Suara kursi roda didorong terdengar, hingga memecah kesunyian. Seorang pria paruh baya dengan rambut hampir putih tiba-tiba muncul dari kamarnya yang dibantu oleh seorang perawat lansia yang bekerja untuk merawat pria paruh baya tersebut. Usianya tak lagi muda namun pikirannya masih berfungsi dengan sangat baik, ia masih bisa mengingat semuanya, termasuk mengingat konflik rumit antara dirinya dan putranya sepuluh tahun lalu.
Pria paruh baya itu hanya tinggal seorang diri di sebuah istana megah yang seharusnya dihuni orang banyak di masa tuanya. Baik istri maupun anak laki-laki tidak pernah menemaninya selama bertahun-tahun ini dan karena itu ia merasa sangat kesepian. Ia merasa harta yang dimilikinya saat ini sangat tidak berguna, tidak ada yang bisa melanjutkannya. Namun ia selalu percaya bahwa anaknya pasti akan kembali, meski ia tidak tahu kapan mereka akan dipertemukan kembali.
Sementara pintu depan rumahnya terbuka lebar, dengan notaris dan juga pengacara berdampingan. Mereka datang atas permintaan pria paruh baya itu meski dengan cara yang sangat mendadak.
Pria paruh baya itu tersenyum dan tentu saja notaris dan juga pengacara membalas senyumnya dengan anggukan kepala yang ramah.
Akhirnya mereka terlibat perbincangan yang sangat serius di ruang tamu, sehingga notaris segera meletakkan beberapa lembar kertas dari folder tersebut di atas meja. Dengan senang hati setelah membacanya dengan seksama pria paruh baya itu langsung membubuhkan tanda tangannya diatas materai yang disaksikan oleh pengacara kepercayaannya. Setelah semuanya selesai, pria paruh baya itu langsung tersenyum lega karena ia merasa telah mengambil keputusan yang tepat.
"Terima kasih," kata pria paruh baya itu sambil berjabat tangan satu per satu pada mereka.
"Sama-sama, Tuan." jawab mereka dengan senyum ramah.
*****
Tak .. Tak .. Tak...
Derap langkah kaki di ubin terdengar sangat ritmis memecah kesunyian malam, seorang pria jangkung tampan bersetelan jas dan sepatu hitam mengkilat semakin mendukung penampilannya sebagai anggota dari mafia. Pemuda itu bernama Alden, ia adalah anggota mafia sekaligus tangan kanan Jeffry, Tuan besar 'Kalajengking Hitam'.
Alden berjalan begitu gagah dan percaya diri sambil merapikan dasi yang disematkan di kerah kemejanya, ia berjalan dengan bangga di lorong yang banyak didatangi bawahannya. Hingga terlihat jelas bagaimana lekukan bibirnya membentuk senyuman angkuh. Sesekali ia menyesap rokok di tangannya dengan penuh kharisma, hingga asapnya mengepul ke udara setelah ia hembuskan pelan-pelan.
Kini ia berada di sebuah mansion yang sangat mewah dengan banyak member yang mabuk ditemani dengan wanita ****** yang mereka sewa dan memenuhi mansion tersebut. Dan pemandangan ini bukanlah hal yang aneh, pemandangan seperti ini merupakan hal yang lumrah terjadi.
Ceklek!
Alden membuka pintu dengan berderit, tatapan dingin dari matanya yang tajam berhasil menciptakan kengerian tersendiri bagi anggota lain yang berada satu ruangan dengannya. Alden adalah yang paling terpercaya dan mudah diandalkan bagi Jeffry, karena ia bekerja dengan sangat baik.
Alden adalah seorang pria yang sangat cerdas dan penuh taktik yang tidak mudah dibaca musuh. Maka Jeffry pun tak pernah kecewa dengan pilihannya yang menempatkan Alden sebagai tangan kanannya menggantikan Daud yang pernah menjadi anggota kepercayaan Jeffry.
Semua anggota membungkuk seolah sedang memberi hormat atas kedatangan Alden, dan hanya Daud yang tidak pernah melakukannya. Daud hanya menyeringai jahat tetapi Alden tidak pernah memperhatikannya, karena baginya semua itu tidaklah penting untuk dipedulikan.
Daud sangat tidak menyukai kehadiran Alden di kelompok 'Kalajengking Hitam' selama tiga tahun terakhir, karena sosok Alden yang menurutnya telah berhasil merebut hati Tuan besarnya–Jeffry.
Memang, Daud selalu terang-terangan menunjukkan ekspresi tidak senang saat melihat kehadiran Alden. Alden tidak pernah memikirkannya karena yang terpenting baginya adalah ia bisa menghasilkan banyak uang dari pekerjaan yang menguntungkan ini.
Alden memiliki sisi gelap yang selalu dikucilkan oleh ayahnya, dan bahkan oleh lingkungannya karena ia tidak punya apa-apa, ayahnya selalu memandangnya sebelah mata dan cenderung menuduhnya selalu menghamburkan banyak uang dari harta orang tuanya, ia adalah sering dikucilkan bahwa hidup di bumi ini hanya membawa kesengsaraan dan tidak akan pernah bisa sebesar ayahnya. Dan karena itu, Alden sering menjadi bahan gosip dan dipandang rendah, hingga ia pun menjadi gelap mata dan memutuskan untuk bergabung dengan kelompok kriminal.
"Selamat datang kembali Bos Alden dan selamat karena Bos telah membunuh Dirly." sambut pria bertato tepat di depannya.
"Terima kasih, lain kali kau beritahu temanmu yang ada di ujung sana untuk selalu menghormati ku. Kalau tidak, jangan salahkan aku jika aku memotong lehernya." ujar Alden tegas, serupa sindiran halus untuk Daud yang sedikitpun tak menoleh.
Pria bertato itu tidak menjawab, ia hanya mengangguk ragu seolah ia juga tidak berani mengatakannya pada Daud. Seolah ia masih mengapresiasi Daud yang dulu memang pernah memegang posisi tangan kanan 'Kalajengking Hitam' sebelum digantikan Alden.
Alden tersenyum kecut seraya mendelik sinis ke arah Daud lalu ia pun melanjutkan langkahnya.
Daud mendesis. "Sebentar lagi aku akan menyingkirkanmu dan membunuhmu! Lalu aku akan memberikan tubuhmu pada burung gagak, agar bangkaimu tidak tertinggal sama sekali, dasar pecundang!" Daud bermonolog sendirian kemudian ia pun tersenyum miring.
Rupanya apa yang baru saja dikatakan Daud sampai ke telinga Alden, meski terdengar samar tapi ia cukup yakin bahwa Daud sedang membicarakannya.
Akhirnya langkanya pun berhenti tiba-tiba, lalu ia pun menoleh ke arah Daud dengan tatapan tajam, rahang mengatup, lalu tersenyum misterius.
"Daud, apakah kau sedang membicarakan aku?!" tanya Alden keras dan terdengar garang.
"Apa? Aku pikir kau harus memastikan bahwa nyawamu takan pernah melayang. Bekerjalah sesuai yang kau inginkan, puaskan semuanya sebelum aku merenggut nyawamu di kemudian hari. Menurutku kau memang pria yang sangat payah!" Daud menyindir pelan sambil tertawa kecil.
“Sebelumnya aku tidak pernah memberimu pelajaran. Jadi lebih baik hari ini, kau berhak mendapat sedikit pelajaran dariku!” seringai licik Alden kini terpampang di wajahnya, tapi Daud sepertinya meremehkannya.
"Kau pikir aku takut pada gertakan?" tantang Daud santai lalu tersenyum kecut.
Alden tersenyum kecil, lalu perlahan ia pun berjalan menghampiri Daud. Sementara yang lain terlihat ketakutan saat melihat Alden marah seperti itu. Wajahnya menyala, tatapannya garang, lalu bak seperti kilat Alden pun langsung memukul Daud dengan satu pukulan tepat di pangkal hidungnya hingga berdarah.
Bug!
Daud meringis kesakitan, namun seolah tak mau berhenti begitu saja, Alden kembali menyerang Daud tepat di bagian perut dan juga memukulnya dengan sesuka hati, seperti sedang memukul layaknya memukul samsak, ia meninju berulang kali hingga membuat Daud berteriak yang tak dihiraukan Alden.
Bug!
Bug!
Bug!
Pukulan Alden selanjutnya mengirimkan pukulan dahsyat tepat ke ulu hati Daud, sehingga semburan darah segar pun keluar dari mulutnya. Dan pada saat itu, tubuh Daud pun langsung ambruk dalam hitungan detik. Sedangkan mereka yang menyaksikan hanya bisa menelan ludahnya ketakutan tanpa membantu apapun, sedangkan Alden langsung meludahi wajah Daud seraya menginjak dadanya dengan kaki.
"Cuihh.."
Bugh!
"Uhuk .. Uhuk…"
Daud terbatuk-batuk seraya berusaha melepaskan kaki Alden yang masih berada di atas dadanya, namun kekuatannya sama sekali tak bersisa.
"Apa kalian lihat?! Beginilah jadinya, kalau kalian semua meremehkanku! Aku tidak akan segan-segan menghancurkan siapapun! Jangan pernah bertarung dan jangan pernah berpura-pura menjadi juara! Apa kalian mengerti, hah?!" Alden berteriak sangat keras, sehingga yang lain menundukkan kepala dengan ketakutan.
"Siap Bos, mengerti!" kata yang lain serempak.
"Bagus!" komentar Alden murka lalu ia pun menendang tubuh Daud yang sudah terkapar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Atik Marwati
ngeri....ngeri..ngeri..Alden
2023-02-04
1