Pada satu titik, setelah melewati ini-itu, Delima mulai berdamai dengan diri sendiri, dan mulai menerima fakta bahwa memang dia tidak ditakdirkan menjalani studi S1 tahun ini. Mungkin memang mengejar mimpi studi S1 dengan beasiswa bagi Delima itu sesuai dengan queto berikut ini : Tidak semudah itu, Ferguso.
Pada waktu Delima bisa menerima fakta itu, yang ada dalam benaknya hanya, "Oke, mungkin aku belum ditakdirkan untuk kuliah tahun ini. Nggak apa-apalah masih bisa tahun depan, aku sama sekali tidak bisa memperdiksi nasib ke depanku akan seperti apa. Tapi sekali lagi, aku berserah pada rancangan Tuhan." Delima mengatakannya dengan sungguh-sungguh juga menyakininya dengan sepenuh hati dan jiwa raganya.
Manusia hanya tahu A-D saja, namun Tuhan tahu A-Z, bahkan melebihi itu.
Dengan sisa uang tabungan yang ada, Delima memilih untuk pulang ke kampung halamannya untuk menemui keluarganya yang amat dirindukannya. Sudah tiga tahun lamanya Delima tidak pernah pulang, menjenguk Ayah-Ibu nya disana.
Oh iya, para reader pasti bertanya-tanya kenapa Delima bisa sekolah di luar daerahnya, kan? Sementara ekonominya morat-marit. Karena Delima mendapatkan tawaran beasiswa di sekolah Muhammadiyah A.
Flashback on.
Tepat saat hari kelulusan kelas sembilan (SMP), kepala sekolah Delima mendapatkan informasi mengenai beasiswa full bagi siswa yang berprestasi tapi kurang mampu dalam bidang finansial, sekolah itu adalah sekolah Muhammadiyah A. Maka, kepala sekolah Delima merekomendasikan Delima untuk coba mendaftar di sekolah itu.
Dengan penuh kebingungan dan keraguan untuk mendaftar, Delima menjelaskan keadaannya kepada kepala sekolahnya, tentang kehidupannya yang sangat-sangat terbatas.
"Kamu nggak usah mikirin ongkosnya, Ibu akan menanggung semuanya. Yah, kamu daftar Ya, Del. Siapa tahu kamu keterima, kan? Bagi Tuhan tidak ada yang mustahil, ingat itu."
"Ibu sangat menyayangkan jika kesempatan ini kamu sia-sia begitu saja, beasiswanya full lagi." Tambah kepala sekolah itu.
Akhirnya, Delima membulatkan tekad nya, dia mendaftarkan dirinya di sekolah itu.
Singkat cerita, Delima berhasil mendapatkan beasiswa itu, pihak sekolah bangga kepadanya begitu pun juga kedua orang tuanya.
Flashback of.
Delima menelepon orang tuanya, dia ingin mengabari jika dirinya akan pulang untuk sementara waktu. Ah iya, Kampung halaman Delima berada di Kamalawatar, Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Assalamualaikum, Yah."
"Waalaikumusalam, Kakak! Aduh, bagaimana kabarmu? Baik-baik sajakah di sana? Sudah makankah? Dari tadi pagi Ayah menunggu teleponmu. Ayah tak menelepon, khawatir kau sedang sibuk Nak."
"Baik-baik, Pak, Delima baik-baik saja."
"Delima ingin mengabari ayah jika Delima bakal akan pulang sementara waktu, Delima sangat rindu dengan kalian, sudah tiga tahun lamanya kita tidak bertemu, kita selama ini hanya bicara lewat telepon saja."
"Lalu bagaimana dengan..." ucapan Bapak terpotong oleh Delima.
"Ayah, maaf, Delima memilih untuk tahun ini Delima tidak akan berkuliah, Delima akan kuliah tahun depan saja, ayah.
Di seberang sana Ayah tak mampu berucap, lidahnya kelu, hatinya teriris sembilu, mendengar perkataan putri satu-satunya.
"Pasti masalah biaya kuliah ya?" Tebak Ayah, "Maafin Ayah, Delima, karena keadaan ekonomi keluarga kita yang morat-marit, membuat impianmu pun harus terhempas, nak. Sekali maafkan Ayah. Ayah belum bisa menjadi ayah yang baik untukmu." Di seberang sana ayah terdiam, senyap, lalu terdengar isak tangis, lalu sedu sedan.
"Ayah menangis, ya. Aduh, Ayah, janganlah menangis, Delima tidak apa-apa, toh, ini pilihan Delima juga, ayah jangan menyalahkan bersalah seperti itu, ya."
Diseberang sana, ayah menghapus air matanya, berusaha tegar, tapi di lubuk hatinya yang terdalam, yang paling dalam... dia ingin putri satu-satunya itu melanjutkan studinya, tapi apa mau di kata, itu sangat mustahil, kondisi perekonomian tidak memungkinkan.
"Oh iya, kakak mau pulang, kan? Pulanglah, Ayah-Ibu pun juga rindu dengan kakak."
Delima menutup hapenya dengan perasaan yang bahagia, akhirnya Delima bisa melepas rindu yang sudah menggunung selama tiga tahun terakhir ini. gadis itu memutuskan bahwa hari itu dia pulang ke Kamalawatar, NTT.
Delima segera membereskan semua barang-barangnya, kebetulan asmara yang ditempatinya, masa kontraknya sudah selesai bersamaan dengan dirinya yang dinyatakan lulus di sekolah Muhammadiyah A.
*****
Kini ayah berada di pelabuhan. Kapal feri belum datang. Kapal selalu terlambat pada musim angin kuat, ombak besar ini. Hampir menjelang senja, kapal belum datang juga.
Sudah satu jam ayah berdiri mematung di sana, tak lepas dia memandang semenanjung.
Akhirnya, nun di ujung semenanjung sana tampaklah kapal feri itu. Sirene berkumandang dari pelabuhan Waingapu, pertanda kapal akan merapat. Tak lama kemudian kapal itu merapat. Para penumpang turun satu per satu.
Tak lepas ayah menatap para penumpang itu, lalu nun di sana muncullah putrinya, Delima. Sambil menyandang tas punggung yang terlalu besar bagi tubuhnya yang kecil, terpontang-panting anak perempuan itu berlari menuju ayahnya.
Keduanya sesaat saling berpelukan, meluapkan segala kerinduannya selama ini. Ayah memeluk Delima dengan erat, mengelus-ngelus kepalanya, mencium seluruh wajah putrinya.
Anak beranak itu lalu pulang. Delima duduk di boncengan motor ayahnya, sambil memeluk pinggang ayahnya dengan erat. Motor bebek tua itu lalu meliuk-liuk di antara mobil-mobil mewah, toko-toko yang besar dan gedung-gedung yang tinggi.
"Hidup tidak bisa selalu mekar seperti mawar, dan fantastis seperti unicorn." Batin Delima, menyandarkan kepalanya di bahu ayahnya, bahu yang sudah lama dia rindukan.
*****
Bersambung...
PESAN AUTHOR
Sesibuk apa pun, sejauh apa pun pergi, keluarga menjadi tempat untuk pulang. Uang dan popularitas sama sekali tak mampu membayar kebersamaan dengan keluarga. Toh, kita pun tidak pernah tahu ajal akan menjemput, maka dari itu habiskanlah waktu dengan orang-orang yang kamu sayangi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments