Bab 4

"Aku di sini Elsa," kata Willy lembut.

Willy pun langsung berhambur memeluk Elsa dengan erat. Sedih sekali rasanya, hingga air mata tak terasa ingin mengalir di pipi Willy. Willy buru-buru menghapus air matanya agar Elsa tidak mendengar isak tangisnya yang tentu saja akan membuat Elsa mengkhawatirkannya.

Willy adalah antek Dirly yang merupakan tangan kanan ayah Elsa dan juga teman yang sangat dekat dengan Elsa. Dan bahkan Elsa sudah menganggap Willy layaknya seperti kakaknya sendiri.

Dulu, Willy sering mengasuh Elsa atau lebih tepatnya selalu mengajak Elsa bermain saat ia masih kecil. Elsa yang sempat mengalami kesepian karena tidak memiliki saudara atau ibu, dan ia merasa sangat beruntung karena kehadiran Willy yang sangat baik, dewasa, pintar, dan juga selalu melindunginya. Dan Elsa sangat menyayanginya begitupun sebaliknya.

Perlahan Willy melepas pelukannya dan memeriksa tubuh Elsa dengan seksama, banyak memar dan juga perban di kepalanya dan tentu saja hal itu membuat Willy mengernyit dan membuat giginya gemeretak karena benci dengan dalang dibalik tragedi ini. Ia bersumpah akan membunuh 'Kalajengking Hitam' secara brutal. Karena ia yakin pelakunya adalah kelompok 'Kalajengking Hitam' selaku musuh bebuyutan kelompok 'Red Tiger'.

"Willy tapi maaf aku tidak bisa melihatmu," desis Elsa dengan nada bergetar.

"Apa? Apa maksudmu dengan mengatakan itu?" tanya Willy lalu menangkup pipi Elsa dengan tatapan khawatirnya dan juga kening alis bingung.

"Aku buta," cicit Elsa yang membuat mata Willy langsung melebar, seolah ia tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan Elsa.

Willy tertawa miris sambil menggelengkan kepala. "Jangan membuat lelucon garing Elsa, yang jelas bukannya membuatku tertawa kau malah membuatku marah. Ayo, lihat aku, jangan seperti itu, aku tidak suka." kata Willy sambil tertawa hambar, kemudian ia pun  mendekatkan wajahnya ke wajah Elsa.

"Dokter bilang aku buta," ulang Elsa lemah sambil meneteskan air mata.

Seketika saja Willy mencoba memastikan kebenarannya karena ia sama sekali tak percaya, ia melambaikan tangannya tepat di depan mata Elsa dan ternyata matanya tidak merespon sama sekali, bahkan ia juga tidak berkedip sedikitpun. Bibir Willy bergetar, ia berusaha mengelak tapi ternyata semua itu memang terjadi pada Elsa.

Dengan cepat Willy kembali memeluk Elsa dengan erat, ia berusaha menangis dalam diam yang terasa jauh lebih mencekik. Elsa pun menangis dalam pelukan Willy, ia melampiaskan emosinya dan juga mencurahkan segala kesedihannya.

"Willy, aku cacat. Aku buta, aku tidak bisa melihat apa-apa. Aku hanya ingin mati," keluhnya sambil terisak.

"Tenanglah," kata Willy dengan deraian air mata, berusaha menenangkan Elsa selembut mungkin sambil ia mempererat pelukannya.

"Aku ingin bertemu dengan Ayahku, bantu aku Willy, aku mohon. Setidaknya aku bisa berbicara dengannya sebentar saja, meski aku tidak bisa melihatnya dengan mataku lagi. Aku ingin memeluknya, menciumnya, dan memberitahunya bahwa aku sangat mencintainya. Bagaimana dengan keadaan Ayahku?" Elsa sangat begitu khawatir dengan kondisi Ayahnya, ia hanya bisa menangis dan menangis, karena tak ada yang bisa ia lakukan selain daripada itu.

Willy mengangguk seolah menyetujui permintaan Elsa, meskipun Elsa takkan mungkin bisa melihat ia mengangguk.

"Oke, lebih baik kita bertemu ayahmu di pagi hari. Aku akan bertanya kepada perawat, di mana ruangan Ayahmu dirawat." Willy berjanji sambil melepaskan pelukannya, kemudian tangannya pun bergerak untuk merangkum kedua pipi Elsa.

Jika Elsa bisa melihat, tentu ia bisa melihat pula bagaimana mata Willy sekarang yang terlihat bengkak akibat ia menangis dengan disertai sorot matanya yang penuh amarah. Dan Willy akan sangat malu jika Elsa mengetahuinya, karena ia selalu memberi label bahwa dirinya adalah pemuda yang tidak pernah meneteskan air mata.

"Aku berjanji kepadamu Elsa dan juga kepada Tuan Dirly. Aku bersumpah akan membunuh mereka. Termasuk Alden yang menjadi targetku!" batin Willy berkata dengan bersungguh-sungguh yang disertai dengan tatapan nyalangnya. "El, Percayalah bahwa aku akan selalu melindungimu.” ucap Willy dengan bersungguh-sungguh sambil menatap wajah Elsa diiringi gemeretak gigi penuh dendam dan juga kebencian.

"Aku percaya," Elsa mengangguk lemah disela isak tangisnya yang semakin merebak.

Dan saat itulah sejarah masa lalu pun kembali diputar di kepala Willy.

_____Flashback On_____

Waktu telah berubah menjadi malam yang kelam menunjukkan betapa padatnya ibu kota Jakarta, Kota Metropolitan yang dipenuhi oleh gedung-gedung menjulang tinggi, serta dengan lampu lintas dan juga kendaraan yang berlalu lalang, deskripsi hiruk-pikuk dunia yang semakin modern

Hingga terlihatlah tatapan dua orang yang tampak tak bersahabat itu tengah saling menatap satu sama lain. Dengan tatapan tajam, gigi gemeletuk penuh kebencian dan juga senyum sinis

Bumm...

Bumm...

Kedua pria bernama Alden dan Willy terlihat bersiap bertanding adu ketangkasan di arena balap. Balapan liar rutin yang diadakan setiap malam minggu. Gerombolan  pemuda di pinggir jalan itu dibubuhi sorak-sorai untuk mendukung suasana dan juga para wanita yang berpakaian seksi-seksi dengan gaya masa muda yang terlihat sangat keren dan trendi.

"Ready?! Satu.. Dua… Tiga!"

Seorang gadis berambut pendek dengan tanktop dan hotpants terpasang melambai-lambaikan bendera balap, sampai akhirnya kedua motor itu melesat secepat kilat diiringi riuh sorak-sorai setelah bendera balap itu diacungkan lebih tinggi.

Motor Repsol orange milik Alden, pria sombong yang sangat jeli. Motor Repsol miliknya yang sering digunakan untuk balapan liar, bukan balapan di sirkuit. Jatuh, mogok sudah biasa baginya anak orang kaya berduit, sangat mudah mendapatkan kendaraan baru.

Dan motor Kawasaki Ninja tersebut adalah milik Willy, sehingga sangat cocok dengan sosok Willy yang kalem tapi diam-diam ia adalah raja penyimpan dendam.

"Alden, semangat!"

"Willy... Willy..."

Para suporter bersorak keras dari para alay di pinggir jalan yang sedang mendukung jagoannya masing-masing.

"Alden semangat!" teriak Eva, kekasih Alden penuh dengan nada gembira, diikuti teman-teman lain yang juga tak kalah riuh.

Dengan kecepatan penuh keduanya saling berbalapan dan juga salip menyalip, sementara angin malam bertiup cukup kencang namun keduanya tak peduli. Peluh keringat bercucuran, adrenalin yang semakin menggebu-gebu, bahkan mereka mengabaikan kesehatan dan keselamatan diri sendiri demi eksistensi dan reputasi.

"Hore.... Alden...."

Kali ini Willy harus menelan pil pahit atas kekalahannya saat Alden berhenti di garis finish terlebih dahulu. Seketika saja Willy langsung memukul stang motornya dengan kasar, bentuk dari kekecewaan pada dirinya.

"Anjing," umpat Willy marah.

Gadis berambut pendek itu mendekati Alden lalu ia pun mengangkat tangan Alden tinggi-tinggi untuk menunjukkan bahwa Alden adalah pemenangnya. Sorakan yang mengagungkan nama Alden semakin kencang seiring dengan gemuruh tepuk tangan.

Eva mendekati Alden dengan bangga maka dengan centilnya Eva langsung mencium pipi Alden sebagai hadiah selamat atas kemenangannya dalam perlombaan balap. Dan Alden tersenyum bahagia lalu membalas ciuman di bibir Eva.

Alden menyisir rambutnya dengan jemari, seraya menunjukan sisi arogannya. Kemudian ia pun tersenyum kecut ke arah Willy, seolah-olah ia sedang meremehkannya. Sosok Willy yang kalem tak tersulut, meski Alden terlihat menyebalkan dan merendahkannya saat ini.

Alden menatap Willy dari atas motornya dan berkata enteng. "Kau harus berlatih cukup keras lagi, sehingga kau bisa mengalahkanku dengan mudah." Alden mencibir dengan angkuh sambil mengacungkan ibu jarinya ke arah Willy lalu mengubahnya menjadi bentuk semen.

"Huuu...."

"Ternyata kau pecundang, Will!"

"Ha..ha..ha.."

"Huuuuu...."

Willy mulai panas dan terbawa oleh sikap Alden dan penonton yang kini menyorakinya. Tangannya terkepal erat di sisi tubuhnya, giginya gemeretak, rahangnya mengatup dan matanya mulai memerah, tanda emosinya yang meningkat.

"Wah...sepertinya tadi ada adu mulut antara Willy dan Alden ya?" bisik salah satu penonton.

"Bang Jago, semangat!"

"Senior kau pasti bisa aaaa...aku padamu."

"Senior Alden ayolah!" kode Roy pada Alden dengan nada berteriak di antara barisan penonton.

"Alden menang, kita juga dapat jatah, men!” lanjut Jordi yang juga teman Alden, berbisik kepada kedua temannya Roy dan Wendy.

"Yoi!" kata Wendy di sela-sela tawanya.

"Masih tentang balapan atau perkelahian?"

"Kita lihat saja apa yang akan terjadi selanjutnya."

Semua orang yang ada di sana sudah tidak sabar menunggu aksi apa yang akan dilakukan Willy saat turun dari motornya lalu berdiri di samping Alden yang masih di atas motor. Wajah tegang penonton pun terpampang juga.

Bugh!

Alden meringis pelan sambil menyentuh rahangnya yang terasa sangat perih, ia menatap tajam ke arah Willy dengan mata berkobar amarah yang tak terbendung lagi. Alden mendekati Willy dengan cepat dan satu pukulan keras pun mendarat di pangkal hidung Willy.

Bug!

Dengan gerakan seperti kilat, Alden kembali melayangkan pukulan keras ke arah wajah Willy yang membuatnya tersenyum sinis sambil menyeka darah segar yang keluar dari hidungnya.

Seketika Alden pun langsung mengangkat kasar kerah baju Willy yang membuat pandangan mereka saling bertatapan liar.

“Bagiku, kau bukan siapa-siapa. Kau hanyalah pecundang dan kau hanyalah benalu yang hinggap di keluargaku. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah memberikan rasa kasihanku pada benalu! Dan ibumu hanyalah pelacur, pelacur, dan penggoda!" hardik Alden lalu tersenyum sinis dengan nada menghina sambil menatap Willy dengan gigi gemeretak penuh kebencian.

Willy langsung menyeringai karena tidak terima dengan kata-kata kasar Alden yang mengungkit-ungkit ibunya.

"Anjing ... kau bajingan!" teriak Willy.

Seketika saja Willy pun langsung memukul Alden dengan keras lalu mengangkatnya dengan kuat, kemudian dengan penuh emosi ia membanting tubuh Alden dengan keras seperti layaknya karung beras.

Brukk..

Willy meludahi sosok Alden yang dengan tak kenal takut, meski Alden memiliki banyak dukungan. Willy punya nyali sendiri sehingga ia tidak akan pernah takut pada pria bernama Alden yang menurutnya hanyalah laki-laki payah yang selalu menghardik ibunya.

Willy melirik Alden dengan enteng. Ia berlutut dan menepuk pipi Alden yang memar dengan kasar.

"Kali ini aku tidak akan membunuhmu, tapi lain kali aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri!" ancaman Willy tidak main-main.

Alden hanya meringis lalu terbatuk-batuk setelah Willy berdiri lagi dan menginjak dada Alden dengan sangat keras sebelum akhirnya ia pergi, sungguh apa yang dilakukan Willy sangat kuat dan juga mengerikan.

Brumm..brummm...

Willy tancap gas, lalu melesat menjauh dari keramaian. Lalu beberapa teman Alden pun langsung membantunya. Meskipun ia disematkan sebagai pemenang balapan malam ini, namun baginya semuanya tak ada artinya karena ia kalah berperang dengan Willy.

"Shitt!" umpat Alden berteriak tak terima atas perlakuan Willy padanya.

"Tunggu sampai rumah, dan kau akan mendapat balasan." gumam Willy seraya mengendarai motor sambil tersenyum misterius.

Terpopuler

Comments

Atik Marwati

Atik Marwati

apa yang akan kau lakukan willy

2023-02-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!