Setelah beberapa jam diperjalan kaki mulus dan jenjang itu melangkah memasuki sebuah mobil yang sudah dipesannya beberapa menit yang lalu, wanita cantik dengan rambut tergerai itu duduk sambil menyandarkan punggungnya dengan mata tertutup, menghirup udara lain di kota suaminya.
Iya dia Alice Advinson cita-cita awalnya yang ingin menjadi seorang pembela umum harus ia relakan demi memenuhi wasiat orang tuanya, menikahi lelaki yang sama sekali tidak pernah ia fikirkan sebelumnya.
Pernikahan yang dilakukan secara tertutup karena permintaan Alice sendiri berlangsung dengan khidmad dan tenang. Awalnya ia ingin memberontak dan meminta agar lelaki bernama Calvin yang sudah menjadi suaminya itu mau melepaskannya dan mereka bisa hidup masing-masing. Fikirklnya asal syarat wasiat kepemilikan perusahaan dengan menikah sudah terlaksana toh tak mengapa jika setelah menikah pernikahan itu akhirnya berakhir.
Namun siapa menyangka bahwa permintaan konyol alice di tolak langsung olehnya.
"Tidak, aku tidak akan melepaskan tanggung jawabku, aku sudah bersumpah dihadapan Tuhan, lantas bagaimana aku bisa mengingkarinya?" Sarkas Calvin malam itu yang masih terngiang-ngiang ditelinganya.
"Aku tahu, kau bahkan tidak menginginkan pernikahan ini sebelumnya" tebak Alice yang memang itulah kebenarannya, awalnya Calvin memang menentang perjodohan yang menurutnya kolot dan tak masuk akal, tapi siapa sangka saat pertama kali bertemu Calvin ternyata diam-diam langsung menyukainya. Alice melanjutkan "lantas untuk apa kita pertahankan pernikahan yang tidak menguntungkan kita berdua?!"..
Alice masih diam menunggu lelaki yang masih masih mengenakan tuxedo itu membelakanginya, entah apa yang tengah difikirkannya. Lama menunggu membuat Alice hendak berdiri untuk mengganti gaun pernikahannya tapi suara rendah Calvin membuatnya terdiam dan membisu "Tidak, aku tidak akan melepaskanmu, dan aku juga tidak akan membiarkanmu melepaskan pernikahan ini sampai kapanpun" setelah mengatakan itu Calvin berjalan keluar melewat Alice yang masih terpaku dengan lamunannya.
***
"Nona, maaf kita sudah sampai" Suara sopir menyadarkan Alice dari lamunan panjangnya. Segera mengangkat bokong dan meminta maaf setelah memberi tips lebih, karena sadar tadi dia terlalu lama mengambil waktu si supir untuk membiarkannya menghabiskan lamunannya yang panjang. Alice melangkah dengan anggun kesebuah bangunan tua namun terlihat sangat menenangkan, di ujung sana dia sudah melihat dua orang yang ia kenal, sepasang suami istri. Yang istri tengah mengenakan kursi roda dengan suami tuanya yang memegan pengangan dibelakangnya. Senyum tulus itu terpancar saat melihat siluet yang sangat mereka rindukan beberapa bulan ini.
"Mom, Dad Alice merindukan kalian" ucapnya dengan senyuman tulus untuk kedua orang yang dia sayangi.
Setelah itu Alice menggantikan Ayah angkatnya mendorong sipujaan hati kesebuah taman yang masih didalam lingkungan panti. Mereka bertiga tertawa bersama, bercerita sambil melepas rindu masing-masing. Tuan dan Nyonya Martinez sangat menyukai Alice karena setelah kehadiran wanita cantik ini istrinya sudah tidak pernah lagi meratapi kepergian putri mereka yang sudah lebih dulu menghadap Tuhan, usia Alice mungkin sebaya sehingga saat melihat Alice mereka melihat putri mereka sendiri.
"Dad dan Mommy harus tetap ingat pesan Alice, oke?" Tuntut Alice yang tidak boleh dibantah sama sekali.
"Terima kasih sayang" senyum tulus Nyonya martinez, kehadiran Alice mampu mengobati rasa rindunya pada putrinya, sungguh saat ini baginya Tuhan masih sangat baik padanya, Ia tidak benar-benar kehilangan kasih sayang seorang anak, disaat putri bungsunya meninggalkannya, berbeda dengan putra sulung mereka yang Justru tega membawa mereka kepanti dan seolah melupakan bahwa kedua orang tua inilah yang membuatnya sebesar sekarang.
****
Setelah pulang dari panti Alice tak langsung kembali ke rumah, ia memilih kembali ke apartemen miliknya yang ia beli beberapa bulan lalu, dan kebetulan suaminya juga belum mengetahui tentang apartemen ini. Alice berniat memberi tahunya nanti setelah mereka berbicara santai saja, fikirnya.
Selama ini mereka disibukkan dengan pekerjaan masing-masing meskipun Alice hanya sesekali ke luar kota melihat perkembangan perusahaan peninggalan ayahnya tapi dia tiap harinya mengecek dan memantau dari balik layar tabletnya.
Dirumah Alice akan menunggu dan menyambut suaminya, melayani dan memberi perhatian khusus layaknya seorang istri pada suaminya.
Mereka menjalani hari-hari seperti biasa, walaupun terkadang ada saja beberapa wanita yang sengaja menunjukkan ketertarikannya langsung pada suaminya, dengan sigap Calvin akan menjelaskan dan menyingkirkan siapa saja yang berniat melukai hati wanitanya.
Seperti waktu itu, seorang wanita dengan sengaja mengecup pipi Calvin didepan Alice, sungguh pemandangan yang sangat menyakitkan suami yang kita cintai disentuh oleh tangan lain se enaknya.
Sampai saat ini Alice masih bertahan karena percaya suaminya tidak akan tergoda dengan wanita manapun.
Alice percaya karena tiap kali mata mereka bersitatap, Alice melihat tidak ada tanda-tanda kebohongan disana.
Oh sungguh sangat dilema.
****
Keesokan paginya, pagi-pagi sekali Alice sudah terbangun diapartemennya sendiri, ia tak mengabari Calvin atas kepulangannya. Alice memang sengaja ingin memberi kejutan untuk suaminya, ia ingin melihat bagaimana bahagia suaminya nanti.
"Harusnya setelah ini kita memilik babykan sayang?" Gumam Alice membayangkan wajah tampan suaminya, sejak semalam rasa rindu dan rasa resah bercampur menjadi satu. Entah ia resah karena apa, mungkinkah karena wanita manis ini sudah sangat merindukan pelukan suaminya.
Dengan perasaan berbunga-bunga, Memasak makanan kesukaan suaminya dan melangkah keluar apartemen dengan sebuah paperbag ditangan. Alice siap, memadu kasih sekarang.
Melajukan mobil dengan pelan sambil bersenandung riang, senyum tipis tak pernah pudar. Sampai didepan halaman rumah, Alice melangkah pelan memasuki pintu dan berjalan menaiki tangga menuju kamar pribadi mereka, dengan langkah pasti, senyum lebar serta jantung yang berdetak semakin kencang.
"Ah apakah aku sedang jatuh cinta?" Desisnya rendah memegang dada sebelah kirinya.
Jari-jari ramping itu menggengam gagang pintu, diputar perlahan dan didorongnya hati-hati, semakin tergesernya daun pintu semakin kencang pula detakan jantungnya.
Dan tatapan penuh rindu tadi tiba-tiba berubah dingin dan terluka saat matanya menangkap siluet yang berada diatas kasur mereka. Alice masih mematung memperhatikan lelaki yang sangat dia kenal terlihat sangat gelisah. Tampa mereka sadari mata yang menangkap mereka kini sudah mengeluarkan air. Alice menangis dalam diam.
Sampai ia bisa mengendalikan diri dan membuat mereka berdua terpaku.
"Oh ternyata kesetian dan kesabaranku selama ini kau hadiahkan dengan kado seindah ini?" Alice Advinson masih mematung dengan tatapan penuh arti pada dua manusia berlawanan jenis tanpa busana diatas kasur king size nya. Raut wajahnya yang tenang dan tatapannya yang seketika berubah dingin mampu mengubah atmosper didalam kamar"
Sontak saja kehadiran Alice membuat Calvin semakin kaget dan frustasi. Belum sempat ia mengingat kenapa ada wanita lain disini, dikamarnya. Sial.
"Aagghhh...." teriaknya sambil menghamtam dinding kamarnya.
"Kau, kenapa ada dikamarku? Desisnya sinis. Sambil memungut pakaian dan memakai celananya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments