"Aku tidak gila, Argan. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kalau orang-orang itu membawa Fabia pergi!" ucap Eri semakin menjadi-jadi.
Kedua pipinya sudah dibanjiri oleh air duka. Bayangan akan wajah panik sang putri yang kala itu dibawa lari oleh orang-orang berpakaian serba hitam lengkap dengan penutup kepala kembali terlintas di benaknya.
Mama!
Tolong aku!
Eri yang kala itu baru saja kembali setelah membeli minuman, lantas terkejut saat melihat anaknya digendong oleh seorang lelaki tak dikenal. Ia sudah berusaha mengejar dan menghentikan aksi penculikan itu. Namun, dari sisi lain muncul seorang pria lagi dengan pakaian yang sama, menahan Eri dan memukul kepala wanita itu hingga membuatnya jatuh pingsan.
"Eri, dengarkan aku!" Argan menarik kedua bahu istrinya, lalu menghadapkan wanita itu padanya.
"Kita belum mempunyai anak." Napasnya terdengar memburu. "Sekali lagi kutekankan! Kita belum mempunyai anak, jadi berhentilah berbicara omong kosong!" Argan sudah tidak tahan lagi.
Bentakan sang suami sukses membuat Eri tersadar. Ia langsung memilih bungkam, lalu masuk ke dalam mobil.
Dalam perjalanan keduanya tak sedikit pun terlibat dalam percakapan. Baik Argan maupun Eri, mereka sama-sama menyelami pikiran masing-masing.
Entah, siapa yang berbohong di sini. Belum ada yang tahu. Apakah benar Erianiza hanya berhalusinasi? Ataukah Argan yang sedang berusaha menutup-nutupi?
Mobil Argan berhenti tepat di pelataran sebuah restoran. Sebelumnya Windri sudah menghubungi agar pria itu langsung menyusul ke TKP ketika selesai mengantar sang istri ke psikiater.
Hari ini mereka ada meeting bersama klien sekaligus makan siang. Argan yang tak mempunyai banyak waktu--jika harus mengantar Eri pulang terlebih dahulu--jadi dia memutuskan untuk membawa sang istri turut serta.
"Kenapa berhenti di sini?" Eri tidak tahan untuk tak bertanya.
Argan melepaskan sabuk pengamannya, lalu menatap Eri dengan lekat. "Aku ada meeting dengan klien sebentar, kuharap kau tidak keberatan jika menungguku di dalam sambil makan siang." Ucapan sang suami tentu saja tak sedikit pun melukai hati Eri.
Dari bahasanya saja, bisa dilihat bahwa Argan tampak sangat menyayangi sang istri. Namun, terkadang emosinya suka meluap tatkala Eri kembali berulah dengan menyebut nama Fabia, Fabia, Fabia. Dan, Argan tidak menyukai itu.
Erianiza tersenyum lembut, lalu berkata, "Aku akan menunggumu."
Argan balas tersenyum, lalu mengelus pipi istrinya dengan lembut. "Maafkan atas sikapku tadi," sesalnya dengan wajah memohon. Tatapannya terlihat sendu.
Eri hanya mengangguk sambil tersenyum. Ia bisa memahami bahwa emosi sang suami sering tersulut hanya karena dirinya.
Setelah itu, mereka keluar dari mobil secara bersamaan lalu berjalan memasuki restoran sambil bergandengan tangan.
Sesampainya di dalam, Argan langsung menemui kliennya yang suka menunggu bersama Windri. Sementara Eri mencari meja lain yang terletak tak jauh dari kolam ikan yang ada di restoran itu.
Sambil menikmati makan siangnya, sesekali ia melengak ke arah kolam. Koloni ikan hias berenang ke sana kemari, tampak sangat menggemaskan dalam pandangan Eri.
Tak berapa lama, terdengar suara seseorang berdeham di samping mejanya.
Eri mengerjap, lalu menoleh ke arah sumber suara.
"Tegar?" Eri tersenyum semringah ketika menyadari bahwa orang yang berdiri di sampingnya adalah orang yang sangat dia kenali.
Pria yang bernama Tegar itu balas tersenyum, lalu bertanya, "Boleh aku duduk di sini?" Ia meminta izin terlebih dahulu.
"Silakan!" Erianiza dengan senang hati mengizinkan.
Sementara dari kejauhan, Argan tampak mengamati keduanya dengan tatapan tajam.
Tegar berterima kasih, lalu duduk di kursi tepat di hadapan Eri.
"Tak kusangka, cita-citamu akhirnya tercapai juga. Apa kau sudah lama bertugas di sini?" tanya Eri. Matanya tak lepas dari Tegar yang dengan gagah mengenakan seragam polisi. Sampai-sampai ia tak sadar bahwa sang suami sedari tadi mencuri pandang ke arahnya.
Tegar tersenyum tipis. Jarinya bergerak memberi kode pada salah satu pelayan restoran untuk menghampirinya. Lalu, memesan menu makan siang untuknya.
"Semua berkat dirimu," ucap Tegar setelah pelayan itu pergi dari sisi mereka.
DEG
Erianiza langsung terlihat seperti salah tingkah. Pasalnya, dulu sewaktu SMA keduanya pernah menjalin hubungan asmara hingga Eri melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Sementara Tegar lanjut pendidikan di Akademi Kepolisian. Namun, kisah kasih mereka harus berhenti di pertengahan jalan karena Eri harus menjalani perjodohan yang sudah disepakati oleh ayahnya. Mau tidak mau, perasaan keduanya harus dikorbankan karena tak ingin menentang perintah orang tua.
"Maafkan aku," tutur Eri seraya menunduk.
Ia sadar bahwa dirinyalah yang membuat Tegar mengambil keputusan untuk menjadi seorang aparat negara. Eri pernah mengatakan bahwa ia ingin mempunyai suami yang berprofesi sebagai seorang polisi. Terlepas hal itu memang menjadi impian hidup Tegar, namun ucapan Eri semakin menambah semangat juangnya untuk terus meraih cita-cita.
"Sudahlah, kau tidak perlu merasa bersalah." Tegar tersenyum hambar. Sebenarnya ada rasa perih yang mengalir di dalam aku dadanya ketika mengingat masa-masa di mana mereka masih menjalin kasih. Namun, apa mau dikata? Sekarang Erianiza sudah menjadi milik pria lain.
Eri mengerjap, lalu berusaha untuk tersenyum, walaupun sedikit kikuk. Ia langsung menegakkan posisi duduknya, lalu kembali menatap Tegar.
"Apa kau bisa menolongku?" tanyanya pada Tegar.
Pria itu berkerut dahi karena melihat ekspresi Eri yang tiba-tiba berubah mendung.
"Ada apa?" Tegar bertanya seraya mengaitkan kedua tangannya di atas meja.
"Kau tahu, dua pekan lalu putriku diculik, namun suami dan orang-orang di sekitarku tidak ada satu pun yang peduli," ucap Eri dengan kedua mata berkaca-kaca.
Sebenarnya ia tidak mengerti kenapa suami dan orang-orang di sekitarnya selalu mengatakan bahwa mereka tidak pernah mempunyai seorang anak. Sementara, Eri bisa mengingat dengan jelas memori-memori dirinya bersama sang putri yang selalu berkelebat di dalam benak. Apalagi, peristiwa penculikan terhadap Fabia waktu itu, sangat terekam jelas dalam ingatannya.
"Mereka tidak mau membantu menemukan putriku," ungkapnya semakin sedih. Jemarinya tampak mere-mas satu sama lain.
Tegar masih mendengarkan dengan saksama tanpa ingin menginterupsi.
"Hanya kau yang bisa membantuku, Tegar. Kau adalah harapanku satu-satunya." Eri tampak memohon dengan sangat.
Bisa Tegar lihat, betapa terluka wanita di depannya ini. Wanita yang hingga saat ini masih bertahta di hatinya.
"Penculikan anak, dua minggu yang lalu?" Dahi Tegar semakin berkerut dalam. Pasalnya, ia tidak pernah mendapat laporan atas kejadian tersebut. Namun, setelah mendengar penuturan Eri tadi, ia mulai memahami situasi.
"Bisa kau ceritakan bagaimana kronologi penculikannya?" Tegar bertanya, lalu menyalakan alat perekam suara yang ada di ponselnya.
Eri langsung menceritakan peristiwa menyedihkan itu tanpa mengurangi atau menambahkan informasi. Air matanya semakin deras tatkala bercerita. Perasaannya benar-benar kalut.
Argan yang sedari tadi tidak fokus dengan meeting-nya, kini mulai gelisah di tempat duduknya. Tentu saja, hatinya panas melihat sang istri duduk berduaan dengan pria lain.
"Tuan!"
Suara Windri sukses membuyarkan konsentrasi atasannya yang kini tampak bermuka tegang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
Be___Mei
masih bertanya-tanya, anaknya beneran ada atau hanya imajinasi?? kalau memang penculikan itu benar terjadi, semoga tegar bisa bantu. nah...terbawa cerite dah
2023-02-01
0
Ꮇα꒒ҽϝ𝚒ƈêɳт
Nah... Tegar aja megap2...🥸
2023-01-29
0
Akbar Saputra
Kalau Tegar baca novel ini pasti dia minta loyalti.
2023-01-23
1