Setelah kembali Safira memberi tahu orang tuanya kalau dia mendapat pekerjaan lain dengan gaji yang sangat tinggi, tapi tidak menghalanginya untuk tetap bekerja di perusahaan. Namun, pekerjaannya itu mengharuskan dia untuk menginap.
Safira tidak menceritakan yang sebenarnya kepada orang tuanya karena tidak ingin mereka khawatir. Jika mereka tahu yang sebenarnya mereka pasti akan melarangnya. Pak Lukman dan ibu Kamila akhirnya setuju membiarkan Safira tinggal menginap setelah dibujuk oleh putri mereka.
Malam itu juga Safira mulai mengepak beberapa pakaian dan perlengkapan lain yang dibutuhkannya ke dalam koper. Besok dia hanya perlu membawa kopernya ke rumah Amar. Setelah berbenah, Safira tidur sambil tersenyum menantikan hari esok yang cerah. Dia bisa mendapatkan gaji 10 juta dengan menjadi pembantu, selain itu dia bisa cuci mata dengan melihat wajah tampan Amar.
Kesibukan hari ini membuat Safira melupakan penolakan Aditya sejenak. Dan mungkin hal-hal ke depannya akan membuatnya juga melupakan kasih sayangnya pada Aditya.
Keesokan harinya jam 6 pagi Safira berangkat ke rumah Amar terlebih dahulu dengan koper yang diikat ke jok belakang motor. Tidak masalah, Safira sudah terbiasa seperti ini. Dia juga tidak peduli tatapan dan omongan orang padanya.
Safira tidak ingin merepotkan ayahnya untuk mengantarnya, lagi pula itu mobil majikan dan dia tidak ingin orang tuanya tahu pekerjaan apa yang dilakukannya. Kalau memesan mobil online juga percuma, karena mobil online tidak bisa masuk ke kompleks tanpa persetujuan pemilik rumah.
Tiba di vila Amar, sama seperti kemarin Safira memarkirkan motornya di halaman depan pintu. Safira menurunkan kopernya dan menariknya menuju pintu, kemudian menekan bel.
Yah, kemarin dia lupa menanyakan ke tuan Amar bagaimana cara masuk ke rumahnya.
°°°°°
Di dalam rumah, Amar yang sedang membaca berita dari tablet mengernyit mendengar bunyi bel. Siapa yang akan membunyikan bel sepagi ini? Jika itu Lukas, seharusnya tidak perlu karena Lukas memiliki kunci rumah.
Amar mengeluarkan halaman yang dia baca dan membuka aplikasi kamera yang terpasang di bagian pintu dan melihat seorang gadis memakai setelan kantor dengan koper di sampingnya berdiri di depan pintu dan masih menekan bel.
Dia sekarang ingat bahwa gadis itu yang akan menjadi pembantu barunya. Amar lalu meletakkan tablet dan berdiri. Dia merapikan jasnya sejenak dan berjalan untuk membukakan pintu.
Safira melihat pintu akhirnya terbuka dan melihat Amar berdiri di balik pintu segera menyapa. “Halo, selamat pagi. Apa aku mengganggumu?”
“Selamat pagi. Masuk.” Amar memilih tidak menjawab pertanyaan Safira tentang mengganggunya.
“Aku akan membawamu ke kamarmu,” kata Amar. Lalu, berbalik berjalan masuk.
Safira segera menarik kopernya dan berjalan mengikuti di belakang Amar.
Sambil berjalan, Amar memperkenalkan bagian-bagian rumah kepada Safira. “Kamar kamu ada di lantai 2. Di lantai pertama ada ruang tamu, dapur, ruang makan, dan kolam renang. Selain kamar tamu di lantai 2 juga ada gym dan di lantai tiga adalah kamar utama, yaitu kamar saya, ruang kerja, dan perpustakaan.”
Safira yang membawa koper sambil menaiki tangga merasa sedikit lelah. Kenapa rumah ini sangat luas, tangganya juga sangat tinggi. Keluh Safira dalam hati.
Amar berhenti di depan pintu kamar sebelah kanan tangga dan menengok Safira yang berjalan di belakannya. Dia melihat Safira di depan tangga menarik kopernya yang terlihat berat.
“Aku lupa memberitahumu. Ada lift di sana,” katanya sambil menunjuk pintu lift tidak jauh yang berada di bagian kiri dari tangga, tepat di sebelah pintu kamar Safira.
Safira menghembuskan napas kesal, lalu menarik napas dalam-dalam, kemudian menarik senyum lebar kepada Amar. “Terima kasih telah mengingatkan. Lain kali aku pasti akan menggunakannya,” katanya menahan jengkel.
Amar mengangguk tidak terlalu peduli, dia berjalan ke lemari tidak jauh dari pintu kamar Safira dan mengeluarkan seikat kunci dari dalam laci.
“Ini kunci kamar kamu dan semua kunci yang ada di rumah ini. Termasuk kunci pintu, kamu tidak perlu menekan bel lagi dan menunggu pintu terbuka untukmu nanti,” ucap Amar memegang satu kunci di tangannya dan sederet kunci dibiarkan tergantung di bawah.
“Baik. Terima kasih.” Safira mengambil kunci dari tangan Amar dan membuka pintu kamarnya dengan kunci itu.
Safira merasa senang melihat ruangan yang akan menjadi kamarnya ke depannya. Kamar ini sangat luas daripada kamarnya di kediaman Mahendra. Ruangan itu bernuansa putih dan krem sebuah tempat tidur berukuran besar terletak di tengah ruangan dengan selimut putih. Tirainya berwarna krem, sebuah lemari 3 pintu berwarna putih dan sebuah meja rias dengan cermin besar.
Safira menarik kopernya masuk, lalu berjalan menuju pintu di dalam ruangan. Di balik pintu itu ternyata adalah kamar mandi. Ia tidak menyangka kamar tamu juga memiliki kamar mandi tersendiri. Dengan begini dia tidak perlu lagi menggunakan kamar mandi umum untuk mandi.
Melihat Safira memeriksa ruangan, Amar tiba-tiba berkata: “Jika kamu ingin mengubahnya sesuai preferensi, kamu bisa memberitahu Lukas untuk menelepon perusahaan dekorasi.”
Safira segera melambaikan tangannya untuk menolak. “Tidak perlu. Aku sangat suka dengan ruangan ini. Tidak perlu mengubahnya. Mungkin aku hanya akan mengubah warna selimutnya saja nanti.”
“Em ... sepertinya ada selimut baru di ruang ganti saya. Kamu bisa mengambil selimut dari sana.” Amar berkata setelah mengingat.
“Ah, kalau begitu terima kasih,” kata Safira merasa malu. Apa dia terlalu merepotkan?
“Ini sudah yang ketiga kalinya kamu mengucapkan terima kasih pagi ini. Apa kamu punya kebiasaan seperti itu?” tanya Amar tanpa maksud apa-apa.
“Aku tidak. Aku hanya berterima kasih padamu karena ku pikir kamu sudah banyak membantuku.”
Amar melirik jam tangannya sudah menunjukkan pukul 07.10. “Kamu bisa berbenah. Aku akan turun, Lukas pasti sudah menungguku di bawah,” katanya, lalu berjalan pergi.
Safira juga melihat jam tangannya dan terkejut, buru-buru berjalan keluar kamar dan menutup pintu.
Ahh! Dia akan terlambat! Tempat ini sangat jauh dari perusahaan!
°°°°°
Keluar dari rumah, Amar melihat Lukas duduk di dalam mobil menunggunya. Perhatian Amar tertarik melirik sepeda motor tua tepat di samping mobil Mercedes-Benz yang dikendarai Lukas.
Siapa yang membawa motor seperti itu ke rumahnya? Bukankah dia sudah memberitahu penjaga agar tidak membiarkan sembarangan orang masuk.
Amar merasakan angin berembus dari samping kirinya dan melihat Safira berlari dan duduk di atas motor tua itu.
Amar mendekat, “Kamu mengendarai itu?” tanyanya tidak habis pikir.
Menurut Amar, gadis cantik seperti Safira tidak cocok menggunakan motor tua seperti itu. Setahunya gadis-gadis biasanya suka mengendarai mobil mewah dengan warna mencolok. Seperti sepupunya dan beberapa teman wanita yang dikenalnya.
Amar tidak bisa disalahkan karena pikirannya berbeda dari orang biasa. Itu karena Amar di besarkan di keluarga kaya dan berteman dengan anak-anak kaya pula. Jadi wajar saja jika Amar tidak mengerti bagaimana rasanya menjadi orang miskin.
Dan Amar memiliki didikan yang sangat baik, jadi meski dia merasa tidak suka dengan perilaku dan hal-hal yang dimiliki Safira, dia tetap tidak mengungkapkannya. Karena dia tidak ingin menyakiti orang lain sebab perkataannya yang mungkin tidak akan enak di dengar oleh Safira.
“Iya. Aku akan terlambat. Jadi aku harus buru-buru,” jawab Safira ingin mengenakan helm.
“Kalau kamu takut terlambat, kenapa tidak pakai mobil? Kamu bisa mengemudikan mobil?”
Safira menghentikan gerakannya dari memakai helm dan menatap Amar penuh tanya. Apa maksudnya?
“Memangnya kenapa kalau aku bisa?” Safira bertanya ingin tahu.
“Ada mobil di garasi yang bisa kamu gunakan. Kamu bisa memilih yang kamu suka,” kata Amar menunjuk sebuah bangunan di samping vila.
Safira mengikuti arah telunjuk Amar dan melihat bangunan dengan gerbang besi satu lantai.
Pasti akan lebih cepat jika dia mengendarai mobil daripada motor lamanya ini. Dia bisa sampai di perusahaan dengan cepat. Safira berpikir sejenak.
“Benarkah? Bisakah aku meminjam mobil kamu?” tanya Safira ingin mendapat kepastian.
Lukas yang sudah membuka pintu mobil untuk Amar, mengingatkan: “Tuan, pertemuan akan dimulai dalam setengah jam.”
Amar melirik Lukas dan berkata kepada Safira. “Iya. Terserah kamu. Kamu bisa memilih. Aku akan pergi terlebih dahulu.” Lalu dia berjalan memasuki mobil.
Safira melihat mobil Amar menjauh, dia juga mengemudikan motornya menuju garasi. Turun dari motor Safira berjalan menuju pintu besi.
Dia mengamati sebentar dan melihat sebuah tombol di tembok, Safira menarik sebuah hendel yang terpasang di dinding dan pintu besi perlahan bergulir ke atas. Pintu ini bekerja secara otomatis.
Saat pintu terbuka sepenuhnya Safira masuk ke dalam dan mencari tombol untuk menyalakan lampu, soalnya di dalam terlalu gelap. Setelah meraba-raba dia menemukan tombol lampu dan menekannya, lampu pun menyala.
“Akhirnya jadi terang,” kata Safira sambil tersenyum. Safira lalu berbalik ingin melihat mobil seperti apa yang ada dalam garasi Amar.
Segera Safira tidak bisa tersenyum lagi, dia terkejut dan hanya bisa berdiri diam seperti patung, matanya melebar kaget, dan mulutnya terbuka lebar kagum melihat deretan mobil di depannya.
°°°°°
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
al-del
harusnya ini bukan tugas Amar, harusnya Lukas yang melakukan hal ini...!
Tapi Amara baik juga mau melakukannya.
2023-02-23
0
Kacan
bagusss thor
2023-02-18
1