Malam hari itu, mereka berdua tak jadi melakukan malam pertama. Xavier jelas merasa kecewa, tapi dia berusaha merelakan malam ini dan memilih untuk istirahat. Maklum saja, dia belum istirahat sama sekali setelah kepulangannya dari luar negeri.
Xavier pun cepat sekai terlelap. Dia bahkan tidak sadar jika saat ini dirinya sedang ditatap oleh wanita yang telah menjadi istrinya.
Jane memperhatikan wajah pria yang dia kenal sebagai majikannya. Rasanya masih tidak percaya jika dirinya akan tidur berdua di satu ranjang yang sama sebagai sepasang suami istri dengan pria tampan mempesona ini.
Tiba-tiba jantungnya kembali berdebar kencang. ‘Ada apa ini? Kenapa aku jadi seperti ini?’ batin Jane dengan wajah yang kini nampak memerah.
Xavier kini tiba-tiba mengalungkan tangannya di pinggang istrinya. Hal ini semakin membuat Jane jadi merasa kegerahan. Tubuhnya mendadak terasa panas. Padahal AC di kamar mewah ini sudah terpasang dengan suhu dingin.
Sungguh keadaan saat ini sangatlah membuatnya tidak nyaman. Jane pun berusaha melepaskan pelukan Xavier secara perlahan. Lalu ia pun segera bangkit dari kasurnya, dan memilih untuk keluar dari kamar tersebut sambil membawa ponselnya.
‘Sebaiknya aku menghubungi Alexa. Aku harus memastikan kembali sifat aslinya. Aku yakin dia yang telah membunuhku dengan mengirim para penculik itu,’ Jane pun jadi teringat kembali dengan kejadian sebelum dirinya berada di masa ini.
Tanpa mengulur waktu, Jane segera memanfaatkan situasi tersebut untuk menghubungi Alexa, yang dikatakan sebagai sahabat baik Vanessa. Dia ingin meyakinkan dirinya sendiri, dan membuktikan bahwa dugaannya saat ini benar atau tidak.
Tapi sayang, orang yang saat ini sedang dia hubungi, ternyata tidak mengangkat panggilannya. Padahal setahu Jane, saat ini belum terlalu larut malam. Mustahil jika sampai wanita itu tidur, di saat akhir pekan seperti itu.
Jane tak menyerah. Dia tetap berusaha menghubunginya kembali. Sayangnya, meski Jane terus berusaha untuk mencoba menghubunginya beberapa kali, tapi tetap saja saja hasilnya nihil. Alexa tidak mengangkat panggilannya itu.
“Apa mungkin dia sudah tidur?” gumam Jane dengan perasaan tak enak hati. Ada perasaan kesal saat itu, yang membuatnya jadi semakin sedih.
Jane mendengus. Dia berusaha berpikir positif. “Sudahlah, sebaiknya besok saja aku coba kembali,” lanjutnya yang akhirnya menyerah, dan memilih untuk tidur di sofa ruang tengah.
***
Sementara itu, di sisi lain. Alexa saat ini terlihat sedang duduk meringkuk di sudut ruang, dengan rambut acak-acakan. Isi dalam apartemennya pun terlihat begitu berantakan. Barang-barang di dalam sini jatuh berceceran ke mana-mana. Bahkan beberapa terlihat ada yang pecah dan rusak.
Alexa terlihat begitu kacau. Make up nya terlihat sudah rusak karena keringat dan tangisan yang membasahi wajahnya. Nafasnya terasa berat, karena menahan rasa sakit yang sedang dirasakannya saat ini.
Tak lama, ponsel yang berada di dekatnya pun bergetar. Alexa melirik menatap layar ponselnya itu. Terlihat nama Vanessa. Bukannya menjawab, Alexa malah membiarkan panggilan itu sampai mati sendiri.
“Cih! Dasar bajingan! Jahat! Benar-benar jahat!” umpat wanita ini dengan suara bergetar sambil menatap ke arah ponselnya.
Beberapa kali panggilan dari Vanessa masuk. Tapi tetap saja Alexa tidak mengangkatnya dan hanya menatap layar ponselnya itu. Dia bukannya tidak tahu ada panggilan dari Vanesa, tapi dia memang sengaja mengabaikannya karena sebenarnya, Alexa merasa kecewa dengan sahabatnya itu.
Sesungguhnya, Alexa sangatlah membenci Vanessa. Dia tidak suka ketika sahabatnya itu, telah merebut pria yang sangat dia sukai.
Meski begitu, Alexa tidak pernah memberi tahu tentang perasaannya itu, baik kepada Vanessa yang merupakan sahabatnya sendiri, ataupun pada Xavier yang merupakan pria yang dia cintai.
Alexa sengaja berpura-pura baik pada kedua orang tersebut, karena mereka berdua sudah menganggapnya sebagai sahabat dekat.
Dia bahkan sengaja menawarkan diri untuk membantu menyiapkan segala hal dalam persiapan pernikahan Xavier dan Vanessa, demi membuat kedua orang itu percaya pada kebaikannya, supaya tidak mencurigai kebusukan hatinya yang sebenarnya.
“Cih! Padahal aku sengaja membuat celaka Vanessa supaya bisa menggagalkan pernikahan mereka. Aku juga sudah mengirim Xavier sampai ke luar negeri dan berharap pria itu tidak kembali dalam waktu yang lama. Tapi kenapa mereka tetap saja menikah?! Kenapa takdir berpihak pada mereka berdua?!!!” teriak wanita ini jadi frustasi sendiri.
Alexa membanting ponselnya, menjauh darinya. Dia menjambak rambutnya, lalu memeluk tubuhnya sendiri sambil menangis haru.
“Kenapa … kenapa Xavier tidak pernah memilihku? Kenapa dia harus memilih Vanesa untuk jadi pasangan hidupnya?! Kenapa dia tidak bisa melihat diriku yang selama ini jelas menyukainya?? Apa kurangku? Aku tidak kalah menarik dari Vanessa! Aku lebih dulu mengenal dia!! Kenapa dia tidak bisa menjadi milikku?!!” umpat Alexa yang bangkit kembali sambil melempari benda-benda di dekatnya, ke sembarang arah.
Wanita ini terlihat begitu menggila. Hati dan pikirannya sangat kacau. Jelas dia merasa sangat sedih dan bodoh ketika menyadari bahwa tindakan pura-pura baiknya yang sengaja menawarkan diri untuk membantu persiapan pernikahan sahabatnya itu malah berjalan sempurna.
“Dasar brengseeek!! Wanita bodoh!!” oceh Alexa yang saat ini berdiri di depan cermin full body. Dia terlihat kesal menatap wajahnya sendiri. Sampai-sampai tega untuk mengumpati dirinya sendiri.
“Kamu benar-benar bodoh Alexa! Kamu adalah orang yang paling bodoh! TIdak seharusnya kamu mengurusi segala keperluan pernikahan mereka! Harusnya kamu memastikan pernikahan itu batal! Hancur berantakan! Tapi lihat apa yang kamu perbuat?! Kamu malah membuat mereka berdua bahagia!! Kamu malah menyaksikan kebahagiaan mereka berdua di depan matamu sendiri!" rutuk Alexa terus menyalahkan diri.
Air matanya pun terlihat mengalir dengan deras. Kesedihannya sudah memenuhi relung hatinya. Pasti akan sulit untuk mengobati rasa sakitnya kali ini.
Meski saat acara pernikahan tersebut Alexa terlihat senang di hadapan Vanessa dan Xavier. Tapi tetap saja, itu semua hanyalah pura-pura belaka.
Dirinya merasa begitu hancur. Remuk. Bahkan Alexa merasa tidak mungkin terang-terangan memperlihatkan kebenciannya pada sahabatnya itu dalam kondisi ini. Dia masih ingin menjadi orang kepercayaan atasannya ini.
Alexa pun kini langsung meninju cermin kaca di hadapanya. Kaca langsung pecah berserakan di atas lantai, dan bahkan membuat tangan pria ini terluka sendiri.
Alexa merasa bahwa dirinya saat ini sudah tidak punya tujuan hidup. Perasaan iri, dengki, kesal, marah, sedih memenuhi diri Alexa saat ini. Sulit baginya untuk mengontrol diri lagi.
“Lihat saja kamu Vanessa. Aku … aku tidak akan membiarkanmu menikmati semua yang sudah kamu rebut dariku! Aku akan merebutnya kembali. Akan kupastikan, kamu segera Xavier untukku!”” tegasnya bermonolog di hadapan cermin tersebut, sambil membanting rangka cermin tersebut ke atas lantai sambil menginjak-injaknya penuh emosi.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments