Jane terbangun karena sinar matahari yang menembus menyilaukan matanya. Tangannya reflek terangkat untuk menutup wajahnya dari sinar mentari tersebut.
Namun pandangannya jatuh pada tangannya sendiri. Entah kenapa dia merasa aneh dan tampak tidak mengenali tangannya sendiri. Tangannya memiliki kulit lembut dan lebih putih dari biasanya.
Karena merasa aneh, Jane pun berusaha mengumpulkan kesadarannya. Dia kemudian segera bangun dan terduduk menatap tangannya yang masih direntangkan di hadapan wajahnya.
‘A-ada apa ini? Kenapa … tanganku jadi seperti ini?” batin Jane dengan kepanikan yang mulai menyelimuti dirinya.
Jane pun mulai meraba wajahnya yang terasa begitu lembut, dengan pipi yang lebih tiru. Rambutnya yang menjuntai di pundaknya pun juga tampak wangi, halus, seolah terawat dengan baik, beda dengan sebelumnya.
Semua terasa berbeda dan asing. Meski Jane bisa merasakan nyeri pada luka lebam di kaki dan tangannya serta ada beberapa bagian yang diperban, tapi tetap saja Jane merasa bahwa tubuh ini bukanlah tubuhnya yang biasanya.
Jelas hal ini membuat Jane tercengang sesaat. Dia merasa begitu yakin bahwa ini bukanlah tubuhnya, karena semua yang dia lihat dan rasakan berbeda sekali dengan sebelumnya.
Jane memandangi ruangan ini. Terlihat seperti ruangan VVIP rumah sakit mahal. Bahkan Jane tidak tahu sebenarnya dia ada di mana saat ini.
Karena semakin penasaran dengan keadaan kali ini, Jane pun memutuskan untuk segera bangkit turun dari kasur dan berjalan menuju ke cermin yang ada di kamar ini.
Betapa terkejutnya Jane ketika menyaksikan dirinya di depan cermin tersebut. Matanya terpaku, mendelik tak percaya melihat sosok di dalam cermin yang ada di hadapannya. Dia benar-benar tidak mengenali sosok yang ada di cermin tersebut.
“A-apa yang terjadi denganku? Kenapa … aku … berbeda??” ucapnya terkejut bukan main.
Jane bahkan merasa tidak mengenali wajah yang ada di cermin tersebut. Dia benar-benar merasa asing. Sulit baginya mempercayai apa yang dilihatnya kali ini.
“Tidak mungkin … itu aku kan?” Jane meraba-raba wajahnya sendiri. Dia pun meraba cermin di hadapannya, memastikan kembali apa yang dilihatnya sekarang.
Sungguh, baginya ini benar-benar tak masuk akal. Jane terdiam. Dia berusaha untuk mencerna ini semua. Rasanya sulit baginya memahami hal ini. Bagaimana mungkin dirinya terlihat berbeda, seperti wujud orang lain seperti ini?
Jane jelas kebingungan. Dia berusaha menemukan jawaban atas keadaannya ini, dan memutuskan untuk segera keluar dari kamar rumah sakit ini.
Baru saja Jane hendak membuka pintu kamar ini, tiba-tiba saja terlihat wanita yang dia kenal sebelumnya. Wanita itu pun nampak terkejut melihatnya ketika mereka berpapasan.
“Astaga Vanessa! Mengagetkanku saja!” seru wanita itu sambil mengatur nafasnya.
Jane mendelik, lalu mengerutkan keningnya. ‘Vanesa? Siapa itu?’ batinnya mempertanyakan ucapan wanita di hadapannya itu.
Wanita itu pun tiba-tiba memeluk tubuh Jane. “Ya ampun Vanesa, aku benar-benar takut sekali kamu kenapa-napa. Tapi untung saja kamu sudah sadar. Apa kamu masih merasa kesakitan? Kamu sudah merasa baik-baik saja kan?”
Dia melepaskan pelukannya, sambil memandangi wajah Jane dengan tatapan sedih dan bibir yang menjorok ke bawah.
Jane jelas semakin bingung. Bagaimana mungkin Alexa—majikannya yang kali ini ada di hadapannya—malah memanggil namanya dengan sebutan Vanessa?
Refleks Jane pun mempertanyakan hal ini. “Apa maksudmu?” tanyanya keheranan.
Alexa malah jadi bingung dengan sikap sahabatnya itu. Dia pun berusaha memastikan keadaan wanita di hadapannya.
“Vanesa? Kamu … baik-baik saja kan? Apa kamu tidak ingat denganku?”
“Te-tentu saja ingat! Mana mungkin aku lupa padamu!” sentak Jane dengan tatapan benci.
Jane bahkan ingat betul bagaimana Alexa memaki dan menampar wajahnya. Hanya saja, dia masih bingung, kenapa wanita ini malah masih saja memanggilnya dengan sebutan Vanessa.
“Ah, untunglah kalau kamu masih ingat. Maafkan aku. Mungkin kamu kesal padaku, karena aku … tidak sengaja membuatmu dalam kecelakaan itu. Aku benar-benar minta maaf Vanessa. Waktu itu aku hanya berusaha menghindari mobil lawan, tapi tidak menyangka, malah mobilmu yang aku tabrak,” ujar Alexa yang malah mengaku dosa pada sahabatnya itu.
Jane lagi-lagi mengerutkan keningnya, mencoba memahami ucapan Alexa barusan. Alexa pun menundukan kepala, lalu malah menangis tersedu-sedu di hadapan Jane.
“Aku benar-benar bodoh! Aku sahabat tidak berguna! Padahal sebentar lagi kamu akan menikah, dan aku juga sudah berusaha mempersiapkan segalanya untukmu. Malah aku yang menghancurkannya sendiri! Bahkan aku membuatmu koma berhari-hari ini di sini. Benar-benar tidak berguna!” runtuk Alexa pada dirinya sendiri. Dia bahkan terlihat memukul-mukul kepalanya sendiri sambil terus menangis.
Jane pun jadi semakin memikirkan ucapan Alexa barusan. ‘Apa dia bilang? Kecelakaan? Koma? Sahabatnya? Apa sebenarnya maksud wanita ini? Kenapa dia bersikap seperti ini?’ batin wanita ini terus saja diselimuti rasa keheranan.
Alexa mengangkat wajahnya. Dia menatap sahabatnya yang masih terlihat bingung. Merasa ada yang ganjil dengan sikap wanita tersebut, Alexa pun berusaha memastikan kembali.
“Vanessa? Kamu … benar-benar ingat aku kan? Apa kamu bisa sebutkan namaku?” tanya wanita ini yang merasa aneh kita sahabatnya hanya diam saja dengan tatapan bingung.
Jane pun jadi gelagapan sikapnya. Dia panik sendiri, dan berusaha untuk tetap tersenyum di hadapan Alexa. “Tentu saja aku ingat padamu nyonya Al …" hampir saja Jane keceplosan karena terbiasa memanggil Alexa dengan sebutan Nyonya.
Tapi untungnya dia langsung memperbaiki ucapannya setelah melihat wajah Alexa yang kian bingung. "Maksudku Alexa. Aku memang habis kecelakaan, tapi ingatanku baik-baik saja," lanjut Jane meneruskan ucapannya.
Sesungguhnya Jane tidak tahu harus bersikap bagaimana. Tapi dia memilih untuk mengikuti alur saat ini, untuk mengetahui lebih lanjut apa yang sebenarnya terjadi.
"Syukurlah kamu masih ingat. Aku benar-benar mencemaskanmu. Sekali lagi maaf ya. Bahkan pernikahanmu sampai harus diundur beberapa hari lagi karena kamu mengalami kecelakaan seperti ini,” ucap Alexa tampak sedih dan penuh penyesalan. Dia pun menghapus air matanya, dan menggenggam tangan Jane erat-erat.
Jane yang teringat ucapan Alexa tadi, kini jadi semakin terkejut dibuatnya. “Pe-Pernikahan??” tanya Jane memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar.
"Iya, pernikahan. Apa … kamu juga lupa dengan hari bahagiamu itu? Kamu tidak mungkin lupa dengan Xavier kan? Dia pasti kecewa jika kamu melupakan hari pernikahan kalian,” jelas Alexa yang membuat Jane terbelalak tak percaya.
'A-apa dia bilang?? Tu-tuan Xavier?? Xaviar yang aku kenal itu?? Majikanku?? Dia kan … suami … wanita ini …’ batinnya semakin gila.
Jane jelas ingin pingsan saja dibanding harus menelaah keadaan saat ini yang benar-benar tidak dipahaminya. Dia bahkan sampai menganga tak habis pikir. Pikirannya bahkan terasa mengebul karena sulit menerima hal ini.
Takdir macam apa ini? Apa iya dirinya yang baru saja sadarkan diri ini berada di dalam sosok orang lain? Lalu kenapa pula dia sahabatan dengan Alexa? Bahkan akan dinikahi oleh Xavier yang merupakan majikan pria yang begitu sempurna di matanya?? Benar-benar sulit untuk dipercaya begitu saja dengan akal dan logika.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments