...Jika hati kita berat untuk memuliakan orang lain, sekurang-kurangnya jagalah lisan menghina orang lain~Al-Habib Zainal~...
"Umi tidak setuju bila Fariz di jodohkan dengan Liza!"
Umi Fardah bangkit dari tempat duduknya. Abah Hasan dan Fariz mendongak menatap umi Fardah.
"Memangnya kenapa, Mi? Padahal bagus kalau Fariz di jodohkan dengan Liza. Apalagi Muhsin sahabat dekat Abah," ucap abah Hasan.
Umi Fardah menggeleng pelan."Abah lupa, bila Liza itu janda? Umi tidak mau Fariz menikahi janda muda itu. Apa kata orang-orang kalau tahu anak lelaki kita menikahi Liza! Padahal masih banyak gadis lain di luaran sana."
"Janda itu hanya status Umi, tidak berpengaruh apa-apa pada kehidupan Fariz setelah menikahi Liza. Umi jangan terlalu mendengarkan ucapan buruk orang-orang," balas abah Hasan.
"Sudah Umi, jangan meributkan hal ini. Aku juga sudah setuju bila di jodohkan dengan Liza dan aku tidak masalah dengan statusnya sekarang. Tidak ada salahnya menerima perjodohan ini." Kini Fariz buka suara, membuat umi Fardah terdiam sejenak.
"Tapi Umi tidak suka dengan Liza. Wanita yang begitu tertutup dan tidak bisa bergaul seperti kebanyakan wanita lainnya. Umi hanya tidak ingin kau menyesal dikemudian hari setelah menikahi Liza." Lagi-lagi umi Fardah melontarkan penolakannya.
"Tidak akan ada penyesalan bila menikah tujuannya untuk ibadah karna Allah. Bila sudah jodoh, Allah memiliki banyak cara untuk menyatukannya, Mi. Meski orang-orang memandang buruk Liza karna statusnya, itu tidak akan membuat aku goyang untuk menjadikan dia istri ku..."
Umi Fardah terperangah mendengar penuturan putranya. Bagaimana bisa Fariz dengan mudah menerima status Liza yang merupakan janda? Apa tidak ada wanita lain selain Liza untuk di jadikan istri? Dada umi Fardah bergemuruh karna amarah yang bergejolak dalam dadanya.
•
•
Liza terus melangkahkan kakinya menyusuri jalanan yang tampak sepi. Mata wanita itu tampak sembab dan cadar yang Ia kenakan terlihat basah di sebagian. Ia baru saja dari makam suaminya. Memang sudah jadi kebiasaan bagi Liza seminggu sekali berziarah ke makam Danu.
Terkadang rasa rindu yang membuncah dan tak tertahankan lagi membuat Ia mengunjungi makam suaminya untuk melepas rindu, meski tidak sepenuhnya rindu tersebut terobati kecuali sebuah pertemuan langsung.
Mata Liza menyipit memperhatikan dari kejauhan beberapa anak muda tengah berkumpul dan duduk di sisi jembatan. Langkah wanita itu pun terhenti. Tatapan mata Liza bergulir, Ia sengaja berangkat pagi-pagi ke makam suaminya agar saat pulang tidak berpapasan dengan pria. Entahlah, Liza berusaha menghindar jika bertemu atau berpapasan dengan para pria.
Liza memejamkan sejenak. Ia kembali melangkahkan kakinya, andai ada jalan lain mungkin Ia tidak akan melewati jalan yang terdapat para prianya. Malu dan takut bercampur menjadi satu dalam benaknya saat ini.
Wanita itu menunduk ketika melewati tiga pemuda yang kini menatap ke arahnya. Liza semakin mempercepat langkahnya kakinya. Kedua tangan wanita itu meremas kuat gamisnya.
"Mau ke mana? Cepat sekali berjalannya." ucap salah satu dari tiga pemuda menggoda.
Liza tidak menghiraukan ucapan yang Ia dengar sekarang. Yang terpenting Ia harus segera pulang.
"Tidak perlu buru-buru." Ardi menarik pergelangan tangan Liza sedikit kasar, membuat wanita itu berbalik badan menghadap Ardi dengan jarak yang begitu dekat.
Keringat dingin membasahi sekujur tubuh Liza.
"Lepaskan aku..." ucap Liza serak. Ia berusaha melepaskan cekalan tangan Ardi di pergelangannya.
"Tidak perlu takut. Kami tidak akan macam-macam." sahut salah satu dari mereka yang saling pandang satu sama lain dengan senyuman seringai.
Ketiga pemuda itu berdiri mengelilingi Liza yang tidak bisa membendung air matanya karna ketakutan.
Ardi dan teman-temannya sangat jarang berkumpul di jembatan ini. Entah mereka memang sengaja berkumpul di sini untuk mencegat Liza. Dan ketiga pemuda berusia sekitaran 20-an itu terkenal dengan kenakalannya dan suka mengonsumsi obat-obatan terlarang.
"Padahal masih cantik dan muda, kenapa masih tahan sendirian dengan status janda, hmm? Apalagi pakaiannya sekarang sangat tertutup setelah menjadi janda," ucap Ardi pada teman-temannya.
"Apa kau tidak haus belaian dari pria, hmm? Setelah suamimu itu meninggal." Kini Ardi kembali melontarkan ucapannya pada Liza.
"Jaga ucapanmu itu! Bukan berarti karna status ku sekarang, kalian bisa seenaknya mengucapkan itu!" sentak Liza menatap nyalang pada Ardi di balik kain penutup yang hanya memperlihatkan matanya.
Kali ini wanita tersebut tidak bisa diam saja ketika dirinya di rendahkan oleh kata-kata menjijikkan yang keluar dari mulut Ardi.
Ketiga pemuda itu tertawa membuat kening Liza mengkerut.
"Ternyata kau bisa marah juga," ucap Ali yang mencolek dagu Liza yang tertutup cadar dan langsung tepis kasar oleh wanita tersebut.
"Jangan sentuh aku." Liza memundurkan langkahkan ketika Ardi melepaskan cekalan tangannya. Raut wajah ketiga muda itu mendadak berubah ketika menatap ke depan.
Liza tampak tersentak ketika merasa membentur sesuatu di belakangnya. Ia segera berbalik badan dan matanya melebar menatap Fariz yang kini berdiri di tegap di hadapannya. Tatapan mata pria itu lurus ke depan menatap tajam pada ketiga pemuda tersebut.
"Apa kalian tidak di ajarkan cara menghargai seorang wanita dan tidak bertindak kurang ajar seperti ini?" ucap Fariz datar. Namun, terlihat jelas raut kemarahan di wajahnya.
Sementara Liza segera bersembunyi di belakang tubuh kokoh Fariz. Tubuh wanita itu gemetar sempurna karna ketakutan dan keringat dingin yang membasahi wajahnya. Andai suaminya masih ada, pasti Ia tidak akan mendapatkan perlakuan seperti ini dari pria lain. Ia merasa kotor di sentuh-sentuh oleh Ardi dan temannya tersebut meski hanya sentuhan kecil.
"Kau tidak usah ikut campur dengan urusan kami! Apalagi jadi pahlawan kesiangan," ucap Ardi seakan mengejek Fariz yang mengeraskan rahangnya.
"Justru karna kalian sudah berani menyentuhnya, maka ini akan menjadi urusan saya," balas Fariz.
"Memangnya apa hubungan mu dengan Liza? Hah?! Atau kau juga menginginkan janda muda ini untuk di nikma___"
Bugh
Bogeman mentah Fariz layangkan tepat di rahang Ardi yang langsung tersungkur ke tanah. Liza terkejut melihatnya. Fariz maju ke depan dan menarik kasar kerah baju Ardi yang tampak meringis kesakitan.
"Berani kalian menyentuh saya, lihat saja apa yang akan saya lakukan pada teman kalian ini," ucap Fariz ketika Ali maju ke depan hendak memberikan pukulan padanya.
Ali yang mendengar itu langsung mundur beberapa langkah, mengurungkan niatnya untuk menyerang Fariz. Apalagi melihat Ardi yang tampak kesakitan.
"Arrg...sa-sakit..." ringis Ardi ketika Fariz mencengkram lehernya.
"Dengarkan ucapan saya baik-baik, Liza calon istri saya. Sekali lagi kau dan teman-teman mu berani menyentuh calon istri saya, siap-siap saja, saya akan memberikan pelajaran lebih dari ini bahkan bisa menjebloskan kalian semua ke penjara..." desis Fariz penuh ancaman pada Ardi. Pria itu mendorong kasar Ardi hingga kembali tersungkur ke tanah.
Ardi memegangi lehernya yang terasa sakit dan kebas.
"Ikut saya," ucap Fariz pada Liza. Pria itu lebih dulu melangkahkan kakinya meninggalkan tiga pemuda itu. Liza dengan cepat menyusul Fariz.
Fariz menaiki motornya yang terparkir tidak jauh dari jembatan.
"Ayo naik." Fariz melirik jok motor belakangnya. Sementara wanita itu segera menaiki motor Fariz. Ia takut Ardi dan teman-temannya kembali menganggunya bila Ia menolak tawaran Fariz.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Yunita aristya
kebanyakan status janda bnyak di permasalahkan, tapi tidak untu duda
2023-01-29
1
eL
Momok status widow di masyarakat kebanyakan di pandang sebelah mata..apalagi kl mau berumah tangga kembali 😌
Pasti adaaa aja yg g setujuuu krna status
2023-01-23
2