Terdengar suara kokokan ayam bapak di belakang rumah bersahut sahutan, dan bekerpun mulai berbunyi nyaring membangunkanku yang kurasa baru memejamkan mataku, ohh ternyata aku memutar bekerja lebih cepat dari biasanya, sekarang baru menunjukkan jam empat pagi, segera ku matikan bekerja dan menarik kembali selimut ku menutupi seluruh tubuhku hingga kepalaku, namun terdengar suara krasak krusuk didepan, aku yakin itu mak.
" Hmmm,,, mak udah bangun, padahal tadi aku yang duluan tidur" Gumamku dalam hati dan mencoba memejamkan mataku lagi, tapi gak bisa.
Aku bangun dari tidurku dan mencari baju hangat karena pagi ini dinginnya berkali kali lipat rasanya dari hari biasa, mungkin karena musim kemarau sehingga anginpun begitu kuat berhembus, ku Pakaikan juga kaus kaki dan ku hampiri mak yang sedang sibuk dengan hasil panennya semalam, memilih milih yang bagus dan memasukkannya ke plastik asoy besar, aku duduk di tikar di mana mak semalam kutemui tertidur, kulihat adikku tak lagi disana mungkin tadi malam sudah dipindahkan kekamar.
" Ko udah bangun Ra?" Mak bertanya dan hanya melihatku sekilas lalu melanjutkan pekerjaannya.
" Kayaknya bekernya salah puter tadi malam mak," Ucapku sambil memeluk kedua lututku.
" Udah tidur aja lagi"
" Udah gak ngantuk"
" Masih pagi juga, mau ngapain gelap gelap gini?"
" Ikut mak aja"
Mak menoleh ke arahku, memandangku diremangnya lampu minyak kami, dan tak lama kembali lagi dengan kerjaannya.
" Kamu itu gadis lo Ra,, gengsi dikit kenapa? Mak bisa ko, bapak juga mau bantu mak" Mak sepertinya tak ingin aku jadi wanita yang serba bisa, jadi wanita berotot, atau jadi wanita yang tangguh.
" Lah,, mak gimana, selagi aku bisa, punya waktu bantuin, ya dibantuin mak, mau mak punya anak gadis taunya cuma minta duit kayak itu tuh?" Ucapku memanjangkan bibirku membuat mak tertawa pagi ini, dia tau yang aku maksud, tetangga yang tak jauh dari rumah mak namanya Rina.
Rina terkenal dengan kebebasannya, kemana dia mau, tanpa pernah mau betah tinggal dirumah, atau sekedar membantu orangtuanya yang tak jauh beda kehidupan nya dengan kami, hanya saja yang membedakan Rina hanya punya satu saudara laki laki, sehingga apapun permintaan mereka bisa langsung dapat tanpa memikirkan saudara yang lain.
" Ya gak lah Ra,, tapi setidaknya jangan terlalu mikirkan mak juga nak, pikirin dirimu sendiri" Ucap mak yang membuatku hanya tersenyum menanggapi.
Kuperhatikan mak yang sudah hampir selesai dengan kerjaannya, mataku menangkap setumpukan daun ubi yang sudah diikat, tak tau kapan diambil dari samping rumah, mak orang rajin batang ubi selalu ditanam di perbatasan halaman rumahnya, bahkan sayur sayuran tumbuh subur di halaman samping rumah mak, jadi kami gak pernah ada cerita beli sayuran.
" Banyak mak daun ibunya?" Ucapku pada mak.
" Oh iya, untung ingat pulang dari ladang semalam Ra, bu Jawa dua hari lalu pesan daun ubi sama mak untuk sayuran pecal buat hari minggu besok" Jawab mak setelah menyelesaikan pekerjaannya.
" Banyak ya hari ini duit mak" Aku bercanda.
" Kamu mau lima ribu?" Kata mak menimpali candaan ku.
" Lima ribu sampe mana mak?"
" Bisa beli goreng pisang" Jawab mak enteng.
" Emang kenyang? Goreng pisang aja udah empat lima ratus perak" Ujarku.
" Kenanglah, kalo dibelikan beras, makan kita berlima lo Ra sehari" Ucap mak membanggakan uang limaribu yang mau dikasih ke aku.
" Tapi hari ini aku gajian loh mak" Ucapku pada mak.
" Ohh,,, berarti gak jadi dong mak kasih lima ribu?" Tanya mak bercanda.
" Gak usah, tapi gaji kali ini Ara gak bagiin mak ya?" Ucapku sedikit pelan, kasian selama ini selalu kasih mak, dan ini gaji ketigaku.
" Udah gak papa, mak bisa ko bagi bagi biar cukup, ini aja sudah berlebih belanja kita seminggu kedepan, yang penting sehat sehat, kebutukan adikmu di sekolah gak banyak kayak minggu lalu, yakin cukup dan ada lebihnya" Ujar mak lagi, mak orangnya sangat perhitungan, tapi tak pelit, mak begitu pintar mengatur keuangan, sehingga mak bisa memenuhi keperluan kami anak anaknya walau jarang menikmati apa itu uang jajan.
" Mak kita pakai angkong aja bawain itu jualan mak " Aku mengusulkan, mengingat harta mak yang paling berharga hanya angkong bermerk Arco,
Itu dulu di beli tak tau gimana cara memperjuangkannya biar kebeli, tapi bagiku mak sangat hebat, demi mempermudah pekerjaannya dia rela menabung sedikit sedikit, mengabaikan kebutuhannya pribadi.
" Kalo pisang nya semua di angkong ra, mungkin terlalu berat, mendorong nya juga butuh tenaga kuat"
" Bisa ko mak" Ucapku meyakinkan.
" Sini bantu naikin pisangnya" Kataku sambil mendekatkan angkong ke pisang yang mau di jual.
Tiba-tiba bapak udah muncul di dekat kami, dan menyadari semuanya tinggal antar.
" Bapak ketinggalan lagi" Ucapnya merasa bersalah.
" Hah bapak,,, masih pagi lagi" Ucapku menahan angkong agar tak terguling karena berat sebelah.
Bapak membantu mengangkat pisang dan sukses menaikkan ketiga tandan pisang ke angkong, dan kucoba mengangkat dan mendorong angkong, namun rasanya sangat berat dan tak sesuai dengan ukuran badanku, membuat bapak tertawa.
" Ra,, angkong dan muatannya lebih besar dari badanmu, udah bapak aja, Kau bantu yang bisa kau angkat aja."
" Mau bawa daun ubinya ra?" Tanya mak yang selalu meminta persetujuan ku.
" Ya bisalah, pisang setandan aja bisa, daun ubi ringan tak seberat pisang masa tak bisa diangkat?" Akupun meyakinkan mak.
Mak pergi ke kamar Luhut adikku, dan membangunkan nya agar mengunci pintu depan dan pindah kekamar dimana adek bungsu kami Gomos tidur, mengingat masih pagi dan kami bertiga mengantar jualan mak ke pekan sabtu, dengan malas dan masih mengantuk Luhut menuruti kata mak.
Aku kembali meletakkan daun ubi yang sudah di ikat ke kepalaku, mak menenteng buah cempokak ditangannya dan cabe rawit entah kapan sudah ada diatas kepalanya, mak begitu bersemangat mengantarkan hasil panennya, kamipun berjalan beriringan, bapak mendorong angkong terus aku yang menjunjung daun ubi, dan mak dengan beban di kepala dan jinjingan ditangannya.
Terdengar suara riuh orang orang dari jauh, masih seratus meter lagi ke pusat pajak, ternyata sudah ramai dengan orang orang yang bertujuan sama dengan kami, dan banyak juga pembeli yang mencari hasil ladang yang terbaik, ada yang saling berebut, tarik menarik dan akan berakhir di siapa yang menawarkan harga tertinggi, seru melihat aktifitas orang orang pagi ini dibawah sinar lampu jalan.
" Mau dijual berapa pisangnya?" Tiba-tiba dari arah depan langsung menghampiri bapak yang sudah ngosngosan mendorong angkong.
" Tiga puluh ribu" Mak langsung menjawab.
" Mahal kali, kasih duapuluh delapan ya, bagus kulihat pisangnya, pasaran nya cuma duapuluh lima yang paling tinggi, bisa tanya kemana mana, aku tinggal mencukupkan yang mau ku bawa ke pekan baru, ada pesanan, kalo mau kuambil, kalo gak biar kucari" Ucap bapak bapak yang menawar pisangnya mak.
Mak melihat ke arah bapak yang udah kecapekan, dan bapak cuma diam, membuat mak kasian dan segera mengangguk setuju.
" Jadilah pak," Ucap mak menyetujui harga yang disebut bapak tadi.
" Tapi bisa tidak sekalian sama cempokak dan cabeku diambil?" Tanya mak lagi.
" Cabe apa?" Tanya bapak bapak tadi.
" Cabe rawit, coba lihat bagus tidak?, pasaran rawit cuma tujuh ribu lima ratus dan cempokak cuma seribu enambratus, itu harga tertinggi kalo bagus ya segitu kalo kurang ya harganya juga kurang" Bapak bapak ini mungkin sudah terbiasa, membuatku mengagumi nya dalam berdagang.
" Iya gak papa, bisa dilihat ko" Ucap mak.
" Bagus cabemu, panen ke berapa?" Tanya si bapak.
" Panen kedua," Ucap mak jujur.
" Udah cabenya aku ambil delapan ribu, dan cempokak nya seribu enam ratus, tolong timbang," katanya ke seseorang yang mengikutinya dari tadi, dan segera dikerjakan orang tersebut.
" Cabenya hampir delapan kilo, sedikittt lagi ke delapan, sudah kuhitung delapan aja, berarti enam puluh empat ribu, cempokak nya lima kilo delapan ribu, dan tambah pisang tiga sisir di kali duapuluh delapan delapan puluh empat ribu, total seratus lima puluh enam ribu ya" Si bapak begitu lancar hitung menghitung, dengan coret coret sedikit di buku notes nya semua barang sudah terhitung berapa yang akan di bayarnya.
Mak menerima uangnya dengan senang hati, terdengar bapak yang tadi bicara pada seorang yang menawarkan hasil kebunnya cabe rawit juga,
" Sanggup nya cuma tujuh ribu, cabe ibu udah banyak yang merahnya, soalnya barangku semua kirim keluar daerah bu, jadi tak asal ambil, karena aku tak suka mengecewakan pelanggan ku" Ucapan itu jelas kami dengar bersama membuatku dan mak tersenyum.
Mak mengajakku ke tempat mak Jawa yang disebutnya tadi yang memesan daun ubi mak, sementara bapak menunggu kami tak jauh dari pisang kami di ambil, kami menemui mak Jawa sedang menata makanan di meja, ada bermacam gorengan dan kue basah, dan ada juga berbagai sarapan sudah tersedia, entah jam berapa lah mak Jawa menyiapkannya soalnya masih banyak yang hangat.
" Mak, nih pesanannya"
" Ohhh, kau, cepat kali ngantar nya, nanti siang juga bisa lo" Kata mak Jawa karena senang melihat daun ubi mak yang bagus dan masih muda.
" Sekalian, soalnya tadi ngantar pisang dulu, nanti dua kali kerja" Jawab mak.
" Sebentar, duapuluh ikat kan, harganya kayak kemarin ya seratus lima puluh"
" Iya, gak papa" Ujar mak.
" Ini tiga ribu ya" Mak Jawa memberikan enam lembar uang bergambar orang utan dan diterima mak dengan senang hati.
" Ra, mau beli apa? Mau kue basahnya tidak?" Mak menawari ku dan aku mengangguk.
" Kalo gak kita beli sarapan sja ya Ra, sekali kali gak papa, kita beli mie goreng kuah ya?" Mak menawarkan mie goreng kuah maksudnya, bihun putih goreng dan disiram sayuran yang di santan dengan telur bulat, makanan kesukaan kami anak anak mak, jelas aku mengangguk.
" Berapa mak, mi goreng kuahnya?" Tanya mak.
" Dua ribu pake telor, seribu lima ratus tak pake telor, mau berapa?"
" Yang pake telor tiga, yang gak pake telor dua ya mak, bungkus kan seribu goreng pisangnya ya!"
Mak Jawa dengan lincah membungkus pesanan kami dan hanya beberapa menit kemudian sudah selesai, mak memberikan uang lima ribuan dua lembar pada mak Jawa.
" Itu gorengnya udah ditambahi ya, karena udah jadi pembeli pertama, banyak pula itu" Ucap mak Jawa senang.
Setelah berpamitan kami pulang ketika pagi masih gelap, mak begitu puas dengan jualannya pagi ini, bapakpun ikut senang, ternyata tak lama mereka di pajak menjual kan hasil tanaman mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments