Demi Kesembuhan Ibu

Dara menghela nafas, sebuah pilihan yang cukup sulit sebenarnya. Dia tidak begitu tertarik untuk menjadi caddy alias pramugolf. Selain Dara tidak begitu paham sistem permainan golf, seorang caddy kerap kali dipandang sebelah mata bagi sebagian orang.

Tapi, saat ini dia membutuhkan banyak uang untuk pengobatan ibunya. Tidak mungkin juga dia akan merepotkan Shyna terus, meskipun Shyna sendiri tidak keberatan.

Bagi Shyna mengeluarkan uang untuk pengobatan Bu Nisa  sangatlah mudah, bahkan uang bulanan Shyna dari sang ayah melebihi biaya pengobatan ibunya Dara itu.

"Baiklah, aku terima tawaranmu itu." Pungkas Dara memberikan keputusan.

Shyna tersenyum dan memeluk sahabat lamanya itu, sejak lulus SMA Dara memang sengaja menjauhi Shyna. Karena Dara tidak ingin berhutang budi terlalu banyak terhadap Shyna dan keluarganya.

Namun sepertinya Tuhan masih mempercayakan Shyna dan keluarganya sebagai perantara untuk menolong Dara dan ibunya.

Jadi meskipun Dara sudah menghindar, bahkan sampai pindah rumah sekalipun, dia tetap dipertemukan dengan Shyna.

"Oke, sekarang aku pulang dulu untuk mengambil rekamannya. Nanti aku kembali lagi sekaligus membawa seragam caddy yang harus kamu gunakan saat bekerja nantinya."

Dara menganggukan kepalanya, " Terima kasih banyak ya, Na. Lagi-lagi aku merepotkan kamu."

"Nggak,Ra. Aku nggak pernah merasa direpotkan, justru aku merasa senang karena bisa membantu. Paling tidak uang jajanku sedikit berguna, bukan cuma untuk shopping."

Mereka berdua tergelak, akhirnya Shyna pamit kepada Bu Nisa yang masih terbaring kaku di ranjang pesakitan.

Dara menatap punggung Shyna yang menghilang di balik pintu. Dia menarik sudut bibirnya.

"Lihat, Bu. Kita merepotkan si anak sultan kembali. Tapi ibu tenang saja, karena kali ini Dara tidak akan menerima bantuan Shyna dengan cuma-cuma. Ibu nggak keberatan 'kan jika Dara harus bekerja sebagai pelayan di klub golf milik papahnya Shyna?"

Bu Nisa hanya mengerjap-ngerjapkan netranya dan sedikit menganggukan kepala. Dara tersenyum dan langsung memeluk satu-satunya keluarga yang dia tahu itu.

Dibalik pelukannya sebenarnya Dara tengah menangis, dia tidak menduga ibunya harus terbaring tak berdaya seperti ini.

'Ini semua gara-gara Bapa. Coba saja Bapa tidak meninggalkan kami, Ibu tidak akan kepikiran dan punya riwayat darah tinggi. Awas saja kalau aku ketemu Bapa, aku tidak akan memaafkannya.'

Dara membatin seraya mengepalkan tangannya, dia benar-benar marah dengan keadaan saat ini.

Dara merawat Bu Nisa dengan telaten di ruangan yang begitu nyaman itu. Bagi orang sekelas Dara, jika dirawat dirumah sakit palingan akan dimasukan ke ruangan kelas tiga alias satu kamar rame-rame.

Dia berdecak kagum menatap ruang rawat yang lebih mirip kamar hotel. "Ini baru kelas medium, bagaimana kelas VVIP?" Gumamnya seraya geleng-geleng kepala.

Sore harinya Shyna benar-benar kembali datang dengan membawa barang-barang yang sudah janjikan pada Dara.

Saat dia datang Bu Nisa sedang terlelap, sehingga Shyna memelankan suaranya. "Hai, Ra. Ini coba kamu pakai dulu, pas apa nggak? Ukuranmu masih sama denganku 'kan?"

Shyna menatap tubuh Dara yang memang masih sama, hanya bagian dada dan belakang yang sepertinya bertambah volume.

"Wuh, ternyata kamu jauh lebih seksi dari aku." Goda Shyna sambil mengedipkan satu netranya.

"Ish, genit amat sih kamu." Sungut Dara seraya melempar buah jeruk yang tergeletak di nakas.

Beruntung Shyna bisa langsung menangkapnya. Meskipun Dara mengenakan pakaian tertutup, tetapi tubuh seksinya tetap terlihat.

"Udah, buruan sana dicoba dulu, kan nggak mungkin juga besok harus membenarkan ukuran sebelum bekerja?"

Dara terbelalak, "Besok? Maksud kamu aku sudah mulai bekerja besok?"

Shyna tersenyum seraya menaik turunkan kedua alisnya. "Aku sudah bilang sama Papah, kata Papah kamu bisa langsung mulai kerja besok."

Dara semakin terkejut, "Please deh, Na. Aku bahkan belum tahu sistem kerjanya, masa sudah main diterima saja? Nggak ada acara melamar pekerjaan atau interview kek paling tidak untuk formalitas."

Shyna menggelengkan kepalanya, "Nggak perlu, Na. Papah kan sudah tau kamu, secara fisik kamu sudah sangat memenuhi standar sebagai seorang Caddy, masalah skill bisa diasah sambil jalan katanya."

Dara menggaruk kepalanya, jujur dia bingung harus merasa bangga atau tidak memiliki tubuh yang proporsional seperti itu. Dengan tinggi badan 165cm, kulit putih bersih bahkan berat badan selalu ideal meskipun pola makannya sering berantakan. 

Tubuh macam Dara itu begitu mudah untuk masuk dunia semacam Caddy, permodelan atau bahkan pramugari sekalipun. 

Namun sayangnya Dara tidak tertarik dengan pekerjaan yang terkesan menjual fisik seperti itu. Dia lebih suka pekerjaan kantoran dan semacamnya, hanya saja kondisinya yang hanya lulusan SMA cukup sulit mendapatkan pekerjaan impiannya itu. 

Meskipun sebenarnya Dara termasuk kategori cerdas, tetapi rival dalam mencari pekerjaan kebanyakan memiliki title, jadi Dara sudah kalah satu langkah dengan mereka. 

Melihat Dara yang masih berdiam diri sembari menatap paperbag berisi seragam kerjanya besok, membuat Shyna geregetan dan akhirnya menyeret Dara ke kamar mandi. 

"Eh, Na. Kamu apa-apaan sih?" Protes Dara sambil melepaskan cengkeraman Shyna. 

"Lah kamu disuruh nyobain baju malah bengong aja, gimana sih?"

Dara melenggang ke tempat duduk, "Nggak perlu dicoba lah, ukurannya sudah pas sama kamu 'kan?" Melihat Shyna mengangguk membuat Dara semakin yakin. "Ya udah berarti pas juga di badanku, ngapain dicoba lagi?"

Shyna tertegun, tapi dia tak ingin berdebat dengan Dara hanya karena masalah baju saja, akhirnya dia mengiyakan saja. 

"Ya udah terserah kamu aja deh," Shyna beralih mengambil ponselnya dan membuka rekaman yang sudah sempat dia salin dari dokumen tentang cara kerja pramugolf. 

"Ini, lihat baik-baik cara kerja mereka." Ucap Shyna seraya menyodorkan ponselnya. 

Dara terbelalak saat melihat seorang caddy yang sedang menyetir. "Lah, aku harus bisa nyetir mobil juga?"

"Ini bukan mobil seperti pada umumnya, Ra. Buggy car alias mobil golf ini cuma dikendarai di lapangan, asal bisa mengatur gas dan rem kamu sudah bisa mengelilingi lapangan mengajak tuan kamu menikmati pemandangan yang ada."

Nyali Dara semakin ciut, dia bahkan tidak bisa mengendarai motor matic sekalipun. "Duh, Na. Kayaknya aku bakalan mundur aja deh."

"Dara! Kamu jangan membuat papahku marah ya, nama kamu sudah dimasukkan daftar kerja besok, dan besok kamu sudah harus menemani tuanmu bersama salah satu senior."

Dara membulatkan netranya hingga nyaris terlepas dari tempatnya. Kini dia tidak mungkin mundur lagi, mau tidak mau dia harus mencoba dan menjalani tugas sebagai seorang caddy besok. 

Hanya masalah menyetir buggy yang memberatkan Dara, jika membawakan tas atau sekedar memungut bola baginya cukup mudah. 

"Na, tolong jagain ibu bentar ya. Aku mau browsing tentang golf dulu, jadi butuh konsentrasi penuh."

"Dih, lebay kamu mah, kaya mau ujian aja."

Dara meringis menunjukkan deretan gigi putihnya, dia kemudian duduk sambil memperhatikan video yang sudah berhasil dia unduh. 

Hampir satu jam Dara menonton permainan golf, bukannya paham dia malah jadi pusing. "Gimana, Ra? Udah paham?"

Dara menggeleng lemah, kemudian menyandarkan kepalanya. Dia pasrah untuk hari pertama kerja besok. 

****

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!