Kayla berlari kecil menghampiri Nadira yang sudah lebih dulu sampai di parkiran sekolah.
"Nad, Rico cidera. Gue pinjem motor ya sebentar, gue pasti datang setelah lo selesai les." Tutur kayla memohon.
"Iya, bawa aja." Jawab Nadira memberikan kunci motornya untuk Kayla.
"Ayok gue anter lo dulu sampe temapt les." Ajak Kayla, Namun Nadira menolaknya karena tempat lesnya tak searah dengan tujuan Kayla, lagi pula jaraknya cukup dekat dengan sekolah.
"Nggak usah, Rico sepertinya butuh lo segera." Nadira melambaikan tangannya, melihat Kayla melaju dengan sepeda motornya.
Kini dia hanya seorang diri, berjalan menyusuri jalanan, sampai ia mendengar suara dari arah belakangnya.
"Sendirian saja Nad?" Tanya salah satu gurunya yang kebetulan lewat dan menghentikan motornya sejenak.
Namun bukan itu yang membuat Nadira terhenyak. melainkan seseorang yang duduk di belakangnya. Ada pak Sandy yang juga melirik kearahnya, dengan segaris senyum tipisnya.
"Iya pak." Jawab Nadira tersenyum ramah, Pak iman adalah guru Fisikanya, Nadira terbilang cukup dekat, karena dia unggul di pelajaran yang pak iman ajarkan.
"Ya sudah, bapak duluan ya." Ucapnya yang kemudian berlalu.
"Huuufftt....." Suara hembusan napas Nadira yang menyiratkan sesuatu.
Satu jam sudah, Nadira pun selesai dengan lesnya, namun dia tak melihat ada tanda-tanda kedatangan Kayla. Tak lama ponselnya berdering. dan ternyata Kayla mengabarkan bahwa dirinya masih di rumah sakit menemani Rico.
"Separah itu kah keadaannya." Gumam Nadira, menyimpan kembali ponsel di dalam tasnya.
Terpaksa Nadira mencari taksi, atau angkutan umum yang lewat, sambil terus berjalan menuju arah rumahnya. Ia menendang-nedang kecil kerikil yang ada di depannya, merasa kehampaan saat dirinya hanya seorang diri.
Tiittt....tiittt....
Suara kelakson mobil berbunyi.
Sontak Nadira terkejut dan membalikan badannya.
"Kak Liam, bikin kaget saja." Ucap Nadira kepada Liam yang sudah menjulurkan kepala, keluar kaca jendela mobilnya.
"Kenapa jalan kaki?" Tanya Liam yang mengkhawatirkannya.
"Iya kak, aku lagi nunggu angkot." Jawab Nadira, canggung, menolehkan kearah kanan dan kirinya, khawatir ada yang melihatnya bersama Liam.
"Naik, aku anatar kamu pulang." Ajak Liam pada akhirnya.
"Tidak Usah kak, aku bisa pulang sendiri." Tolak Nadira untuk yang kesekian kalinya, yang selalu menolak ajakan Liam.
Namun kali ini Liam sudah belajar mengatasi penolakan dari Nadira. Ia kemudian turun dari dalam mobilnya untuk menghampiri Nadira, lalu ia membukakan pintu mobil dan mempersilahkan Nadira untuk masuk. "Cuaca hari ini panas sekali Nad." Gumamnya.
Nadira bingung harus berbuat apa, di satu sisi ia tak ingin berurusan dengan Liam, di satu sisi ia sungkan untuk menolak kebaikan Liam lagi.
"Baiklah, terimakasih." Ucapnya seraya masuk kedalam mobil.
"Untuk kali ini saja, lagi pula cuaca di luar memang sangat panas." Ucapnya meyakinkan dirinya bahwa tindakannya bukan hal yang salah.
Liam tersenyum penuh kemenangan, ternyata yang kurang darinya selama ini adalah tindakan. Dia hanya mengandalkan kata-katanya saja. Pembuktiannya terhadap Nadira sama sekali belum ia lakukan.
"Kali ini aku akan mendekati kamu dengan perlahan dan dengan tindakan yang nyata." Tekadnya dalam hati.
"Motor kamu kemana? tadi pagi aku lihat kamu datang ke sekolah menaiki motor." Tanya Liam membuka obrolan, agar tidak terasa canggung.
"Kayla meminjamnya. ya jadilah seperti ini." Jawab Nadira dengan tatapan lurus kedepan, seolah yang ada di depannya lebih menarik dari pada Menoleh kearah lawan bicaranya.
Liam tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan langka ini, berdua bersama Nadira jarang sekali terjadi. Ia tak ingin hanya mengantarkan Nadira pulang, tapi dia ingin membuat hari ini sedikit berkesan untuk Nadira.
"Kamu lapar tidak? kebetulan aku sangat lapar. kita mampir sebentar untuk cari makanan ya." Ajak Liam lagi.
Nadira memegang perutnya yang memang terasa lapar, karena ia melewatkan jam makan siangnya.
"Apa boleh menerima ajakan Liam untuk makan berdua?" Tanya hatinya bimbang. "Sekali-kali bolehlah." Jawabnya lagi.
Sejenak Nadira larut dalam pikirannya sendiri, memperdebatkan tindakan apa yang harus ia ambil.
"Boleh, aku juga sedikit lapar." Jawabnya masih dengan wajah datarnya.
Sebaliknya, Liam justru menahan bibirnya untuk tidak tersenyum berlebihan saat Nadira menyetujui ajakannya. Karena ia sangat bahagia sekali. Ada luapan-luapan energi didirinya.
Drrttt....drrttt.....
Tiba-tiba ponsel Liam berbunyi sebuah panggilan telphon dari orang tuanya, Kemudian Liam segera mengangkatnya. Dan seketika wajah Liam berubah dia sangat shock setelah menerima panggilan telphon itu.
"Baik pah, Liam segera kesana." Ucapnya menutup telphonnya.
"Nad, sepertinya aku harus langsung antar kamu pulang, karena mama masuk rumah sakit." Tutur Liam dengan wajah sedihnya.
Nadira berpikir akan butuh waktu lama jika Liam harus mengantarnya pulang terlebih dahulu. Jadi ia memutuskan untuk ikut bersama Liam.
"Tidak usah, kita bisa langsung menuju rumah sakit." Ucap Aura dengan menepuk bahu Liam memberikan semangat Agar Liam lebih tegar.
Di saat sedih seperti ini Liam masih menyuguhkan senyumnya kepada Nadira, dia tahu Nadira saat ini sedang bersimpati kepadanya.
"Terimakasih Nad." Ucap yang kemudian menginjak Gas, melajukan mobil dengan cepat, agar mereka segera sampai di rumah Sakit.
Liam berlari dengan di ikuti Nadira di belakangnya, menuju ke tempat mamanya berada.
Nadira berhenti tepat didepan pintu, sementara Liam masuk menemui sang mama. Disana Nadira melihat dari bali jendela bagaimana Liam sangat mengkhawatirkan mamanya, sangat peduli terhadap mamanya. Tak terasa airmatanya terjatuh, dia ingin seperti Liam, yang begitu dekat dengan keluarganya.
Nadira tersentuh karena Liam menujukan sisi lain dirinya, yang tak pernah ia lihat di sekolah, bahakan ia tidak percaya seorang Liam berjiwa lembut seperti ini.
"Kamu Nadira kan?" Tanya seseorang dari arah belakangnya. Nadira segera mengusap air mata di pipinya dan kemudian berbalik untuk melihat siapa pria yang ada di belakangnya.
"Pak sandy, bapak disini juga?" Tanya Nadira kebingungan. Karena melihat guru matematikanya ada di sekitar ruangan keluarga Liam.
"Saya adik dari mamanya Liam" Jawab Sandy terdengar sangat tenang seperti Air di telaga.
"Oohh... bapak omnya Liam." Ucap Nadir mengulang.
"Ikut saya." Ucap Sandy yang kemudian menarik tangan Nadira."
Nadira terperangah, sambil berjalan Nadira terus menatap tangannya yang saat ini ada dalam genggaman Sandy. Nadira merasa sekujur tubuhnya di serang hawa panas.
Nadira di bawa sampai kantin rumah sakit, kemudian sandy melepaskan gengamannya saat Mereka sampai.
"Duduk dulu." Ucap Sandi mempersilahkan Nadira untuk duduk. Kemudian Sandy membawakan satu porsi makanan untuknya.
"Kata Liam kamu belum sempat makan, kamu bisa makan ini selagi menunggunya." Ucap Sandy memberikan makanan itu kepada Nadira.
Nadira hanya diam dengan menatap lebar kearah Sandy.
"Ayo di makan, mau saya temani?" Tanya Sandy saat Melihat Nadira menatap bingung kearahnya.
Nadira mengedipkan matanya berulang kali, mencoba mengatasi lonjakan di hatinya. Perasaan aneh yang ia rasakan.
"Terimakasih, saya akan makan sendiri." Jawab Nadira terbata-bata.
Sandy tersenyum kearahnya, kemudian ia mengambil posisi duduk agak jauh dari Nadira.
Nadira seperti mendapati orang yang berbeda. Sandy gurunya, sangat berbading terbalik dengan Sandy yang saat ini terlihat olehnya.
"Oh tuhan... ada apa dengan diri ini." Teriaknya dalam hati, karena matanya lagi dan lagi melirik kearah tempat sang guru berada. Nadira hanya ingin memastikan bahwa ia tak salah mengenali orang. Bahwa pria yang tadi menarik tangannya adalah sang guru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments