"Assalamualaikum ayah ibu, Nesha pulang" teriakku setelah turun dari mobil.
"Putri ibu sudah datang, ibu sangat merindukanmu sayang" ibu memeluk ku yang begitu ia rindukan.
"ayah juga sangat merindukanmu"
"sayang, kamu datang sendiri? di mana suami mu?" tanya ibu saat tau aku datang sendiri, ibu juga mencari-cari sosok lain seharusnya ikut bersama ku.
"mas Fahri lagi banyak kerjaan bu, aku nggak bisa memaksa nya kesian dia "ucapku mencoba menyakinkan orangtuaku. Semoga saja berhasil.
"Iya, ayah paham dia pasti sibuk, lain kali mungkin dia bisa datang" aku hanya tersenyum miris, mengingat sudah berapa kali aku berbohong mengenai dirinya pada orangtuaku.
"Ayo masuk nak, kamu pasti lelah, apalagi kamu mengendarai mobil sendiri, ibu sudah siapkan makanan kesukaan mu"
Mendengar itu aku langsung merangkul bahu ibuku, dan masuk kedalam rumah, tida sabar memakan makanan ibu yang sudah lama ku rindukan.
"ibu, abang jadi kesini kan, aku rindu kanaya"
"Iyaa, abang mu akan kesini "
Ku rebahkan tubuh lelahku di atas ranjang, menatap langit langit kamar, pikiranku tertuju pada seseorang yang bahkan tidak menganggap ku ada. Ingin sekali menelpon nya sekedar menanyakan apa dia sudah makan, tapi aku masih mempunyai akal sehat, lebih baik ku habiskan waktu 2 hari ku untuk bersenang senang.
Karena terlalu lelah aku tertidur hingga langit yang awalnya cerah kini berubah menjadi gelap. Ibuku datang membangun kan ku untuk makan, dan sekarang aku sudah ada di meja makan. Kami masih menunggu Abang ku dan keluarga nya yang juga datang, aku sangat merindukan keponakan kecilku, sudah lama aku tidak bertemu dengannya.
Kami keluar setelah mendengar bunyi bel rumah, itu pasti abang ku.
"Abang" ku peluk erat dia, setelah itu Kaka ipar ku dan tidak lupa putri kecil mereka.
"Tante Nesha rindu banget sama Kanaya"
"Aya juga merindukan tante Nesha"
"hey, apa kamu mau bikin abang mu ini pingsan berdiri di luar" ucap Abang ku yang berlebihan.
"Abang berlebihan, lebay tau nggak sih!"
"masuk Han " ucapku pada kaka ipar ku, di balasannya dengan senyum manis untukku. Aku memanggil nya dengan menyebut namanya, karena kami seumuran. Abang ku sering memukul ku karena itu, katanya tidak sopan, walaupun kami seumuran tapi Hana tetap lah Kaka ipar ku, katanya.
"Nesha mulut mu itu memang mau abang lakban, yaa. Kamu memanggil Kaka ipar mu dengan namanya"
"Kami kan seumuran, toh istrimu tidak keberatan, iyakan Hana?" aku mencari pembenaran dengan bertanya pada Hana dengan sesekali mengangguk-anggukkan kepala memberikan isyarat padanya, ipar ku yang baik akhirnya membalas dengan anggukan kepala juga.
"Anak ini, kalian mau bertengkar hingga besok, kalian tidak lihat Hana dari tadi sudah berdiri kelelahan" ucapan ayahku menghentikan pertengkaran konyol kami. Tampa menunggu, aku menggandeng tangan Kanaya menuju meja makan di ikuti anggota keluarga yang lain.
"Sha, suami kamu sesibuk apa sih, sampai nggak bisa meluangkan sedikit waktunya untuk kerumah ibu ayah" aku mengacuhkan pertanyaan Nathan.
"Sesibuk apa dia hingga tidak bisa meluangkan waktu sebentar" Abang ku mengulang lagi pertanyaannya.
"Entah" jawab ku simpel, dan melanjutkan makan ku.
"Dia bersikap baik kan padamu?"
"Yaa, aku sudah hidup bersama nya 1 tahun, jika dia bersikap buruk padaku mana mau aku bertahan dengannya selama ini" lagi-lagi aku berbohong karena nya, entah berapa banyak kebohongan lagi untuk menyembunyikan keadaan rumah tangga kami yang tidak normal.
"Kalo dia macam macam sama kamu, bilang sama abang, abang akan memberi nya pelajaran" aku hanya mengangguk mengiyakan ucapan Nathan, andai ku beritahu dia, jika kemarin aku di dorong hingga membentur dinding, sudah ku pastikan Fahri akan habis di tangan Nathan. Walaupun kami sering bertengkar, abang ku tidak akan membiarkan aku terluka. Dia akan menjagaku dan menuruti semua keinginanku.
....
Selesai makan, kami berkumpul di ruang tamu untuk menonton film bersama, aku dan Kanaya sibuk bermain, hingga tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Kami semua masuk ke dalam kamar masing masing. Sudah satu jam aku berusaha tidur tapi mata ini tidak bisa di ajak kompromi, bukan tanpa alasan aku tidak bisa tidur, aku masih memikirkannya, pria yang sudah berani mengusik pikiran ku, siapa lagi kalo bukan suamiku tercinta, yang tidak mencintai ku tentunya.
Aku tidak tahan lagi, ini sungguh menyiksa, ku ambil ponselku dan mencoba menelpon nya tapi ponselnya berada di panggilan lain, dengan siapa dia menelpon di jam segini, aku mencoba menelpon nya kembali setelah beberapa menit menunggu, tapi tidak ada Jawaban, ok sekarang ku kirimkan pesan singkat padanya.
"Aku pulang besok sore"
Tidak ada Jawaban seperti dugaan ku, tapi rasanya aku lega sudah menghubungi nya, dan akhirnya aku bisa tidur dengan nyenyak.
Aku duduk bersama ibuku di halaman rumah kami, dulu aku sering membantu ibu merawat bunga-bunga kesayangannya, aku duduk dengan menyandarkan kepala ku di bahu ibu, sesekali ibu mengusap lembut kepala ku.
"ibu, Nesha nggak mau pulang ke Jakarta, Nesha mau tinggal dengan ibu dan ayah saja"
"Kamu kok ngomong gitu, sayang. kamu kan sudah punya suami, masa tega ninggalin dia sendiri"
"Mungkin dia tidak akan masalah bu, kalo Nesha bilang ijin untuk tinggal dengan ayah sama ibu"
"Kenapa sayang? kenapa kamu mau tinggal bersama ibu?"
"nggak papa, Nesha cuman ingin tinggal saja bersama kalian"
"kamu tega bikin suam kamu merasa sendiri, kesian dia. Siapa yang akan menyambut nya saat lelah, siapa yang akan membuatkan makanan untuknya"
Aku tidak menjawab lagi ucapan ibuku, aku memilih bungkam, takutnya jika aku banyak bicara, aku akan membicara hal yang tidak ku inginkan, aku memilih memeluk erat tubuh ibuku, mencari kehangatan yang selama ini aku rindukan.
....
Jam 4 sore, kembali ke Jakarta, aku mampir sebentar ke restoran untuk mengisi perut. Aku duduk di kursi paling ujung yang menghadap langsung ke jalan. Ku tatap samar-samar seseorang yang duduk tidak jauh dari kursiku, aku mencoba memastikan jika aku tidak salah orang.
"Zidan?" dia berbalik. Benar, aku tidak salah orang, dia Zidan teman Abang ku, dia sering datang kerumah bersama Nathan. Semenjak menikah, aku tidak pernah lagi bertemu dengannya, aku sangat cemburu padanya karena kulitnya yang jauh lebih putih dariku.
Dia tersenyum dan berjalan menuju mejaku.
"Nesha, ngapain kamu disini, sendiri?"
aku mengangguk
"aku lagi nonton pertandingan sepak bola" jawaban yang pas untuk pertanyaan konyolnya.
"yaaa aku mau makan lah" jawabku ketus,
"kamu nggak berubah sha, ternyata masih sama seperti dulu, suka nya ngegas, di mana suami kamu?"
"aku sendiri, dia nggak Ikut, aku baru balik dari rumah ibu, terus mampir, perut ku minta di isi"
"Hem, aku nggak nyangka kita ketemu disini, tapi kayanya aku harus duluan deh, mungkin lain kali kita bisa ketemu lagi, kalo gitu aku duluan, ya" ucapnya dan berjalan pergi, ku lambaikan tangan padanya dan di balas senyuman manis olehnya, senyum yang bisa membuat para gadis terlena.
Selesai makan aku kembali melanjutkan perjalanan ku, hingga pukul 7 malam akhirnya aku sampai di rumah, badanku terasa remuk, saat ini keinginan ku hanya satu, berbaring di atas ranjang. Keadaan rumah sepi entah kemana perginya pemilik hunian ini. Aku berjalan menuju kamar tapi langkah ku terhenti di depan pintu kamar lain, aku hanya ingin memastikan apa si pemilik kamar ada di dalam atau tidak. Ku beranikan untuk membuka pintu kamar yang tidak terkunci, kamarnya kosong, tidak ada siapapun, aku berjalan untuk duduk di atas ranjang yang masih rapi.
Walaupun kami tidak sekamar, tapi aku sering masuk jika pemilik kamar tidak ada untuk sekedar membereskan kamarnya, dan aku hapal betul wangi kamar miliknya, tapi kali ini wangi kamarnya berbeda dari biasanya.
"Apa dia mengganti parfum nya" Monolog ku
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments