Dikarenakan terus-menerus memikirkan tentang Hope, Damian terpaksa mengikuti Hope. Sepanjang hari Damian mengawasi Hope dari jauh, bahkan Damian hingga mengambil cuti hari ini. Sepanjang hari Damian mengikuti Hope dengan mobilnya dan melihat semua kegiatan Hope di luar kampus. Semuanya terlihat biasa saja, tetapi saat Damian sampai di lingkungan rumah Hope. Tempat itu begitu mengerikan setiap jalan ada orang-orang yang siap merampok, anehnya saat Hope berjalan orang-orang itu hanya menatapnya.
Damian pun mengikutinya Hope dengan hati-hati dan tentu saja orang-orang itu juga menatap Damian dengan begitu menusuk. Namun, karena Damian tepat berada di belakang Hope orang-orang itu hanya menatapnya, sedangkan Hope sendiri menyadari jika dirinya diikuti tetapi Hope takut untuk melihat ke belakang, Hope mengira orang yang mengikutinya adalah orang-orang yang ingin menagih uang judi ayahnya.
Hope pun sampai di rumahnya dan Damian masih mengikuti Hope. Saat di depannya rumahnya Hope berhenti karena di sekitar sudah begitu sepi, Hope menjadi takut. Orang-orang itu tidak berani mendekati rumah Hope sedikit pun karena ibunya adalah bos mereka. Sekarang Hope memberanikan diri untuk melihat siapa yang ada di belakang, saat Hope berbalik dia begitu terkejut melihat Damian. Damian hanya diam saya seakan dia ingin Hope mengetahui dia mengikutinya.
“Pak Damian? mengapa Bapak bisa di sini?” tanya Hope.
“Saya khawatir, makanya saya mengikuti kamu,” ucap Damian dengan begitu enteng.
“Apa Bapak sudah gila? Di sini adalah tempat yang berbahaya, jika Bapak ingin keluar Bapak. Belum tentu bisa keluar hidup-hidup,” balas Hope.
“mengapa kamu begitu panik?” tanya Damian.
Tiba-tiba pintu rumah Hope terbuka dan David keluar dari pintu itu. David melihat Hope sedang berbicara dengan pria asing, David langsung menghampiri Hope dan menarik Hope untuk masuk ke dalam rumah. Namun, Damian menahan Hope karena Hope terlihat kesakitan dengan tangan bergemetar. David pun menatap Damian dengan begitu tajam, David sudah siap mengeluarkan pisau untuk menusuk Damian saat itu juga. Namun, Hope mencegah itu.
“Ini teman Hope dan Hope belum selesai berbicara dengannya,” teriak Hope, sontak David langsung mengurungkan niatnya untuk mengeluarkan pisau itu.
“mengapa teman kamu terlihat begitu tua?” tanya David yang curiga, Damian pun ingin menjawab hal itu tetapi Hope memberikan tanda agar Damian diam saja. Hope takut jika satu patah kata keluar dari mulut Damian, David akan langsung menusuk Damian. Hope tidak mau apa-apa terjadi kepada Damian ditambah lingkungan rumahnya cukup brutal.
“Ah, dia Kakak tingkat yang ingin membantu Hope,” jawab Hope.
“Saya ingin meminta izin agar Hope bisa menginap beberapa hari untuk mengejarkan tugas dengan beberapa temannya,” dusta Damian. Hope langsung menatap Damian dengan penuh tanya, mengapa Damian berbicara seperti itu. Bagaimana jika ayahnya melakukan hal di luar batas kepada Damian.
“Baiklah, bawa saja anak ini. tetapi ingat lebih dari dua hari Hope harus sudah di rumah ini,” ancam David. David pun melepaskan Hope dan Hope memberikan uang yang David minta, setelah mendapat uang itu David langsung kembali ke dalam rumah dan mengunci pintunya.
“ Apa kamu baik-baik? Lihat tangan kamu merah karena genggaman lelaki itu,” ucap Damian yang langsung mengecek tangannya Hope.
“Maksud Bapak tadi itu apa, sekarang saya mau tinggal di mana coba!” balas Hope yang panik.
“Kamu bisa ikut saya, tetapi pertama kita obati tangan kamu dahulu. Ikuti saja perintah saya,” ucap Damian dengan begitu tegas.
***
Sekarang Hope sedang berada di apartemennya Damian, mereka hanya berdua di apartemen itu. Itu membuat Hope takut karena tentu saja itu bukan hal yang benar, bagaimana jika orang-orang mengira mereka melakukan hal macam-macam. Damian sendiri terlihat begitu santai dia hanya fokus mengobati tangan Hope yang merah itu karena makin lama warna merah itu makin jelas. Damian tidak menduga jika dia akan menyaksikan hal seperti itu dan ternyata dugaannya selama ini benar. Orang tua Hope memang bermasalah, maka dari itu Hope berusaha menutupinya. Damian pun selesai mengobati tangan Hope dan membereskan barang-barangnya.
“Terima kasih, Pak Damian,” ucap Hope.
“Apa itu ayah kamu?” tanya Damian.
“Iya Pak.”
“mengapa kamu memberikan uang kepadanya?” tanya Damian lagi.
“Jujur saja, aku tidak akan melaporkan kamu ke pihak yayasan dan aku jamin beasiswa kamu aman hingga kamu lulus,” ucap Damian.
“U– uang i– itu untuk membayar uang judi karena ayah kalah,” jawab Hope dengan suara bergemetar. Mendengar itu Damian hanya diam saja.
“Apa kamu bekerja untuk menghidupi orang tua kamu?” Hope langsung mengangguk pelan sebagai jawaban. Mendengar itu Damian mengepalkan tangannya, Damian tidak menduga ada orang tua seburuk itu. Ditambah ayahnya Hope menggunakan uang hasil jerih payahnya untuk berjudi, itu membuat Damian marah.
“mengapa selama ini kamu hanya diam?” tanya Damian.
“Ayah dan ibu terus mengancamku jadi aku tidak bisa berbuat apa-apa dan juga mereka mempunyai hal yang bisa membuat beasiswa aku dicabut. Aku akan tinggal dengan mereka hingga aku lulus jadi Bapak tidak perlu khawatir dan tidak perlu bertindak seperti tadi, itu bisa membuat Bapak dalam bahaya,” jawab Hope.
“Apa kamu tahu jika kamu masih butuh beberapa tahun lagi untuk lulus? Apa kamu sanggup untuk tinggal bersama mereka, bagaimana saya membantu kamu,” tawar Damian.
“Aku tidak ingin merepotkan Pak Damian.”
“Siapa bilang kamu merepotkan. Jika mereka melakukan sesuatu di luar batas seperti melukai kamu, kamu hubungi saya. Saya akan mengobati kamu dan memberi perawatan kepada kamu.”
“Bapak tidak perlu seperti itu.”
“Sudah jangan menyakal, kamu tidak punya pilihan lain. Ini simpan nomor telepon saya.” Damian pun langsung memberikan nomor telepon pribadinya yang berbeda dengan nomor telepon yang biasa dia gunakan untuk menghubungi anak-anak kampus, bahkan Amber tidak memiliki nomor pribadinya.
“Terima kasih banyak Pak,” ucap Hope sambil tersenyum.
“Sudahlah kamu tidur sana, saya sudah menyiapkan kamar untuk kamu,” ucap Damian yang menunjukkan kamarnya.
Hope langsung berjalan menuju kamar itu dan masuk ke dalam, tidak lupa Hope mengunci kamarnya dari dalam. Melihat itu Damian langsung berlari ke pintu apartemennya dan membuka pintu untuk Bastian. Saat Damian membuka pintu Bastian sudah tergeletak dilantai masih menggenang seragam rumah sakit. Damian pun tertawa kecil, tadi saat Hope datang Damian mengganti kata kunci apartemennya. Agar Bastian tidak masuk dan tidak membuat Hope tambah takut.
“Kau, beraninya mengunci di luar,” ucap Bastian.
“Aku terpaksa, oh ya malam ini kamu tidur di sofa, aku akan tidur di kamarmu.” Mendengar itu Bastian terkejut.
“jangan gila kamu! Mentang-mentang aku menumpang di sini kamu tidak bisa seperti itu, kamu tidak tahu jika hari ini pasien begitu banyak dan aku kewalahan menangani mereka. Aku bahkan belum makan malam, aku hanya makan mi instan. Bayangkan aku memakan mi instan, bisa-bisa aku sakit,” oceh Bastian yang membuat kuping Damian panas.
“Baiklah kamu bisa tidur di kamarmu, tetapi ingat kamu tidak boleh masuk ke dalam kamarku, jika kamu mendekati kamarku siap-siap akanku usir.” Bastian pun langsung masuk dengan senang hati dan masuk ke dalam kamarnya dan sekarang terpaksa Damian tidur di sofa. Mengapa seperti ini padahal rencana Damian adalah tidur dikamar Bastian tenteram tanpa ada gangguan, tetapi Bastian berkata lain.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments