegal saat menggunakan tangga ini. Aku turun lalu melangkah cepat menuju kantor tempat suamiku bekerja.
Dia adalah seorang direktur di kantornya. Meski kantor itu bukan miliknya. Jabatan yang diidam-idamkan semua orang itu ada di tangan suamiku.
Penghasilan mas Damar setiap bulan sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kami yang tak seberapa besar. Gajinya setiap bulan, aku selalu dikasih tahu nominalnya berapa.
Aku juga sering dimanjakan dengan
pemberian barang-barang mahal olehnya. Kata mas Damar, tabungan dia di bank sudah sangat banyak. Dia bilang, suatu saat akan mengajak aku pergi berlibur ke Lapland, Finlandia itu adalah impianku menyaksikan Northern Light.
Meski begitu, aku juga tetap ingin menjadi wanita mandiri. Yang selamanya tidak terus bergantung dengan penghasilan suami. Sampailah aku di dalam kantor. Aku bilang kepada resepsionis bahwa aku ingin bertemu dengan mas Damar.
Dengan sigap resepsionis itu menghubungi mas Damar, mengatakan bahwa istrinya ingin bertemu.
Setelah diizinkan oleh mas Damar, aku dipersilahkan untuk pergi ke lantai 30. Ruangan suamiku ada disana. Aku naik lift, tidak butuh waktu lama untuk sampai ke dalam ruangan mas Damar.
Aku mengetuk pintu lalu aku dipersilahkan masuk kedalam oleh mas Damar. Dia sedang duduk santai diatas kursi kejayaannya. Banyak sekali berkas-berkas penting diatas meja.
"Sayang, silahkan duduk. Tumben sekali kamu datang?" titah mas Damar.
Aku pun duduk dengan perlahan-lahan. Tadi kulihat pria seperti mas Damar sedang berduaan dengan wanita lain. Tapi mas Damar sekarang sudah berada di ruangannya. Pasti mas Damar langsung kembali setelah tahu aku datang mencarinya? Apa seperti itu?
"Apa aku mengganggu waktumu mas?"
Mas Damar mengangguk. Wajahnya seperti seorang yang tidak terlalu senang melihatku datang kesini. Padahal aku ini kan istrinya.
"Maaf kalau begitu, aku pergi aja mas. Silahkan lanjutkan pekerjaanmu mas, lain kali aku ga akan datang kesini lagi." kataku agak baper lalu bangkit dengan raut wajah kecewa.
Tapi mas Damar bergegas mencegatku pergi. Dia meraih tanganku lalu dia menatapku dengan tatapan yang memabukkan. Ketampanan yang ia miliki selalu membuatku terhanyut. Jantungku berdegup kencang. Lalu dia mengecup pipiku. Rasa nyaman dan bahagia aku rasakan, kecupan laki-laki ini, laki-laki yang halal untuk aku.
"Mas tidak pernah merasa terganggu kalau yang datang adalah kamu, sayang. Sekarang bilang ada perlu apa kamu mencariku sekarang?"
Aku merenung sejenak. Bertanya ataukah tidak? Aku takut mas Damar merasa tidak nyaman dengan pertanyaan yang akan aku berikan. Tapi yang akan kulakukan adalah demi mempertahankan keutuhan rumah tangga kami.
"Aku tadi, melihat laki-laki yang berpakaian sama persis seperti apa yang kamu pakai sekarang mas, kamu sedang berduaan dengan wanita lain mas. Apa itu kamu?"
Mas Damar terhenyak mendengar pertanyaanku. Dia seperti gugup, tapi dia langsung menjawabnya.
"Memang itu aku. Perempuan itu adalah sekretaris yang aku maksud. Tapi kami tadi sedang membahas hal penting, bukan bermesraan." jawab mas Damar.
"Tapi kenapa membahas hal penting harus di tempat yang sepi mas? Maaf bukan maksud aku mau menuduh kamu ya. Lagian aku kesini..."
"Kamu kesini cuma mau jadi mata-mata aku saja ya?"
Mas Damar mulai agak ngegas. Aku yakin pasti dia mulai ngerasa aku mencurigainya selingkuh di belakang aku.
"Ga mas. Aku cuma ingin tahu gimana bentuk kantor kamu. Selama 2 tahun kamu bekerja disini, aku belum pernah sekalipun datang kesini sejak kamu dipindahkan bekerja sebagai direktur di tempat ini dua tahun lalu."
"Yaudah kalau kamu udah puas lihat-lihat kantor tempat aku kerja, lebih baik kamu pulang sekarang. Aku sibuk, mau kembali bekerja."
Aku mengangguk dengan senyuman kecil. Tapi ada satu hal lagi. Aku ingin keinginanku yang ini dipenuhi.
"Sebelum aku pergi apa boleh aku kenalan sama sekretarismu? Panggil dia kesini mas kalau boleh?"
Mas Damar sekarang benaran terlihat gugup. Dia seperti tidak ingin aku berkenalan dengan sekretarisnya.
"Kenapa, kok diam mas?"
Aku jadi bertambah curiga. Jangan-jangan memang benar kecurigaanku kalau wanita lain itu adalah sang sekretaris? Mas Damar tersadar dari lamunan gugupnya lalu ia berbicara dengan terbata-bata.
"Bo... Boleh lah. Aku akan panggil dia sekarang."
Mas Damar membuka ponselnya lalu menghubungi si sekretaris dan memanggil ke ruangannya. Akhirnya sekretaris itu datang. Aku mengamati penampilannya dengan seksama. Memang benar kalau wanita yang tadi kulihat itu adalah dia. Penampilannya sama persis.
"Ada apa pak Damar memanggil saya sekarang?" tanya sekretaris itu.
"Oh, a... ada yang mau kenalan sama kamu nih, istriku." jawab mas Damar dari belakangku.
Sekretaris mas Damar melangkah menghampiriku. Lalu ia memberikan senyuman yang manis untukku. Sikapnya sangat sopan. Aku memperhatikan detail mukanya, seperti perempuan keturunan negeri matahari terbit.
"Ohayō utsukushī josei, anata ni aete ureshīdesu." ucap sekretaris mas Damar memakai bahasanya. Aku jelas tidak mengerti. Karena aku belum pernah kursus bahasa Jepang.
"Artinya?" tanyaku.
"Selamat pagi nyonya cantik, senang bertemu anda, saya Miho. Sekretarisnya suami ibu." tutur si sekretaris memperkenalkan dirinya.
"Saya Yaya. Istri sahnya mas Damar."
Kami saling berjabat tangan. Namanya Miho. Parasnya begitu cantik. Kata ibuku aku cantik, kata teman-teman arisanku juga. Tapi bagi aku, aku belum pernah melihat perempuan manapun yang punya kecantikan seperti Miho.
Sangat wajar jika jutaan lelaki memuja parasnya sembari mendapatkan cintanya. Tapi kalau dia mengambil apa yang sudah dimiliki oleh perempuan lain, tentu saja itu adalah kesalahan yang sangat besar kepada sesama manusia.
"Miho, aku boleh minta kontak kamu? Aku ingin berteman sama kamu. Aku ingin punya teman dari kantor mas Damar. Aku ingin pergaulanku semakin luas. Dengan berteman sama kamu, aku yakin, aku bakalan banyak mendapatkan pengalaman baru."
Miho dan mas Damar saling melirik satu sama lain. Seperti ada yang mereka sembunyikan. Tapi aku tidak bisa menerkanya.
"Hmm tentu saja boleh dong bu Yaya. Saya malah sangat senang karena orang sekelas bu Yaya, mau berteman dengan pegawai biasa seperti saya." jawab Miho lalu tersenyum.
Terkejut mendengar jawaban Miho. Dia begitu rendah hati dan sopan. Apa mungkin perempuan sempurna seperti Miho, dia adalah orang ketiga yang sedang aku selidiki? Atau mungkin bukan Miho, tapi malah perempuan lain?
"Noda bekas lipstik itu masih mengacaukan hatiku." batinku.
Selepas aku mendapatkan nomor HP Miho, aku langsung pergi dari kantor. Membiarkan mereka kembali bekerja. Tapi aku tidak pergi terlalu jauh. Aku menunggu dari cafe kecil depan kantor. Disini sepertinya adalah tempat para karyawan nongkrong. Siapa tahu Miho nanti datang kesini.
Benar saja tebakan aku. Jam istirahat makan siang Miho datang bersama dengan seorang teman wanita.
Penampilan Miho dan teman wanitanya terlihat sangat kontras, saat kulihat. Miho berpenampilan anggun sedangkan teman wanitanya, seperti seorang perempuan penggoda saja.
"Kon'nichiwa," sapa Miho seraya membungkuk didepanku dan aku tahu itu adalah budayanya.
Aku bangkit lalu ikutan membungkuk juga.
"Eh ada bu Yaya? Sejak kapan ibu ada disini?" tanya Miho berbasa-basi.
"Hai Miho, aku disini sudah cukup lama."
"Pasti bu Yaya nungguin suami ibu ya? Dia biasanya makan siang di kantin kantor bu bukan disini." tutur Miho.
Lalu dengan sopan Miho minta izin untuk duduk bareng teman wanitanya satu meja denganku, aku mengizinkannya. Aku terus memperhatikan detail penampilan dan gaya dari teman wanitanya itu.
Sangat centil dan bikin risih. Dandanan dia yang heboh dan berlebihan untuk ukuran pegawai kantoran. Bahkan gunung kembarnya dia umbar kemana-mana. Dia dengan tidak pedulinya bersolek sejenak didepanku, istri dari bosnya!
APAKAH TEMAN WANITA MIHO INI ADALAH PELAKORNYA?
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments