Chapter 5

Selamat datang di karya kedua Author"-"

Yang sudah mampir, please take the time to like and comment.😊

🍒 Happy reading 🍒

...***...

Sore harinya, Nadia mengantar Daemon pulang dengan janji akan membawanya lain kali. Khatleen memutuskan untuk mengantarnya sampai ke pintu.

"Jadi, bagaimana?" Nadia bertanya.

"Berjalan lancar. Akhirnya aku menemukan sekolah terbaik untuknya, ELCC." Balas Khatleen dan Nadia tercengang hingga dia berhenti berjalan sejenak.

"Serius?" Nadia bertanya dan Khatleen mengangguk.

"Ya, mengapa kamu terlihat begitu bodoh?"

Nadia tertawa dan mereka terus berjalan.

"Ekspresi wajahku tidak bodoh, hanya berteriak kaget."

"Terkejut? Kenapa kaget?" Khatleen bertanya dengan bingung.

"Sekolah itu cukup mahal, Hawa. Apakah kamu mampu membayarnya dalam waktu yang lama?" Nadia bertanya dengan cemas dan Khatleen tersenyum.

"Ya, jangan khawatir. Aku sudah melalui semua hal tentang sekolah dan tidak apa-apa untuk studinya. Aku percaya kalau aku akan segera mendapatkan pekerjaan... pekerjaan yang sangat bagus. Terima kasih, Hawa."

"Sama-sama"

Mereka berdua kembali berdiskusi seru hingga taksi yang Nadia pesan datang dan akhirnya dia berangkat ke tempatnya. Khatleen kembali masuk ke rumahnya dan bertemu Daemon yang sudah bermain dengan mainannya, dia berjalan melewatinya dan pergi ke dapur.

"Sebentar lagi, kamu tidak akan punya waktu untuk bermain dengan mainan mu itu." Khatleen berkata dan telinga Daemon terangkat. Dia langsung mengerutkan kening pada ibunya.

"Mengapa?" Daemon bertanya.

"Kamu akan pergi ke sekolah besok untuk pendaftaranmu," Khatleen memberitahunya sambil meletakkan telur dadar dengan hati-hati di setiap piring yang berisi mie goreng. Mata Daemon membelalak.

"Sekolah? Tapi Mom, kita baru saja sampai. Tidak bisakah kita menunggu sebentar sampai kita mengenal lingkungannya?"

"Kau harus tahu nak, kalau aku lahir dan besar di kota ini jadi aku sudah tahu segalanya tentang itu dan satu-satunya cara agar kau juga mengetahuinya adalah saat kau sekolah," jawab Khatleen tegas dan membawa kedua piring itu ke ruang tamu.

Khatleen duduk di lantai dan mendorong piring makanannya ke arah Daemon, namun Daemon mendorong kembali piring itu dengan wajahnya yang cemberut hingga membuat Khatleen terkekeh. Kadang-kadang, meja makan menjadi alat yang tidak berguna jika hanya mereka yang makan termasuk Nadia, mereka lebih suka duduk di ruang tamu dan menonton film. Mereka sudah terbiasa melakukannya.

"Tapi Mommy..."

"Berhentilah merajuk dan makan makananmu. Kenapa kamu tidak mau pergi ke sekolah?" Khatleen bertanya dengan penuh minat saat dia memutar garpunya di antara mie panjang yang menjuntai sebelum mengangkatnya dengan garpu dan memasukkannya ke dalam mulutnya.

"Simple saja, Mom! Sekolah adalah penjara. Kalau sekolah, kita tidak boleh melakukan apapun yang kita suka, kita juga harus tidur larut malam karena mengerjakan tugas dan bangun pagi takut dihukum karena datang terlambat. Mommy...selain itu, kita juga dituntut untuk memakai seragam. Padahal kita juga ingin memakai pakaian sesuai dengan keinginan kita...." Daemon mulai memberikan kuliah panjang.

"Kamu tahu, kamu itu terlalu pintar untuk anak berusia tiga tahun, ya? Lihat bagaimana mulutmu menari mengikuti angin. Sayangku, tidak apa-apa dan aku mengerti perasaanmu karena percayalah ketika aku masih muda dulu aku memiliki hal yang sama dalam pikiran mu bahkan lebih buruk. Saat aku tidak ingin pergi ke sekolah, ayahku akan memarahi ku dan bahkan ayahku juga memukul pantat ku." Khatleen terkekeh saat mengenang masa lalu yang indah bersama keluarganya.

"Dengan keluargamu, maksudmu kakek dan nenek?" Daemon bertanya dengan bahagia.

"Ya jadi..."

"Kapan aku akan melihat mereka, Mom? Aku tidak tahu siapa pun yang kamu tahu kecuali Aunty Nadia tapi aku senang mengetahui kalau aku masih memiliki kakek dan nenek." Daemon menyela dan menerima sentilan ringan dari Khatleen.

"Tentu saja, setiap orang memiliki kakek dan nenek. Mustahil tidak memilikinya. Entah mereka masih hidup atau sudah meninggal."

"Mom, apakah kakek dan nenekku sudah meninggal?"

Khatleen menghela nafas dan memutar matanya. Gen siapa yang diwarisi anaknya? sehingga harus menghasilkan anak yang begitu ingin tahu seperti Daemon? Karena satu hal yang pasti, Daemon belum saatnya ingin tahu seperti ini tetapi dia harus menanggungnya karena gen orang bodoh itu.

"Daemon, jangan lupakan tata krama saat makan. Makanlah dan besok kita akan berangkat pagi-pagi sekali ke sekolah barumu." perintah Khatleen.

"Oke, mumi." Daemon berkata dengan sedih dan terus makan.

Khatleen belum Pernah melihat raut wajah sedih seorang anak saat mendengar akan berangkat ke sekolah. Khatleen menggelengkan kepalanya.

"Jangan khawatir, kamu akan mendapat teman baru di sana dan kamu akan menyukai mereka." Khatleen membelai rambut anaknya dan Daemon mengangguk.

Setelah melalui moment itu, akhirnya ibu dan anak itu memutuskan untuk beristirahat kekamar masing-masing untuk mempersiapkan diri menghadapi hari esok.

...***...

Khatleen dan Daemon berjalan menyusuri sebuah gang dengan bergandengan tangan. Keadaan di gang itu sangat gelap dan mereka hanya bisa mengandalkan bantuan cahaya dari senter ponselnya.

Daemon tampak tidak takut karena dia bersama Mommynya sementara Khatleen ketakutan dan berusaha mempercepat langkah mereka.

Ini bukan pertama kalinya mereka berdua berjalan dalam kegelapan tapi kali ini sangat memberikan getaran yang berbeda, entah bagaimana terlihat sangat menyeramkan.

Ketika Khatleen melihat cahaya dari sebuah gedung, dia sangat senang dan langsung menarik Daemon secepat yang dia bisa tapi, bukan tangan Daemon yang dia raih melainkan ada sesuatu yang membuat mereka berdua berteriak.

Wajahnya tidak jelas tetapi kehadirannya lebih menakutkan dari pada seorang gangster.

"Kamu pikir kamu bisa melarikan diri dengan anakku semudah itu?" Pria itu bertanya dengan nada kejam.

"Siapa kamu? Lepaskan anakku." Khatleen berteriak padanya. Pria itu tertawa jahat.

"Aku harus melepaskan putramu? Apakah kamu lupa bahwa kita berdua melakukannya malam itu? Akulah yang memasukkannya ke dalam dirimu malam itu dan kamu dengan rela menerimanya, jadi sekarang kamu malah mengatakan dia anakmu? Ayolah, Jangan lakukan hal gila itu. Dia juga anakku dan dia sudah tiga tahun bersama mu. Jadi, sekarang dia milikku.!" Pria itu menjawab dan menyeret Daemon dari Khatleen.

"Kembalikan anakku. Siapapun itu, TOLONG." Pria itu mengabaikan teriakan Khatleen dan menghilang ke dalam kegelapan dengan diiringi suara tangisan Daemon.

"Mom, selamatkan aku."

"Tolong aku, Mom!!!"

"TOLOOOOOOONG!!!"

Suara alarm membangunkan Khatleen dari mimpi buruknya. Keringat dingin mengucur dari dahinya. Napasnya terengah-engah, dia sangat ketakutan saat itu, tapi ternyata apa yang dia alami hanya mimpi.

Dengan cepat Khatleen mematikan alarm dan bergegas menuju kamar putranya. Khatleen menghela nafas lega dan dia bersandar dipintu setelah mengetahui bahwa putranya baik-baik saja. Anaknya masih bergelung dibawah selimut persis seperti bayi.

"Apa maksud dari mimpi itu?"

"Siapa laki-laki itu?"

"Apa mimpi itu sebuah petanda bahwa laki-laki itu sudah ada disekitarku?"

Persetan dengan hal itu. Khatleen tidak mau ambil pusing, diantara ribuan pria diluar sana hanya ayah biologis Daemon yang tidak dia kenal.

"Tunggu, bagaimana kalau pria itu yang mengenaliku? Bukankah pria itu yang lebih dulu bangun pada malam itu?"

Brengsek, timbul lagi masalah baru. Khatleen melihat kearah putranya. Apapun yang akan terjadi, Daemon adalah miliknya dan dia adalah darah dagingnya.

Terkadang dibalik sebuah musibah terdapat berkah didalamnya. Dan berkah itu sudah dia dapatkan. Tidak ada yang lebih berharga dari pada putranya.

"He's only mine"

"I won't let you take my son from me"

Khatleen menghampiri putranya.

"Daemon ku, ini sudah pagi, bangun, bangun. Perjalanan kita masih panjang hari ini." Khatleen berbisik ketelinga kanan anaknya dan mengangkatnya dari tempat tidur ke kamar mandi.

Meskipun Daemon masih mengantuk, tapi, setelah air mengalir ke tubuhnya, dia benar-benar membuka matanya.

Setelah menyiapkan perlengkapan putranya, Khatleen pergi kekamarnya untuk mandi, lalu dia pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Daemon duduk di kursi meja makan. Dia menjilat bibirnya melihat menu sarapan dihadapannya.

Mereka sarapan dengan khitmat. Setelah itu, mereka pergi meninggalkan rumah. Dalam perjalanan, mereka bertemu dengan wanita gendut pemilik rumah yang Khatleen sewa. Wanita itu tersenyum ramah menyambut kedatangan mereka dengan penuh semangat.

"Selamat pagi, Nyonya Hamish." Khatleen menyapanya dengan senyuman saat dia berjalan melewatinya.

"Pagi, Leen." Jawab Hamish. Kathleen terbiasa dengan nama panggilan apa pun yang mereka berikan padanya selama itu bagus maka tidak masalah.

Khatleen dan Daemon pun naik bus langsung pergi ke sekolah.

To be continued.........

Terpopuler

Comments

Nadila Keisya

Nadila Keisya

aku akan selalu mendukung mu torr,, semangat

2023-01-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!