Bab 2 Ibu mertua

Matahari sudah mulai meninggi, dua tubuh polos itu masih tenggelam dalam mimpi indahnya. Semalam mereka telah menghabiskan banyak tenaga untuk menikmati momen malam pertama mereka. Mereka baru saja tidur di waktu subuh dan melupakan kewajiban mereka untuk shalat subuh. Zara mulai menggeliat dan mencari posisi yang lebih nyaman lagi di pelukan Reydan. Tapi tiba tiba ia membuka matanya, Zara melihat ke luar jendela yang sudah menunjukkan pagi yang cerah. ia mendongakkan kepalanya dan melihat bahwa suaminya masih tertidur pulas. Mengingat kejadian semalam Zara tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum. Semalam Reydan benar benar melakukannya dengan lembut.

Reydan mulai bergerak kecil dengan mata yang setengah terbuka, merasa  ada yang melihatnya dia pun langsung membuka mata.

“Selamat pagi sayang,” sapanya saat matanya sudah terbuka dengan sempurna. Zara tersenyum kemudian mengecup pipi Reydan. “pagi juga Mas.”

“Kok Cuma di pipi, bibirnya juga dong sayang,”

“Udah dong mas kan semalam udah. Lebih baik kita bangun sekarang. Pagi ini kita pesan makanan dulu aja ya. Nanti siang baru kita belanja bulanan.”

“Yaudah deh, aku mandi duluan ya. Kamu pesan aja dulu makanannya.”

“Iya,” jawab Zara.

Reydan mengangguk kemudian menyingkap selimutnya dan turun dari kasurnya berjalan ke arah kamar mandi. Zara menutup wajahnya ketika melihat tubuh polos itu. Meskipun semalam sudah melihatnya tetap saja dia malu. Zara hanya bisa  beristighfar dalam hatinya. Dari pada dia berlama lama di kasur lebih baik sekarang ia mencari pakaian yang semalam dilempar Reydan.

“Awshhh” ringisnya saat turun dari ranjang.

Zara merasa kesakitan di bagian kewanitaannya. Ia terpaksa berjalan dengan pelan pelan karena masih belum terbiasa. Setelah mengambil bajunya kembali, Zara langsung memakainya dan baru setelah itu ia menyiapkan pakaian Reydan. Pada saat ia menyiapkan pakaian Reydan, tiba tiba bel rumahnya bebunyi. Zara langsung bergegas turun untuk membukakan pintu. Dalam hatinya ia bertanya tanya mengenai siapa yang datang pagi pagi seperti ini.

Saat ia membuka pintu, seorang wanita paruh baya tampak berdiri di hadapannya dengan membawa rantang makanan di tangannya.Wanita itu langsung tersenyum saat melihat Zara.

“Loh, Mama. Kenapa mama gak bilang dulu mau datang?” heran Zara. Wanita yang berdiri di hadapannya saat ini adalah Asri, ibunya.

“Mama kan sudah ngirim pesan tadi sebelum datang kesini, kamunya aja yang belom ngecek hp. Lagian mama cuma mau ngantar makanan buat kalian aja kok. Mama tau kalian pasti gak masak karena belum belanja.” Jawab Asri.

“Ya udah ayo Mama masuk dulu. Zara masih baru bangun Ma. Jadi rumah masih belum sempat diberesin.” Zara membukakan pintunya dengan lebar dan membiarkan ibunya masuk.

Asri masuk sambil melihat lihat isi di dalam rumah anak dan menantunya itu. Ia memang sudah pernah kesini tapi Asri tidak melihat secara detail mengenai rumah itu. Setelah ia perhatikan lagi, rumah yang mereka tinggali ternyata lumayan besar meskipun kelihatannya sangat sederhana. Di ruang tamu ada tiga buah sofa lengkap dengan bantalnya dan televisi. Ruang keluarnya juga terlihat lebih nyaman daripada ruang tamu. Meski begitu, Asri yakin di dalam kamar mereka pasti lebih nyaman dari pada tampilan luarnya.

“Di mana dapurnya? Mama mau nyiapin makanannya dulu. Kamu layani dulu suami kamu sana!?”

“Mas Reydan lagi mandi, mungkin sebentar lagi akan turun, ayo biar Zara bantuin Ma”

Zara mengambil alih rantang makanan yang dibawa Asri, ia membawanya ke dapur dengan berjalan pelan pelan. Asri mengernyitkan keningnya melihat cara jalan putrinya yang aneh. Namun, sepertinya ia mengerti kenapa Zara  seperti itu. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya saja sambil mengikuti Zara ke dapur.

Reydan baru saja selesai mandi, dia langsung mengambil pakaian yang sudah disiapkan istrinya. Dengan cepat dia memakainya dan bergegas turun ke bawah untuk sarapan pagi. Reydan mengira Zara sudah selesai memesan makanannya. Reydan menuruni anak tangga dan berjalan menuju ke dapur mencari keberadaan Zara. Setibanya di dapur ia melihat istrinya yang sibuk mempersiapkan makanan, Reydan menghampiri dan memeluknya dari belakang sehingga membuat Zara terkejut.

“Pesan makanan apa?” tanyanya dengan mengeratkan pelukannya pada pinggang Zara.

Tanpa menoleh pun Zara sudah tau siapa yang memeluknya. “Ini mama nganterin makanan jadi aku gak jadi pesan deh,” jawab Zara sambil memindahkan ayam gorengnya ke piring yang sudah disediakan.

Reydan mengangkat sebelah alisnya dengan bingung. “Mama datang kesini?”

“Iya, coba kamu lihat di belakang.”

Reydan menurut, ia melepaskan pelukannya dan menoleh ke belakang. Dan benar saja, mertuanya benar benar ada di sana. Asri tersenyum tipis melihat reaksi Reydan yang kikuk karena kepergok mesra dengan istrinya.

“Eh Mama, kapan datang ma?” sapa Reydan langsung sambil menyalami Asri.

“Baru aja datang kok. Mama sama Zara udah nyiapin sarapan. Lebih baik kalian segera makan.”

“Loh, Mama gak ikut sarapan?” heran Reydan yang juga diangguki Zara.

“Mama sebenarnya cuma mau ngantar makanan aja, tapi berhubung anak mama lagi susah jalan ya sudah mama ikut bantuin aja,” ungkap Asri sambil melirik ke arah Zara yang sudah tertunduk malu.

Reydan juga ikut salah tingkah meskipun hal itu ditujukan kepada Zara, tapi tetap saja dia pelaku utamanya.

“Ya sudah kalau gitu Mama pulang ya. Nanti kapan kapan mama sama papa datang kesini lagi.”

“Biar Reydan antar sampai ke depan, Ma” putus Reydan pada akhirnya.

Zara langsung memeluk ibunya kemudian mengecup pipi kanan kirinya. Rasanya kata terima kasih saja tidak cukup untuk diberikan kepada Asri yang sudah merawatnya sejak dalam kandungan. Zara benar benar sangat menyayangi ibunya, tapi bukan berarti dia tidak menyayangi ayahnya. Keduanya adalah seseorang yang paling dicintainya di dunia ini.

“Mama jaga kesehatan ya, Zara sayang sama mama. Maaf kalau selama ini Zara suka membuat mama susah. Sekarang Zara sudah dewasa, surga Zara pindah ke Mas Reydan. Terima kasih sudah merawat Zara dengan baik.” ucap Zara dengan mata yang berkaca kaca.

 Asri memeluk Zara dengan lebih erat lagi sambil mengelus rambut putri semata wayangnya itu.

“jangan nangis dong, malu sama suami kamu tuh,” ledek Asri sambil menghapus air mata Zara dengan tangannya. Reydan hanya tersenyum melihat sikap manja istrinya.

Zara melepaskan pelukannya kemudian menatap Asri lagi. “pokoknya Mama harus sering sering kesini ya. Zara pasti bakalan kangen sama omelan Mama.”

“Yakin kamu Mama harus sering datang kesini?” tanya Asri.

Zara mengangguk.

“Ya sudah Mama pulang ya sayang, kamu baik baik disini sama Reydan. Jangan membantah sama suami.”

Setelah mengatakan hal itu Asri bergegas pulang dengan diantar Reydan sampai ke depan. Zara langsung menunggu Reydan di meja makan dengan wajah yang sembab. Sekarang ia merasa lega setelah mengungkapkan isi hatinya. Sebenarnya Zara ingin mengatakan hal itu dari kemarin namun tak sempat karena banyaknya tamu undangan dan lagi pula kemarin Asri sibuk membaur dengan besannya yaitu kedua orang tua dari suaminya, Reydan.

Reydan kembali setelah mengantar ibu mertuanya. Ia menarik kursi dan memutuskan untuk duduk di samping Zara. Zara dengan cekatan mengambilkan nasi dan lauk pauknya untuk Reydan. “Mau sambal gak mas?” tanya Zara.

“Boleh deh tapi jangan banyak banyak ya.”

“Iya Mas.”

Setelah mengambilkan untuk Reydan, Zara juga mengambil untuk dirinya sendiri. Ia mengambil secukupnya kemudian mulai makan.

 

Siang hari

Sesuai dengan apa yang dikatakannya semalam, siang ini Reydan benar benar menemani istrinya untuk belanja bahan masakan dan keperluan lainnya. Dengan naik motor mereka pergi ke tempat tujuan. Zara tidak mengeluh meskipun ia harus kepanasan karena naik motor. Ia memahami kondisi suaminya yang masih belum stabil dalam segi ekonomi. Biaya nikah mereka saja juga mendapat bantuan dari kedua orang tua mereka. Mereka baru lulus kuliah jadi masih wajar jika belum mempunyai ekonomi yang cukup. Zara memeluk erat tubuh Reydan dan menyandarkan kepalanya di sana. Reydan melihatnya dari kaca spion, rambut Zara yang berterbangan meskipun memakai helm membuatnya terlihat menggemaskan. Dalam hati dia  bersyukur karena Zara bisa memahami keadaannya. Ia berjanji pada dirinya sendiri agar secepatnya mencari pekerjaan. Zara memang tidak menuntut apa apa darinya tapi bukan berarti dia akan diam saja.

Reydan menghentikan motornya di salah satu supermarket yang terkenal di daerahnya. Ia langsung memarkirkan motornya sembari melepaskan helmnya. Begitu pun juga dengan Zara. Reydan mencabut kunci motornya kemudian menggandeng tangan Zara dan mengajaknya masuk. Zara langsung mengambil troli belanjaan dan mencari bahan bahan masakan yang dia cari.

“Mas, mau udang gak?” tanya Zara sambil menunjuk ke arah udang yang masih fresh.

“Boleh deh, tapi kan kamu alergi udang”

“Ya Mas aja yang makan, aku kan bisa makan yang lain nanti,”

Tanpa menunggu persetujuan Reydan, Zara mengambil dua bungkus udang kemudian dimasukkan ke dalam trolinya. Zara melanjutkan langkahnya dengan ditemani Reydan yang mendorong trolinya.

Tak terasa mereka sudah menghabiskan waktu satu jam hanya untuk memilih bahan masakan dan yang lainnya. Tentu saja karena ada banyak perdebatan antara Reydan dan Zara. Seperti sekarang ini, Reydan menghela nafasnya melihat istrinya yang hanya mengambil apa yang dibutuhkannya. Sejujurnya Reydan tidak masalah jika Zara memang ingin membeli apa yang diinginkannya. Toh uang Reydan adalah uang Zara juga. Dia sempat memaksa Zara untuk berbelanja sesuai keinginannya akan tetapi Zara menolak mentah mentah.

“Mas, ayo kita bayar dulu!” ajak Zara sambil berusaha menarik tangannya.

 Reydan terdiam sambil menatap mata Zara “Kamu yakin hanya ingin belanja ini saja? Bukankah make up dan skincare mu juga sudah hampir habis. Kalau mau beli, beli aja sayang. Aku memang belum mendapat pekerjaan tapi bukan berarti aku tidak bisa memenuhi kebutuhanmu.”

Zara terdiam sejenak kemudian menggenggam tangan Reydan dan menatapnya dengan penuh cinta. Sedari tadi suaminya itu selalu memaksanya untuk berbelanja sesuai keinginannya. Zara bisa mengerti kekhawatiran suaminya. Dia hanya ingin mencoba bertanggung jawab dengan kebahagiaannya. Tapi Zara juga bukan tipe orang yang boros. Lagi pula skincarenya masih ada meskipun hanya tersisa sedikit. Zara tersenyum kemudian berkata.

“Bukannya Zara menolak apa yang ingin Mas berikan, tapi untuk saat ini Zara masih belum butuh. Nanti kalau udah benar benar habis aku pasti beli kok. Maaf ya mas, bukannya aku gak mau ngehargain usaha Mas.

Reydan mengangkat tangannya dan mengelus puncak kepala Zara dengan lembut. Dia sampai bingung harus mengatakan apa. Memiliki Zara dalam hidupnya merupakan hal terindah baginya. Reydan tau wanita seperti Zara memang tidak banyak. Ia pengertian dan bisa menerima keadaan Reydan dengan sepenuh hati. “Ya sudah kalau gitu kita bayar terus pulang.” Ucap Reydan pada akhirnya.

“Iya Mas.”

 

Terpopuler

Comments

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

aku mampir Thor..

2023-02-24

0

Nina Har

Nina Har

lanjut lg dong thooor

2023-01-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!