Wishing For You
Terkadang dia berpikir jika hidupnya begitu tidak adil, ayahnya seorang pencandu, ibunya yang tidak pernah menunjukkan kasih sayang kepadanya, dia terpaksa tinggal dengan orang tuanya dan membiayai kedua orang tuanya karena berbagai ancaman. Itulah Hope, gadis muda berusia 19 tahun yang berusaha terlepas dari kedua orang tuanya. Hope mendapatkan beasiswa penuh di Fakultas Kedokteran, bekerja sampingan sebagai pelayan di salah satu restoran. Semua itu terdengar dan terasa tidak adil untuk seorang Hope, tetapi Hope terpaksa menjalani kehidupan seperti ini.
Pukul 06.40 pagi, Hope sedang menunggu bus di halte untuk pergi menuju ke kampusnya. Biasanya Hope menunggu bersama Stevani, yaitu kakak tingkatnya di kampus. Stevani adalah orang selalu membantu Hope saat Hope sedang kesulitan, walaupun banyak berita tidak mengenakkan tentang Stevani tetapi Hope tetap berteman dengan Stevani.
“Apa sudah menunggu lama?” tanya Stevani yang tiba-tiba muncul entah dari mana.
“Eh, Kak Stevani bikin kaget saja. Enggak aku baru saja datang,” jawab Hope sambil tersenyum kepada Stevani.
Stevani pun mengedarkan pandangannya kepada Hope, itu adalah hal yang biasanya Stevani lakukan pertama kali saat bertemu Hope. Stevani melihat wajah, lengan, kaki, dan badannya Hope. Stevani mencari luka memar yang biasanya terlihat ditubuh Hope. Namun, Stevani sulit melihat dibalik jaket Hope yang begitu panjang.
“Mengapa kamu pakai pakaian begitu panjang? Padahal hari ini tidak dingin,” ucap Stevani dengan nada begitu curiga.
“Perasaan Kakak saja kali, aku merasa dingin kok,” sangkal Hope yang sebenarnya menutupi luka barunya dari Stevani.
“Baiklah, terserah kamu.”
Bus pun datang. Hope bersama Stevani langsung menaiki bus itu. Sepanjang perjalanan Stevani terus melihat kepada Hope, Stevani benar-benar curiga mengapa Hope memakai pakaian panjang di cuaca yang panas seperti ini. Stevani ingin bertanya, tetapi itu bukanlah urusannya dan pasti Hope akan berbohong kepada Stevani.
***
Siang harinya. Hope pergi ke perpustakaan untuk mengerjakan tugasnya bersama Amber. Di lingkungan kampus sendiri Hope tidak memiliki teman selain Amber dan Stevani. Dikarenakan berbeda tingkat dengan Stevani, Hope jarang sekali bertemu Stevani di kampus. Selain itu juga, Stevani tidak menyukai Amber karena Amber adalah gadis yang suka bergosip. Akan tetapi, Stevani tidak pernah melarang Hope berteman dengan Amber. Sebenarnya, Hope juga tidak terlalu menyukai beberapa sifat dari Amber, tetapi Amber begitu baik kepada Hope.
“Hope, apa kamu tahu?” tanya Amber sambil berbisik kepada Hope yang sedang memilih buku.
“Tidak.”
“Tadi itu saat kelasnya pak Damian, pak Damian itu kayak terus melirik ke aku tahu,” ucap Amber dengan percaya diri.
“Itu perasaan kamu saja kali, kamu itu harus ingat pak Damian itu seram, sangar, dan jarang berbicara di luar jam kuliah,” balas Hope yang menjatuhkan harapan Amber yang begitu tinggi.
Hope tidak habis pikir dengan Amber yang menyukai dosen mereka sendiri, yaitu pak Damian. Walaupun Damian masih muda, tampan, dan baru saja mengajar, tetapi tetap saja menurut Hope tidak baik menyukai dosen sendiri. Lagi pula Hope dan Amber mungkin dimata Damian hanya mahasiswi biasa saja, tidak lebih. Maka dari itu Hope selalu mengingatkan Amber agar tidak jatuh hati kepada Damian.
“Ih, kamu itu terlalu realistis, coba kamu sekali-kali berhalusinasi pangeran berkuda akan datang kepada kamu,” ucap Amber yang mulai tidak masuk akal.
“Apaan sih, sadar Amber kita ini hidup di dunia nyata. Enggak ada tuh yang namanya pangeran berkuda,” balas Hope yang emosi dengan sifat kekanak-kanakan Amber.
“Sshht. Kalian tidak tahu ini perpustakaan, ya.” Damian yang tiba-tiba muncul membuat Hope dan Amber terkejut. Amber dan Hope saling pandang satu sama lain karena Damian terlihat begitu menyeramkan. Mereka berdua sudah yakin jika Damian akan memarahi mereka habis-habisan karena bersuara di perpustakaan.
“Dasar anak muda zaman sekarang,” ucap Damian lalu pergi begitu saja. Hope dan Amber pun terkejut karena Damian tidak memarahi mereka, tetapi mereka juga bersyukur.
***
Setelah menyelesaikan jam kuliahnya Hope langsung pergi bekerja, Hope pergi berjalan kaki karena restoran tempat dia bekerja tidak jauh dari kampus. Sesampainya di restoran Hope langsung berganti pakaian dan memakai celemek. Setelah selesai Hope langsung bergegas untuk melakukan perkerjaannya. Setelah 30 menit Hope beristirahat sebentar di belakang, di saat yang bertepatan juga Stevani baru saja datang. Stevani memberikan sebotol air mineral karena melihat Hope yang begitu kelelahan.
“Hari ini pelanggan cukup banyak, jadi kamu tidak bisa bersantai-santai,” ucap Stevani.
“Iya Kak, aku hanya ingin beristirahat sebentar saja. Oh iya, tumben Kakak sudah datang, Kak Stevani tidak membolos kelas lagi, kan?” tanya Hope yang curiga, karena Stevani datang lebih awal satu jam ke restoran.
“Iya aku membolos, tetapi itu tidak penting bulan ini aku butuh uang tambahan. Jika aku mengikuti kelas hari ini aku tidak dapat uang tambahan,” jawab Stevani.
“Kamu juga mungkin sekali-kali harus membolos, lihatlah sekarang masih tengah bulan tetapi kamu sudah kehabisan uang lagi,” ucap Stevani.
“Eh kalau itu aku tidak bisa, nanti beasiswa aku dicabut. Lagian uangku sudah cukup kok sampai gajian berikutnya, Kak Stevani tidak perlu khawatir,” balas Hope sambil tersenyum. Mendengar itu Stevani tidak merespons apa pun dia langsung pergi untuk melakukan perkerjaannya.
Hope pun melanjutkan perkerjaannya karena restoran hari ini begitu penuh. tetapi ada satu hal yang mengganggu Hope, yaitu mengapa Stevani semudah itu membolos kelasnya. Hope hanya khawatir jika Stevani mengulang semester lagi seperti beberapa bulan yang lalu. Namun ini adalah Stevani yang keras kepala, Hope tidak bisa berbuat apa-apa. Hope pun melanjutkan perkerjaannya hingga manajer menyuruh Hope menemuinya di belakang dapur.
Hope mengira dirinya akan terkena masalah atau pelanggan ingin mengomplain tentang sesuatu. Namun, ketika manajernya mengatakan jika ada pelanggan yang ingin berbicara dengan Hope, Hope pun langsung mengumpulkan keberanian untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi. Betapa terkejutnya Hope saat melihat pelanggan itu adalah Damian, dosennya sendiri. Apakah Damian akan mengkritik Hope juga di tempat kerjanya? Hope tidak tahu, dia hanya berdoa agar tidak masalah.
“Hei, pirang,” ucap Damian, Hope pun langsung melihat kepada dirinya karena yang pirang hanya dia seorang.
“Saya minta maaf jika saya Melakukan kesalahan, kesalahan apa pun itu saya tidak bermaksud dan mungkin itu hanya kelalaian saya saja,” ucap Hope lalu menunduk kepada Damian. Damian hanya melihat itu tertawa kecil, anak itu benar-benar mengira Damian akan mengkritiknya.
“Siapa bilang kamu melakukan kesalahan?” tanya Damian.
“Tidak ada, tetapi saya yakin pasti Bapak ingin protes tentang kinerja saya,” jawab Hope dengan begitu yakin.
“Kamu tidak melakukan kesalahan apa-apa.”
“Lalu, mengapa Bapak ingin bertemu dengan saya?”
“Berhentilah memakai jaket saat di kelas saya itu membuat mata saya sakit, lalu bilang kepada kakak tingkat yang selalu bersama kamu, dia harus ikut kelas saya Minggu ini atau saya keluarkan dia dari kelas saya,” ucap Damian dengan nada yang begitu tajam, lalu tanpa menunggu jawaban Damian langsung pergi.
Sedangkan Hope terlalu terkejut untuk berbicara, bisa-bisanya Damian menegurnya di tempat dia bekerja. Hope merasa tertindas oleh Damian karena Damian mengetahui Hope selalu tidak bisa berkata-kata jika diajak berbicara. Akan tetapi, tidak seperti ini juga jika ingin memberi tahu sesuatu, ditambah ini di luar jam kuliah. Rasanya Hope ingin memarahi Damian. Namun apa daya ketakutannya lebih besar dari rasa marahnya.
“Jika aku jadi kamu, pasti dosen itu sudah tidak selamat,” ucap Stevani yang sedari tadi melihat dari belakang.
“Sudah, lebih baik aku kembali bekerja. Aku tidak tahan melihat dosen itu lagi,” balas Hope dengan raut wajah yang begitu lesu.
“Itu merupakan salah satu alasan aku tidak pernah mengikuti kelas dosen itu,” ucap Stevani.
***
Malam harinya tepat pukul 11.34 malam, Hope berada di depan rumahnya. Sebelum membuka pintu Hope berdoa terlebih dahulu agar kedua orang tuanya sudah tertidur lelap. Hope pun membuka pintu rumahnya lalu masuk secara perlahan, suasana terlihat begitu gelap. Hope menutup pintu lalu berjalan dengan begitu hati-hati dan berusaha tidak bersuara sama sekali. Saat Hope ingin menaiki tangga tiba-tiba lampu menyala, tanpa Hope sadari ayahnya menunggunya pulang. Hope melihat kepada ayahnya yang sedang duduk di sofa dan tepat di belakang ayahnya ada ibunya.
“mengapa kamu baru pulang?” tanya Emma kepada putrinya.
“Hari ini restoran banyak pelanggan,” jawab Hope.
“Apa kamu lupa?” tanya David kepada Hope.
Hope pun baru teringat jika hari ini dia harus membayar uang judi karena ayahnya kalah dalam permainan, bagaimana Hope bisa melupakan hal itu. David yang mengetahui jika Hope tidak membawa uang yang dia minta, langsung menghampiri Hope. Hope bisa mencium bau minuman keras dari badan ayahnya, tamatlah riwayat Hope kali ini. Tanpa aba-aba David langsung menampar pipi Hope dengan begitu keras hingga membuat Hope terjatuh.
Tidak hanya itu, David menarik lengan Hope agar Hope berdiri tegak lalu menjambak rambut Hope. Hope merintih kesakitan karena jambakan itu begitu kuat sehingga kepala Hope terasa sakit. David pun menyeret Hope untuk pergi ke dapur, David melepaskan Hope sebentar lalu mengambil pisau dapur yang tajam. Tanpa berpikir panjang David mengambil lengan Hope dan menyayat lengan Hope dengan pisau itu. Darah keluar dari lengan Hope dan Hope langsung merintih kesakitan.
“Jika kamu tidak membawa uang itu besok, kamu akan mendapatkan hal yang lebih parah,” ucap David lalu pergi dari rumah, entah ke mana pria itu pergi.
Belum sempat Hope mengumpulkan tenaga untuk bangun, Emma sudah menyiramnya dengan seember air dingin. Seluruh badan Hope basah kuyup dan lukanya terasa perih, rasanya dia ingin menangis tetapi tidak bisa. Emma menyuruh Hope bangun, saat Hope berdiri Emma menarik Hope pergi ke gudang. Emma melempar Hope ke dalam gudang yang gelap, kotor, dan juga dingin. Tanpa berkata apa-apa Emma langsung mengunci pintu gudang dari luar.
Dengan cepat Hope langsung mengambil ponselnya di dalam tas dan menghubungi Stevani. Namun, Stevani tidak mengangkat panggilan dari Hope, dia menolak panggilan itu. Hope langsung meneteskan air mata dan menangis tanpa suara. Hope membaringkan tubuhnya dilantai yang dingin itu lalu berusaha tertidur. Beberapa jam kemudian terdengar suara pintu gudang terbuka, Hope langsung melihat siapa yang datang dan ternyata itu adalah Stevani.
“Kak Stevani,” lirih Hope.
“Sshht. Jangan berisik kamu akan membangun kedua bajingan itu,” ucap Stevani dan Hope langsung mengangguk.
Stevani langsung menyalahkan lampu gudang yang sakelarnya terletak di luar, setelah menyalakan lampu Stevani langsung masuk ke dalam gudang dan menutup pintunya. Stevani mengeluarkan perban dan obat merah dari tasnya lalu mengobati luka di lengan Hope, Hope pun hanya terdiam dan membiarkan Stevani mengobatinya.
“Aku sudah bilang berkali-kali jika kamu harus keluar dari neraka ini,” ucap Stevani.
“Aku tidak bisa, jika aku keluar dan tidak memberikan mereka uang lagi. Mereka akan menyebarkan foto itu dan membuat beasiswa aku dicabut,” balas Hope.
“Baiklah, tetapi mereka makin keterlaluan jika tidak mendapat yang mereka mau.”
“Tenanglah, Kak, setelah lulus kuliah aku bisa lepas dari genggaman mereka dan aku akan mencari cari untuk menghapus foto itu.”
“Kakak, mengapa tadi menolak panggilan aku? Apa mama Kakak membuat ulah lagi,” tanya Hope.
“Pastinya, tadi dia masuk kantor polisi karena telanjang di publik, tetapi kamu tenang saja semua sudah beres,” jawab Stevani sambil tersenyum tipis.
Stevani pun selesai mengobati luka di lengan Hope, walaupun Stevani yakin jika luka Hope bukan hanya satu. Susah untuk Stevani membuat Hope mengakui di mana saja orang tuanya melukainya. Hope langsung berterima kasih kepada Stevani karena jika tidak ada Stevani mungkin lukanya akan infeksi dan menjadi lebih parah. Hope benar-benar berhutang budi kepada Stevani karena ini sudah ke sekian kali Stevani membantunya.
“Oh ya, mengapa Kak Stevani bisa masuk?” tanya Hope.
“Aku tahu kamu bakal marah karena sebenarnya aku membuat duplikat kunci rumah kamu dan setiap ruangan yang ada di rumah kamu,” jawab Stevani dengan jujur.
“Bagaimana Kakak mendapatkan kuncinya?” tanya Hope sekali lagi.
“Mencurinya, ayolah Hope kamu seperti tidak mengenal aku saja,” jawab Stevani dengan enteng.
“Hati-hati nanti Kakak masuk kantor polisi lagi,” ucap Hope.
“mengapa memang, aku menyukai saat di dalam sel,” canda Stevani.
“Sudahlah lebih baik aku pulang nanti kedua bajingan itu bangun lagi, aku matikan ya lampunya,” ucap Stevani yang bersiap untuk pergi dan membuat keadaan seakan dia tidak pernah datang.
“Iya, selamat tinggal,” balas Hope dan Stevani langsung menutup pintu lalu mematikan lampu gudang.
Hope pun kembali berbaring di lantai yang dingin sambil menahan air matanya. Hope harus bertahan beberapa tahun lagi untuk menghadapi keadaan ini dan Hope harus kuat menjalaninya. Terkadang Hope berpikir untuk kabur, tetapi dia mengingat foto itu dan beasiswanya yang susah dia dapatkan. Menurut Hope ini semua sebanding dengan mimpinya dan kebebasan yang dia nantikan.
Bersambung…….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Sahara_araa
Hope, yakinlah semuanya pasti akan membaik seiring berjalannya waktu. Jadi jangan menyerah ya.
2023-02-16
0
Cantik Jelita
semoga dimasa depan Hope bisa mendapatkan kebahagian ❤️
2023-02-09
0
taniratari
Hope, arti nama nya begitu indah tapi latar belakang kehidupannya bikin sedih 😣😢🤧
2023-01-27
0