Sudah 2 minggu kalimat perceraian yang keluar dari mulut jahanam Fahri mengganggu pikiran ku, bagaimana jika dia benar benar menceraikan ku, aku tidak mau menyandang status sebagai janda, membayangkan nya saja membuat ku merinding.
Sekarang aku sedang duduk di kafe meratapi nasibku kedepannya,
"Nesha!!" suara itu? aku mengenalnya, ku balik badanku menghadap si pemilik suara.
"heyy, zidan, kita ketemu lagi, duduk di sini" aku menepuk nepuk kursi yang kosong di samping ku.
" Mungkin, kau harus traktir aku makan, karena aku punya waktu luang, pertemuan pertama kita di resto waktu itu cukup singkat, aku buru buru tapi kali ini kayanya aku bisa makan 2 porsi makanan gratis" dia terkekeh dengan menunjukkan senyum manisnya.
"Ok ok, pesan aja, aku yang akan bayar"
"Ngomong ngomong bukannya kamu di Lombok, ya. ngapain di sini?"
"Emm, aku di pindahkan tugas ke perusahaan utama yang ada di sini"
"Jadi kamu akan tinggal di Jakarta mulai sekarang"
"benar sekali, aku akan tinggal di Jakarta, dan kita pasti lebih sering ketemu" jawabnya dengan senyum manis yang tidak pernah berubah.
"Wah, berarti kita bisa sering ketemu dong"
"Sering ketemu? tunggu, kau yakin? apa suami mu itu tidak marah. secara, aku lebih ganteng dari dia "
"dia tidak pernah melarang ku bertemu sama siapapun" bukannya tidak melarang, lebih tepatnya tidak peduli, batinku.
Kami berpisah setelah selesai makan, aku harus kembali ke kantor begitu pula dengannya.
...
Seperti akhir pekan sebelumnya, aku menghabiskan waktu ku hanya di rumah. Ingin sekali aku keluar untuk berlibur tapi dengan siapa, aku tidak punya teman dekat hanya teman sebatas teman kantor. Aku juga tidak melihat Fahri, dari kemarin pria itu tidak ada pulang ke rumah. Karena terlalu bosan aku berencana untuk jalan jalan sebentar sekalian belanja bulanan. Aku juga ingin ke toko buku mencari beberapa buku untuk ku jadikan referensi dalam membuat novel.
Tujuan pertama ku ke toko buku, ingin rasanya membeli semua buku yang berjajar rapi di rak yang ada di depan mataku ini, ku susuri lorong demi lorong mencari buku yang ingin ku beli. Setelah dapat aku juga menyempatkan waktu untuk membaca beberapa baris buku yang ku beli tadi. Dari toko buku aku langsung ke swalayan berbelanja beberapa kebutuhan rumah, aku harus pintar pintar dalam mengatur keuangan ku, membeli barang secukupnya, tapi kali ini jiwa perempuan ku meronta-ronta, sudah lama aku tidak membeli baju. Baju yang ku kenakan ke kantor itu-itu saja, padahal dengan gajih yang aku terima lebih dari cukup untuk membuat ku terlihat keren setiap ke kantor.
Karena tidak tahan dengan godaan, akhirnya aku masuk ke toko baju memilih beberapa setel pakaian yang bisa ku kenakan ke kantor, juga beberapa baju harian. Aku tida langsung pulang setelah berbelanja, aku mampir sebentar untuk melihat matahari terbenam.
...
Aku merasa hari ini hari terbahagia Ku selama satu tahun terakhir. Seperti mendapatkan jati diriku yang hilang. hilang setelah menikah dengan Manusia sedingin es. Selama aku menikah dengan nya aku berusaha menjaga sikap ku padanya merubah diriku menjadi orang lain, membuat nya merasa nyaman dan tidak risih padaku, tapi apa yang aku dapat? tidak ada! sedikit pun aku tidak mendapatkan apapun justru hal itu menyiksa ku selama ini.
Aku tidak sadar jika sekarang sudah pukul 9 malam, aku terlalu asik dengan memandangi langit malam yang indah. Perutku juga sudah lapar, aku langsung pulang tidak berniat mampir untuk makan, lebih baik aku pulang dan menyiapkan makan malam siapa tau dia juga sudah pulang.
Keadaan rumah begitu gelap, tandanya Fahri juga belum pulang. Ku nyalakan lampu dan alangkah terkejutnya aku melihat Fahri yang duduk di sofa mengarah kan tatapan tajam padaku. Tatapan nya begitu menakutkan apa aku membuat salah padanya.
"Dari mana aja kamu?"
"Kamu tanya aku dari mana, bukankah harusnya aku yang bertanya ke kamu, kamu semalaman nggak pulang ke rumah, dan kamu tanya aku Kemana? yang benar saja kamu"
"Sudah ku bilang pernikahan kita hanya lah pernikahan..."
"Palsu kan, iya Fahri aku nggak lupa, aku ingat setiap kalimat yang kamu ucapkan tentang pernikahan kita, aku tau kamu menganggap pernikahan kita hanya pernikahan palsu yang di awali dengan perjodohan kulot orang tua kita, itu kan yang mau kamu bilang" jawabku berusaha tetap tenang.
"Kamu tidak ingin aku mencampuri urusan mu kan, dan aku menuruti kemauan mu, lalu, atas dasar apa kamu mencampuri urusanku" lanjut ku
"Sudah ku bilang aku tidak mau orang orang menganggap ku menikahi seorang wanita murahan yang kerjaannya hanya menghabiskan waktu hingga larut malam"
deg!!
Apa aku tidak salah dengar, dia menyebut ku wanita murahan, terbuat dari apa hatinya itu, aku sudah tida bisa berdebat lagi dengannya. Perutku lapar, terserah dia ingin menyebutku apa. Aku tida peduli sama sekali, ku balik tubuhku dan melangkah menjauh darinya.
"Tunggu! aku belum selesai bicara" di tarik nya tanganku dengan kasar hingga kembali menghadap padanya, belanja an yang ku bawa terjatuh dan terlepas dari genggaman. Aku merasa ada emosi yang memuncak dalam diri Fahri.
"Lepas Fahri! ini sakit, kamu menyakiti ku Fahri " bukannya melepas dia malah mempererat genggamannya, melangkah lebih dekat ke arahku.
"Kamu mau apa Fahri, ja--ja--jangan macam macam kamu" ucapku dengan gugup.
"Kenapa? kamu takut hah, aku suamimu, dan bukannya kamu sering melakukan nya dengan pria lain di luar sa---"
Plak!!!!
"Keterlaluan kamu Fahri" aku berucap tentang tapi penuh penekanan.
Aku tidak menyangka dia setega itu padaku, tanpa sadar aku menampar pipinya, mendorong tubuhnya sekuat tenaga agar menjauh dari ku. Buliran bening menetes jatuh dari pelupuk mataku, aku tidak pernah menangis di hadapannya begitu juga saat dia tidak ada, aku tidak pernah menangisi sikap kasarnya. Tapi kali ini dia keterlaluan, dia merendahkan ku, merendahkan harga diriku. Aku tidak sanggup lagi berdebat dengannya aku pergi setelah menamparnya membiarkan belanjaan ku jatuh berserakan.
Fahri POV
Aku tidak pernah melihatnya menangis, mau sekeras apapun perlakuan ku padanya. Tapi hari ini, apa aku kelewatan? untuk pertama kalinya aku melihat wajahnya di hiasi air mata karena ucapan ku. Emosi ku memuncak saat melihatnya tertawa riang dengan seorang pria beberapa hari lalu di dalam kafe. Aku tidak tau perasaan apa yang muncul dalam diriku, aku tidak suka dia tertawa dengan pria lain, aku mencoba menahannya bersikap seperti biasa tidak peduli apa yang dia lakukan, dengan siapa dia menghabiskan waktu, aku berusaha acuh tapi malam ini melihatnya pulang, emosiku memuncak di tambah dia sudah berani melawan perkataan ku, biasanya dia hanya diam atau pergi meninggalkan ku.
Ku tatap belanjaan miliknya, yang berserakan. Ku masukan kembali ke dalam tasnya, ada beberapa baju yang dia beli, termasuk setelan formal, sepertinya pakaian itu akan dia gunakan untuk Ke kantor. Beberapa perlengkapan dapur, selama ini dia selalu membeli keperluan dapur menggunakan uangnya, karena aku tidak pernah memberi sepeserpun uang untuk nya. Perasaan bersalah tiba tiba muncul dari dalam hatiku. Wanita itu juga membeli beberapa buku.
"Bukan inginku" buku ini masih baru, tercium dari baunya. tapi dia sudah memberi tanda pada lembar buku terakhir yang dia baca.
"Apa dia menghabiskan waktu dengan membaca buku ini"batinku.
Ku bawa 2 tas yang berisikan buku juga baju milik Nesha, awalnya aku hanya meletakkan tas itu di atas sofa, tapi ku urungkan ku raih kembali tas belanjaan milik Nesha dan membawanya ke kamar. Kebetulan pintu kamar Nesha tidak terkunci. Ku tatap punggung yang berbaring membelakangi ku, entah kenapa bukannya pergi aku malah mendekat dan duduk di sisi ranjang yang kosong memperhatikan nya dari belakang. Aku ikut berbaring di sampingnya bukan hanya itu, aku mendekatkan diriku padanya dan melingkarkan tanganku di pinggang rampingnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Amalia Gati Subagio
lbh suka ditindas ya bu? pinter, oh ah
2023-08-17
0