chapter 2

LAMARAN

Aurel menguap, melihat Mamanya yang tengah mencuci piring. Gadis itu baru saja bangun. Dengan langkah ringan, Aurel membuka pintu kulkas untuk mencari minum.

"Rel, malam ini kita mau ke rumah Ruby kamu ada waktu kan?" tanya Vivi tanpa menatap Aurel.

"Ngapain?"

"Ya ngelamar Ruby lah," jawab Vivi sembari mematikan kran air.

"Jadi Ali beneran mau nikah, Ma? Aurel beneran dilangkahin?" tanya Aurel masih tidak menyangka.

Vivi mengangguk. "Makanya kamu cepat cari pacar. Umur kamu udah 26 tahun loh Rel. Kamu mau jadi perawan tua?"

"Ah Mama mah, malah nyumpahin Aurel jadi perawan tua. Jangan gitu dong. Aurel kan juga pengen nikah. Cuma ya Tuhan belum ngasih jodoh yang pas aja."

"Atau kamu mau Mama kenalin sama anaknya teman Mama?" ucap Vivi.

"No! Big no! Aurel gak mau di jodohin. Pokoknya Aurel bakalan cari jodoh sendiri," ucap Aurel dengan yakin. Vivi hanya mengangguk.

"Ya udah kamu sana mandi! Anak perawan jam segini belum mandi," omel Vivi. Aurel memajukan bibirnya sebal. Gadis itu segera melangkah ke kamarnya.

**

Di lain tempat, sebuah keluarga tengah sibuk mempersiapkan semua keperluan acar nanti

malam.

"Mama kok Abang gak bisa di hubungi sih?" ucap seorang gadis cantik merengek kepada Ibunya.

"Masa iya? Coba Mama telpon Abang kamu, ya," ucap Sarah, Mama Ruby. Sarah mencoba menelpon anak sulungnya. Namun nomor yang di tuju tidak sedang aktif.

"Lah gimana sih kok jadi gini," ucap Sarah. Sarah lagi dan lagi mencoba untuk menghubungi anak sulungnya namun tetap

sama. Tidak aktif.

"Coba tanya Papa kamu. Mama lagi sibuk juga buat kue ini," ucap Sarah menyerah. Ruby memajukan bibirnya kesal. Namun dengan segera gadis itu berjalan kearah Papanya yang sedang mengobrol dengan pamannya.

"Pa..." panggil Ruby. Wardana mendongak, menatap Putri satu-satunya. "Kenapa sayang?"

"Abang kok gak bisa di hubungin sih?" adu Ruby. Wardana membenarkan letak kacamatanya. Dan langsung mengambil ponselnya. Pria paruh baya itu, mencoba untuk menghubungi anak sulungnya.

"Duh, Papa juga gak tahu ya. Kenapa bisa gini. Bentar, Papa telpon ke kantornya aja ya." Ruby mengangguk. Gadis itu tidak melepaskan pandangannya kearah Papanya.

"Halo, saya Kusuma Wardana, bisa berbicara dengan Daren Kusuma Wardana?"

"......"

"Oh begitu ya? Baik terima kasih... "ujar Wardana mematikan sambungan telponnya.

"Gimana Pa?" tanya Ruby.

"Papa lupa lagi. Kan harusnya Abang kamu emang lagi ke kuala lumpur, buat ketemu client. Sekarang dia lagi take off, jadi ponselnya mati," jelas Wardana."Yah beneran dong? Abang gak datang di hari pertunangan aku?" ucap Ruby sedikit kecewa.

"Gak pa-pa kali sayang kalau cuma pertunangan. Yang penting, nanti waktu kamu nikah. Abang kamu ada," ujar Wardana menasehati Ruby.

"Pokoknya Ruby gak mau nikah kalau Abang gak ada. Harus ada pokoknya!" ujar Ruby.

"Iya nanti Papa gak akan nyuruh Abang kamu kerja waktu kamu nikah," ucap Wardana memberi janji.

Ruby pun pamit untuk masuk kedalam kamarnya. Gadis itu menatap sebuah mading yang ada di depannya. Gadis itu tersenyum tipis, menatap sebuah foto universitas impiannya.

"Coba aja kalau kemarin gue lulus tes kuliah di Australia. Udah pasti, gue sama Ali bakalan lanjut S2 dan belum kepikiran buat nikah," gumam Ruby.

"Tapi ya udahlah, nikah juga bukan hal yang buruk. Ali kan baik, selama ini selalu jagain gue, dia lelaki baik yang Tuhan kirimkan emang sebagai jodoh gue.

Tiba-tiba ponsel Ruby berbunyi. Ada sebuah panggilan masuk dari Abangnya. Dengan sangat gembira. Ruby mengangkat telpon dari Abangnya.

"Abang!" teriak Ruby. "Kemana aja sih? Kenapa gak angkat telpon Ruby? Abang udah gak sayang lagi ya sama Ruby?" cerca Ruby dengan sedikit berteriak.

"Ya ampun, Dek. Suara kamu kenceng banget. Telinga Abang sakit banget nih."

"Abang jahat! Abang milih ke Kuala Lumpur, dari pada ke pertunangan Ruby!" ucap Ruby pura-pura marah."Gak gitu sayang, maafin Abang ya. Ini juga kan perintah Papa. Lagian Abang cuma seminggu di sini. Dan lagi pula, ada suprise buat kamu."

"Suprise? Apa? Ruby gak lagi ulang tahun loh," ucap Ruby begitu polosnya.

"Nanti kamu liat aja deh. Siapa yang datang ke pertunangan kamu."

"Yah gak seru nih gak ada spoilernya... " ujar Ruby sedikit lemas.

"Udah ya Dek. Abang gak bisa lama-lama langsung mau meeting nih. Bye adik ku sayang...."

Ruby kesal, karena Abangnya sudah mematikan telpon.

"Gak seru gak ada Bang Daren!"

***

Malam hari tiba. Aurel menatap wajahnya dengan make up tipis dan gaun yang sangat cantik. Ia sudah bersiap, untuk datang ke acara tunangan adiknya.

Tok... tok... tok...

"Rel, udah belum? Kita semua udah siap loh. Ini mau berangkat!" teriak Alya dari luar kamar Aurel."Iya Kak, ini udah selsai kok!" teriak Aurel. Aurel mengambil heels di rak. Lalu memakainya dan segera keluar.

"Buset, cantik banget Rel, mau cari jodoh?" cibir Gilang, Kakak iparnya.

"Iya dong Mas! Masa Aurel kalah sama anak kemarin sore!" ucap Aurel menatap sinis kearah Ali.

"Ya elah Kak, mana ada yang suka sama lo? Lo jutek, galak gitu," julid Ali yang tengah merapihkan rambutnya. "Apa lo bilang?!" ucap Aurel kesal.

"Udah-udah... kok malah pada berantem sih. Ini udah mau telat loh kita. Ayo berangkat," ujar Vivi menengahi keduanya.

Mereka langsung keluar rumah. Dengan seserahan yang sudah di siapkan sebelumnya. Tidak banyak yang ikut, hanya sanak saudara dari keluarga Aurel saja.

30 menit kemudian, mereka sampai di rumah Ruby. Di sambut oleh keluarga besar Ruby. Aurel berdiri di barisan kedua di samping Alya, kakanya.

"Rumahnya Ruby gede juga. Gue kira dia orang biasa aja," bisik Aurel kepada Kakaknya."Kamu gak tahu ya? Kan emang keluarnya tajir banget. Perusahaan besar di Jakarta masa gak tahu sih," balas Alya.

Keduanya malah bergosip, mengomentari rumah Ruby.

"Rel, liat deh ada cogan tuh. Kamu harus tepe-tepe kedia," usul Alya.

"Tepe-tepe apaan, Kak?"

"Terbar pesona! Gitu aja gak tahu!" ucap Alya sedikit gereget. Aurel diam, menatap lelaki yang di maksud oleh Kakanya tadi.

"Ganteng sih, tapi mukanya kayak gak asing. Siapa ya?" batin Aurel. Tidak terlalu memusingkan. Aurel memilih untuk fokus dengan acara ini. Hingga akhirnya Ruby dan Ali sudah resmi bertunangan. Acara selanjutnya adalah makan bersama. Saat ini Aurel bingung harus duduk di meja yang mana.

Gadis itu berjalan di pinggir kolam. Lalu ia menemukan kursi yang kosong. Ia duduk di sana sendiri. Tiba-tiba seorang lelaki tampan berjalan kearahnya.

"Hai, boleh gue duduk sini?" tanya lelaki itu. Aurel diam menatap lelaki di depannya.

"Ini kan, cowo yang tadi..." batin Aurel.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!