pake mata dek!

Hari ini adalah hari Jumat dimana mak akan mengumpulkan hasil tanamannya diladang, karena besok adalah hari pasar di kampungku jadi hasil panen akan di jual di pasar subuh-subuh agar ketemu dengan pembeli yang sering di sebut Tokeh di kampungku.

Aku membantu mak metik cabe rawit nya yang gak seberapa pokoknya, sedang bapak ngumpulin buah cempokak setelah menebang tiga tandan pisang tadi, minggu ini hasilnya gak seberapa biasanya mak ada sayuran, kali ini hanya tiga macam saja, tapi cukuplah untuk membantu keuangan mak satu minggu kedepan.

Hampir setengah hari cabenya belum juga selesai di petik, tapi sudah lebih separuh yang selesai.

" Ra,, dah tengah hari ni, di jalan nanti udah hampir satu jam." Mak mengingatkan tanpa menoleh ke arahku, mak masih dengan cabe rawit nya.

Oh iya,, jarak rumah ke ladang mak lumayan jauh, dan kami sama sekali tidak punya kendaraan, sehingga tiap kali ke ladang kami harus jalan kaki, dan tak ada angkutan kesana, jika ada hasil panen akan dipikul atau di jungjung di kepala.

" Ntar mak, masih tanggung" Ucapku

Ku percepat gerak jariku memetik cabe rawit yang di pokoknya dapat sangat rimbun buahnya, aku ingin menghabiskan yang sepokok agar tak terlewatkan mak nanti jadi buahnya tak merah sendiri nantinya dari pokok yang lain.

" Mak,, aku bawa yang mana?" Aku bertanya sama mak saat mak mengumpulkan cabe yang dipetik mak dengan yang kupetik.

" Bisa bawa pisangnya Ra? Mak selalu bertanya walau mak tau aku bisa membawnya, tapi mak kira nanti aku malu dilihat sama orang ketika menjungjung sesuatu.

" Bisa mak, tapi bantu ya naikkan di kepalaku ya! Aku kasian sama mak juga bapak, kalo bukan aku yang bawa satu tandan mau siapa lagi? Gak mungkin aku tega liat bapak bawa langsung dua tandan atau ngulang lagi ke ladang jemput.

Mak ngelap dan mengeringkan getah pisang di tandan bekas potongannya dengan tanah, katanya biar getahnya gak keluar lagi, dan gak netes-netes dibaju kalo dijunjung ato dipikul, karena getah pisang terkenal dengan nodanya yang tak mau hilang walau dicuci pakai baclyn sekalipun.

" Mak cabenya aku bawa aja sekalian yang udah kita petik tadi,"

Mak memandangku sekilas, sebenarnya bukan meragukan tenaga ku namun mak kasian liat anak gadisnya banting tulang, tapi aku yang lebih kasian sama mereka.

" Mak, cabenya cuma lima kilo, bisalah kutengteng, cepatlah nanti aku kelamaan, ucapku lagi.

Mak memasukkan cabe ke karung dan mengikatnya, sudah bisa ku perhitungkan berapa beratnya hanya dengan melihatnya, aku ambil sarung yang selalu kujadikan menutup kepalaku jika diladang, dan ku gulung membulat selebar kepalaku.

Mak membantuku menaikkan se tandan pisang atas kepalaku yang aku tau namanya pisang Barangan, tandannya lumayan besar kalo diperkirakan beratnya sekitar dua puluh kilo.

Kuraih cabe rawit yang sudah didalam karung dan ku jinjing, setelahnya aku langsung pulang meninggalkan mak dan bapak dengan cabe dan cempokak yang belum selesai dipetik.

Dengan beban di kepala dan cabe yang ku jinjing berganti-ganti di tanganku, aku sebenarnya capek, terkadang aku berhenti mengatur nafas dan melanjutkan kembali langkahku.

Akhirnya sampai juga di rumah, adikku Gomos juga sudah pulang, kulihat sedang makan dan hanya berlaukkan ikan asin, ku turunkan hati-hati pisang yang ku jungjung takut rusak, nanti harganya bisa jauh turunnya jika sebiji pisang aja lepas dari sisirannya, yang biasanya dua puluh lima ribu se tandan akan berubah ditawar sepuluh ribu atau paling mahal lima belas ribu, aneh bukan? padahal mereka yang membelinya akan menjual per sisir setelah di karbit, coba berapa kali lipat untungnya? Tapi itulah trik pedagang, ilmu ekonomi yang kupelajari di SMK dulu, waktu itu pernah pak Sirait guru ekonomi mengajarkan "nilai jual sebuah barang akan berubah ketika kita bisa mengolahnya, dan dia bertanya padaku contoh sederhananya, aku bilang ubi kayu dijadikan makanan ringan seperti keripik dan olahan sejenisnya," dan pak Siraitpun tersenyum padaku.

Aku meluruskan kakiku dan duduk di lantai teras besandarkan dinding, cukup lelah rasaku berjalan dengan membawa beban yang tak sedikit, ku lirik jam dari pintu depan sudah hampir jam dua.

Setelah kurasa cukup istrahat, aku menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhku, jam tiga aku harus udah sampai di wartel.

" Dek,, dirumah aja ya, jangan main jauh-jauh, tunggu mak sama bapak pulang." Ucapku pada Gomos yang lagi bermain mobil-mobilan dari kulit batang pisang.

" Iya ka,," Tanpa melihatku dan masih asik dengan mainannya.

" Mau jajan?" Langsung pandangan Gomos mengarah padaku, kami tak pernah dikasih jajan sama mak, mending makan banyak-banyak, padahal kalo sempat kami tambah-tambah makan mak selalu ngomel-ngomel, yang makan gak punya aturan lah, makan gak ingat saudara yang lain lah, yang inilah, yang itulah, heran kadang lihat mak ku ini.

Kulihat Gomos mengangguk dan mengulurkan tangannya padaku, dan kuraba kantong celana jeans ku, keberikan uang lima ratusan yang bergambar orang utan padanya, ada senyum sumringah di wajahnya, jarang-jarang bisa jajan, aku sebenarnya kasian padanya, udahlah yang paling bontot, tapi belum pernah ngerasain punya jajan tiap hari seperti kawan-kawan seumurannya.

" Jangan di habisin nasi ya dek, mak sama bapak tadi lupa bawa nasi ke ladang, kasian kalo mereka kelaparan sampe rumah" Padahal aku tau mak sengaja gak bawa apa-apa biar nanti sekira makan mereka bisa sekalian untuk makan malam.

" Hmm,, aku jajan dulu ya," Dia berlari keluar rumah tanpa menunggu jawabanku.

Sebelum aku berangkat dan sudah memakai sendalku Gomos pun sudah pulang dengan membawa dua bungkus jajanan, dan kulihat membawa tiga koin uang seratusan, ternyata gak semua dihabiskan, masih dengan senyum tanda dia senang di sodorkan uang tiga ratus ke aku, dan ku tolak.

" Simpan, buat besok ya dek, jangan dihabiskan, jangan tau mak juga, nanti mak marah!" Ucapku padanya dan segera disimpan di tasnya, tak sengaja kulihat tali tasnya yang hampir putus, kubuang nafasku kasar, adekku benar-benar membuatku sedih.

" Kaka pergi dulu, jangan keluar ya main, mak udah mau pulang." Ucapku lagi.

" Hmm,," Hanya itu yang kudengar, kutinggalkan adekku dirumah sendiri.

Aku berjalan menuju wartel tempatku bekerja, masih bisa berjalan santai, kadang aku menyapa orang yang kukenal dijalan, terdengar suara klakson dari arah belakang, aku menepi, namun klakson nnya tetap aja dibunyikan membuatku makin menepi dan kakiku hampir mendekati sisi parit, membuat yang membunyikan klakson kudengar tertawa dan kuputar badanku untuk melihat asal suara, ternyata si Dame dan temannya aku tak kenal, Dame adalah seorang pemuda yang beda kampung denganku tapi sering berkunjung ke kampungku ke tempat wawak nya.

" Pake mata dek, nanti jatuh paret kau!"

" Mata kau jatuh paret" Ucapku kesal.

Kulihat dia makin tertawa lebar, dan temannya pun ikut tertawa melihatku yang kesal.

" Mau kemana dek,? Mau ke wartel ya? Ayok ku antar." Dia udah tau aku kerja di wartel karna pernah kesana menggunakan telepon saat aku jaga.

Aku diam aja, melanjutkan langkahku, aku tau dia suka padaku, pernah beberapa kali datang kerumah main, pertama dulu masih kutemui dan kulayangi ngobrol, tapi rasaku tak nyambung, ketika datang lagi aku malah sering bersembunyi dimana saja yang penting jangan sampai ketemu, mana orangnya suka bikin kesal hati, bicaranya sombong, penampilan yang sok maco, membuatku makin tak srek aja melihat.

Akhirnya dia menyerah juga saat aku tiba di halaman wartel, dan kulihat dia putar arah.

Terpopuler

Comments

𝒀𝑶𝑺𝑯𝕌𝔸ˢ

𝒀𝑶𝑺𝑯𝕌𝔸ˢ

kaget ane baca judulnye.....

2023-10-19

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!