"K-kau...Aaggghh" teriak Calvin frustasi karena melihat bekas kepemilikan yang mungkin saja dibuat olehnya semalam.
"Maaf tuan" Laura masih menunduk, dengan bahu yang bergetar, dia menangis dalam diam karena merasa sangat menjijikkan sekarang.
Calvin diam mematung melihat Laura dalam tangisannya, tiba-tiba saja ada rasa iba muncul didalam hatinya, karena merasa semua ini bukanlah kesalahan Laura sepenuhnya. Setelah lama berdiri memperhatikan asistennya menangis mau tak mau Calvin melangkah pelan dan membawa Laura dalam pelukannya. Mengusap lembut rambut sebahu asistennya yang sedikit kusut karena tak sempat merapikannya, Biar bagaimanapun dia sudah menganggap Laura seperti adiknya sendiri, terlepas dari kejadiaan beberapa saat lalu, Calvin berharap tidak terjadi sesuatu dan berfikir bahwa ada seseorang yang berusaha menjebaknya dengan cara keji.
Laura masih menangis dipelukan Calvin, rasa bersalahnya semakin besar saat ini. Melihat Calvin akhirnya mau menenangkanya dalam pelukan membuatnya cepat mengusap air matahya, ia tersadar dan memundurkan diri menjauh beberapa senti dari atasannya.
Laura kembali memihta maaf dan membungkuk tanda dia benar-benar menyesali kebodohanya yang mengikuti keanehan atasannya semalam.
Laura tahu betul semalam Calvin dikuasai oleh nafsu besar karena minumannya itu tercampur obat laknat. Melihat itu Laura berniat membawa Calvin kedalam kamar mandi untuk mendinginkan kepalanya agar segera sadar tetapi karena mata sudah dipenuhi kabut nafsu dan rindu yang begitu dalam pada istrinya Calvin menarik tubuh laura kedalam pelukannya, menempelkan bibir mereka dan berakhir menjadi ciuman yang panjang dan menuntut.
Laura masih sempat memberontak dan berusaha menjauh tetapi lagi-lagi kekuatannya tidaklah sebanding dengan kekuatan Calvin. Dan benar Laura menikmatinya dan ikut terhanyut
Hingga pagi menyambut kejadiaan itu seperti petir menyambar baginya karena tiba-tiba saja sepagi itu Alice datang dan melihat kebusukannya.
"Kau kembalilah"
"Baik tuan, maafkan saya" ucapnya lirih kemudian berbalik hendak pergi tapi lagi-lagi suara dingin Calvin sontak menghentikannya sesaat, "Aku tidak mengingat apakah semalam kita melakukanya atau tidak, karena sungguh aku tidak bisa mengingat apapun" ucapnya masih memandang punggung asistennya, dia melanjutkan "tapi jika benar itu terjadi karena kebodohanku, aku berharap kau lupakan dan jangan biarkan dia tumbuh dirahimmu" tampa disadari Calvin air mata Laura kembali mengalir dan tangannya terlihat mengepal kuat, dia tidak menyangka bahwa Calvin akan mengatakan hal rendah itu padanya. Tampa mengatakan apa-apa Laura melangkah keluar dengan senyum getir penuh arti.
***
Setelah mengatakan itu Calvin melangkah menuju kamar mereka tapi betapa terkejutnya saat melihat keberadaan Alice yang sudah berdiri mematung di ujung tangga tampa ekspresi apapun.
"Apakah dia mendengar dan melihat semuanya?" Oh sungguh Calvin hanya takut jika Alice melihatnya memeluk Laura tadi. Gumamnya hanya dalam hati.
"Sayang bagaimana kondisimu?" Calvin yang melihat wajah istrinya masih sangat pucat segera melangkah cepat menaiki anak tangga dimana istrinya tengah berdiri, dia merutuki dirinya yang sangat bodoh sekarang, sudah jelas Alice melihat semuanya tadi, dan dokter sialan itu bagaimana mungkin bisa sangat terlambat dan membiarkan istrinya terbangun lebih dulu tampa diperiksa.
Melihat Calvin yang hendak mendekat kearahnya Alice berlalu begitu saja membiarkan tangan suaminya tergantung saat ingin menyentuh wajahnya.
Niat awalnya tadi ingin turun untuk minum karena kehabisan air di kamar, tetapi sungguh sial karena harus menyaksikan drama murahan tepat dibawah tangga.
Calvin yang menyadari istrinya masih marah, hanya berdiri mematung dengan raut wajah yang sulit diartikan.
Setelah melalui siang dengan keheningan diantara mereka, disinilah Alice sekarang dibalkom kamar berdiri sendiri dengan tangan bersedekap di dada, mengahalau dinginnya malam.
"Maafkan aku, aku bisa menjelaskannya, aku bahkan berani bersumpah kau salah faham" lirihnya sendu diceruk leher Alice dengan tangan masih melingkar diperut istrinya.
Sesaat Calvin merasa bahwa ada sesuatu yang berbeda saat tangannya berada disana namun dia abaikan karena maaf Alice jauh lebih penting saat ini.
"Hm" jawabnya singkat, masih membiarkan tangan suaminya disana, Alice lelah mendebat saat ini. "Biar seperti dulu" batinnya merasakan kehangat tubuh suaminya yang mulai berkhianat.
"Maaf karena menampar-"
"Bukan masalah, aku tahu aku yang salah karena berteriak padamu" Sela Alice tapi dengan nada suara rendah dan dingin.
"Apakah ini berarti-"
"Biarkan aku pergi". Mendengar itu Calvin mengendurkan pelukannya dan berdiri dihadapan Alice dengan wajah yang hawatir.
"Tidak sayang, maafkan aku. Tolong jangan berkata seperti itu, aku mohon"
"Penghianat tetaplah penghianat, dan aku tidak bisa mengabaikan itu"
Calvin faham, dan ia tidak marah dengan ucapan istrinya.
"Ya iya kau benar, aku penghianat, brengsek, bajingan, aku memang salah karena tidak bisa menjaga perasaanmu" lirihnya dengan nada penyesalan. "Tapi ku mohon sekali saja. Beri aku kesempatan sekali saja memperbaiki semuanya" monolog Calvin masih mempertahankan hubungan mereka yang bisa saja berakhir jika ia mengalah sekarang.
Alice masih terdiam menimang keputusannya. Sampai beberapa saat mereka terdiam bersama membiarkan angin malam menyapu kulit mereka dengan lembut.
"Baiklah, hanya sekali. Tapi jika semua sia-sia dalam waktu enam bulan ini aku mohon biarkan aku pergi.
"Apa maksudmu?
****
Sementara ditempat yang berbeda seorang pria bertubuh tinggi tegap tengah berdiri memandang kearah jendela kaca besar apartemennya. Sesekali bibir itu tersenyum saat mengingat wajah cantik wanita yang dia cintai dalam diamnya. Rahang tegas dan sedikit bulu itu menambah ketampanan nya. Dia masih berdiri dengan tangan yang masih setia di dalam saku celana.
"Apakah dia masih menjadi pemilik dihatimu?
Suara seorang wanita sexy menyadarkannya, dia tidak berbalik tapi berdeham mendengar pertanyaan wanita cantik bermata biru itu menandakan memang dihatinya akan selalu ada wanita itu dan hanya dia satu-satunya.
"Wah, ayolah aku sangat cemburu padanya" wanita itu mendekat dan memeluk pria yang dia cintai dari belakang. Jika diperhatikan mereka terlihat sangat ..sangatlah cocok, wanita cantik dan pria tampan.
"Apakah dia sangat cantik?
"Hum sangat, bahkan semua yang ada padanya semuanya cantik.
Wanita itu masih mendengar pria nya membahasa wanita lain yang diapun tidak tahu seperti apa wajahnya, sementara hatinya sudah sangat terluka karena tiap kali pembahasan mengenai wanita itu hatinya akan kembali terluka.
Melihat wanita yang memeluknya hanya diam pria bermata coklat itu tahu, jika Arabella terluka. Ya dia Arabella asisten pribadinya tapi terlihat seperti sepasang kekasih. Sama seperti saat ini atasan dan bawahan itu tengah berdua di dalam kamar yang sama.
"Bella, kau yang memilih tinggal dan aku sudah berulang kali mengatakan tidak ada tempat untukmu"
"Wah, Tuan kau benar-benar sangat menyebalkan" wanita itu melepaskan pelukannya dan berjalan ke kasur untuk berbaring.
Pria tampan itu hanya melihatnya dan menghela nafas pelan sambil tersenyum dan menggelengkan kepala karena tidak percaya Arabella sangat keras kepala.
Dia tidak menyusul karena masih ingin berdiri disana dengan senyum yang masih sama, senyum hangat yang sangat manis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments