"Ra, bangun!" Seru Shyna seraya mengguncangkan tubuh sahabatnya itu. Setelah browsing tentang permainan golf, Dara tertidur hingga pagi.
Shyna terpaksa harus menginap di rumah sakit, untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu Bu Nisa butuh sesuatu. Dia tidak tega membangunkan Dara yang terlihat begitu lelah dan lelap.
Lagipula Shyna malah senang, dia jadi punya kegiatan. Biasanya pekerjaannya hanya main dan shopping setiap hari, itulah mengapa dia suka bergaul dengan Dara.
Shyna jadi mengerti arti kehidupan jika sering bersama dengan Dara, semenjak Dara menjauhinya pasca lulus SMA, Shyna yang rajin kembali berubah menjadi malas dan tidak menghargai waktu.
Itu juga salah satu alasan bagi Tuan Robert tidak perlu pikir panjang, saat Shyna merekomendasikan Dara untuk bekerja di klub golf miliknya.
Berkat Dara, putri kesayangannya perlahan memiliki sifat yang manusiawi, tidak semena- mena seperti sebelumnya.
Dara menggeliat dan mengucek netranya saat tidur lelapnya merasa terganggu. "Apa sih, Na? Kalau kamu juga ngantuk tinggal tidur aja."
Hooam!
Shyna geleng-geleng kepala melihat Dara yang masih terlihat mengantuk, padahal sudah cukup tidur.
"Woy, lihat sudah jam berapa?" Shyna kembali berseru seraya menyodorkan layar ponselnya yang menunjukkan pukul tujuh pagi.
Dara mengernyit seraya menatap lekat layar ponsel tersebut, sontak dia terbelalak. "Hah? Ini sudah jam tujuh pagi, Na?"
Shyna menganggukan kepala, dan kamu hanya memiliki waktu satu jam untuk bersiap dan sampai di klub.
Dara benar-benar tidak menyangka dirinya bisa ketiduran selama itu, bahkan dia belum sempat makan malam kemarin.
"Kenapa kamu baru bangunin aku sih, Na?" Keluh Dara seraya bangkit dan menuju kamar mandi.
Dara mandi dengan kecepatan kilat, "Aduh, aku nggak bawa baju ganti lagi. Gimana dong, Na?" Keluh Dara dari balik pintu kamar mandi, hanya kepalanya yang sedikit disembulkan keluar.
"Wah, aku juga nggak bawa, Ra. Kan aku juga belum pulang dari kemarin." Shyna tiba-tiba teringat sesuatu, dia segera mengambil paper bag yang tergeletak di ujung sofa.
Shyna menyodorkan paper bag tersebut, "Langsung pakai seragam kerja saja, jadi disana nggak perlu ganti baju lagi kan?"
Dara mengacungkan jari telunjuknya tanda setuju, daripada harus memakai pakaian yang sudah dibawa tidur semalaman, lebih baik langsung pakai baju kerja bukan?
Dara langsung meraih paper bag, "Thanks, Na," Ucapnya seraya kembali menutup pintu kamar mandi.
Shyna menghela nafas, Dara yang terburu-buru, dia yang ikutan engap.
"Aaahhh! Shyna!"
Shyna terkejut, baru saja dia akan kembali duduk disamping Bu Nisa, tiba-tiba terdengar teriakan Dara yang cukup memekakan telinga, padahal kondisinya sedang berada di dalam kamar mandi.
Bagaimana jika Dara sedang di depan Shyna? Mungkin telinga Shyna langsung berdengung karena saking kerasnya teriakan sahabatnya itu.
Shyna sontak menerobos masuk ke kamar mandi, kebetulan Dara lupa untuk kembali menguncinya. "Ada apa sih, Ra?" Shyna mengernyit saat melihat Dara sedang berdiri di pojokan sambil menutupi tubuhnya dengan handuk rumah sakit yang baru saja dia gunakan.
"Kamu nggak salah ini seragam untuk kerja?" Dara menyingkirkan handuk yang digunakan untuk menutupi tubuh, dengan ragu-ragu.
Sebuah dress putih dengan kancing hidup full di bagian depan, terlihat begitu pas di tubuh Dara. Dengan panjang sepuluh senti meter diatas lutut membuat Dara semakin terlihat seksi.
Apalagi bagian depan dan belakang Dara memang sudah seksi, dengan mengenakan dress tersebut tentu saja membuat mata para pria langsung tertuju kesana.
Shyna mengernyit, "Ya, itu memang seragam para caddy di club golf papahku. Kenapa kamu terkejut begitu?"
Dara geleng-geleng kepala tidak percaya, "Kamu jangan coba-coba menjebakku Shyna, aku masih ingat betul seragam caddy di tempat papah kamu. Dulu kan kita sering main ke club kalau pulang sekolah."
Shyna tergelak, "Ya ampun, Dara. Itu berapa tahun yang lalu? Bahkan club golf saja sudah mengalahkan berbagai perubahan, tentu seragam juga sudah dua sampai tiga kali ganti."
Dara masih menatap Shyna penuh selidik, hal itu membuat Shyna geregetan dan segera mengambil ponselnya yang berada di tas.
"Nih, kamu lihat kan? Ini foto keluargaku bersama semua para caddy. Masih nggak percaya?"
Dara terbelalak, "Kenapa kamu tadi saat memberikan rekaman para caddy yang bekerja masih menggunakan seragam lama?"
Shyna menghembus kasar, memiliki teman yang sangat kritis memang terkadang menguras energi untuk menjelaskan segala sesuatu dengan detail.
Akhirnya Shyna harus sabar menerangkan bahwa rekaman tersebut memang rekaman lama, masa iya harus merekam setiap kali ada pergantian seragam?
Dara mengangguk paham, "Ya sudah buruan make-up, nanti kamu semakin terlambat. Klien hari adalah orang-orang yang sangat berpengaruh di club, jadi tolong jangan mencari masalah."
"Ah, kamu belum apa-apa sudah bikin aku takut, Na." Keluh Andara. Mereka berbicara sambil keluar dari kamar mandi, lantas Dara segera menguncir rambut panjangnya dan mengenakan topi seragam.
Tidak lupa dia memakai sepatu yang Shyna bawakan juga, semua seragam di berikan cuma-cuma oleh Tuan Robert. Padahal kalau orang yang benar-benar melamar kerja sebagai caddy, harus membayar uang seragam dengan memotong gaji pertama mereka.
"Aku berangkat dulu ya, Na. Nitip ibu sebentar." Ucap Dara sambil meraih tas selempangnya.
"Eh, tunggu-tunggu!"
Dara yang sudah berjalan sampai depan pintu kembali menoleh, "Apa lagi sih, Na? Nanti aku telat, ini hari pertamaku kerja."
Shyna berjalan mendekati Dara dan memperhatikan wajah sahabatnya itu, "Kamu yakin akan seperti ini dalam bekerja?"
Dara mengernyit, dia menatap pakaian serta sepatu yang dia kenakan. "Shyna, kan tadi kamu sendiri yang bilang katanya sekarang seragamnya begini. Kenapa malah balik tanya?"
Shyna semakin geregatan, dia segera menarik tangan Dara agar kembali duduk di sofa. Shyna mengambil tasnya dan mengeluarkan peralatan make-up yang selalu ada di tasnya.
Dara menahan tangan Shyna yang sudah siap membuat wajahnya sedikit berbeda. "Kamu mau ngapain, Na? Kamu tau sendiri kan aku nggak suka begituan?"
"Ini bukan waktunya melakukan sesuatu yang kamu suka Andara Chikita. Jadi caddy sudah pasti dituntut tampil cantik dan menarik."
Shyna tetap melanjutkan aktivitasnya untuk memoles wajah sahabat yang paling kritis itu. Mendengar ucapan Shyna, Dara akhirnya pasrah.
Meskipun dia merasa risih setiap kali wajahnya menggunakan make-up, dia terbiasa hanya menggunakan pembersih dan pelembab muka, selebihnya dibiarkan terlihat natural.
"Nah, kalau begini kan lebih enak dipandang mata." Gumam Shyna merasa puas dengan hasil karyanya di wajah Dara.
Dara segera meraih cermin kecil yang tergeletak di tas make-up Shyna. Dia tercengang melihat pantulan dirinya di cermin.
"Na, ini beneran aku?"
Shyna tersenyum dan mengangguk pelan, "Gimana? Suka kan? Kamu tenang aja, aku nggak mungkin membuatmu terlihat menor seperti ondel-ondel. Cukup flawless aja biar lebih fresh."
Dara ikut tersenyum dan mengangguk setuju, "Thanks, Na. Baru kali ini aku suka melihat wajahku di poles."
Shyna tergelak, "Udah, sana berangkat. Ini ongkos buat naik taksi, nggak mungkin kan kamu pakai begituan naik angkot?"
Dara segera meraih uang tersebut, terimakasih Shyna cantik. Kini Dara menghampiri ibunya yang masih betah dialam mimpi.
"Bu, Dara berangkat kerja dulu ya. Do'a ini Dara semoga bisa bekerja dengan baik dan bisa bayar pengobatan Ibu."
Netranya mulai berkaca-kaca, tak ingin membuat karya Shyna menjadi rusak karena air matanya, Dara segera beralih melambaikan tangan pada Shyna, kemudian melenggang pergi.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments