4. Melanjutkan Niatnya

Setelah mengetahui gadis impiannya sudah menjadi milik orang lain, Iko kembali lagi ke negaranya dengan membawa luka hati yang mendalam.

Iko duduk di depan danau kecil di halaman mansion mewahnya. Inez yang pagi itu sedang berolahraga melihat sang mafia dengan wajah tertekuk menatap danau sambil memberi makan ikan yang ada di bawah sana.

"Assalamualaikum ya akhi( wahai saudara ku)...!" Sapa Inez sambil berlalu.

Iko membalikkan tubuhnya melihat sosok tubuh jenjang yang serba tertutup itu membuatnya sedikit terusik.

"Waalaikumuslam ya zauji( wahai jiwaku)!" Balas Iko membuat langkah Inez terhenti.

Inez menghampiri Iko yang kembali dengan wajah datarnya.

"Aku menyapamu sebagai saudara. Kenapa membalas ku dengan....-"

"Aku bukan saudaramu. Sebentar lagi aku akan menikahimu. Bersiaplah..!"

"Tidak mau...! Status pernikahan dengan suamiku belum jelas akhirnya. Aku tidak mau gegabah. Lagi pula aku tidak mencintaimu." Balas Inez ketus.

"Pernikahan kalian hanya sebatas agama yang langsung di jatuhi talak oleh suamimu sendiri dan aku tidak butuh cintamu dan aku juga tidak mencintaimu. Aku hanya membutuhkan tubuhmu." Ucap Iko cuek.

"Apakah karena kamu seorang mafia dengan kekuasaan itu kamu bisa bertindak semaumu untuk menghancurkan hidup orang lain? Pernikahan tanpa cinta, apa yang harus di bangun di atasnya, apakah kamu tumbuh besar tanpa cinta diantara kedua orangtuamu?" Balas Inez sengit.

"Tutup mulutmu itu bodoh! Aku tidak meminta pendapatmu. Kau di sini hanya tawanan ku dan aku bisa melakukan apa saja padamu. Itu hakku."

"Mungkin ayahmu dulu memperlakukan ibumu seperti kau memperlakukan aku seperti saat ini hingga melahirkan anak sepertimu yang tidak punya hati bahkan kau itu seperti iblis berwujud manusia."

"Diaaaammm....! Apakah kamu mau aku mencekik lehermu, hah!"

"Coba saja kalau kamu berani!" Tantang Inez terdengar sinis.

"Kau....uhhhj!" Geram Iko sambil mengepalkan kedua tangannya menatap tajam wajah Inez yang serba tertutup. Inez sedikitpun tidak gentar dengan lelaki yang ada di hadapannya.

"Kau hanya berani karena dikelilingi anak buahmu. Kalau tidak ada mereka kau tidak lebih dari seekor nyamuk yang sekali ditepuk langsung mati dengan menjijikkan."

Ucap Inez melanjutkan langkahnya meninggalkan Iko dengan wajah kelamnya.

Iko berjalan cepat mengejar Inez untuk menarik mikot Inez, namun lagi-lagi tangan itu di buat kaku oleh Inez membuat Iko kesakitan.

"Akhhhhkkk! Tolong lepaskan tanganku! Kau ini seperti perempuan iblis. Lepaskan tanganku!"

Pekik Iko yang tidak kuat lagi menahan sakit.

"Walaupun kau melakukannya secara diam-diam tanpa sepengetahuanku, ketahuilah bahwa Allah tetap melindungi ku dari bajingan sepertimu."

Ucap Inez lalu membebaskan tangan Iko yang kaku.

"Apa yang harus aku lakukan pada gadis ini. Kalau seperti ini, aku tidak akan menikahinya. Dia terlihat sangat mengerikan. Tapi aku penasaran dengan wajahnya.

Aku ingin membuktikan sendiri apa yang diucapkan oleh Erika padaku bahwa gadis ini sangat cantik. Atau aku cukup menikahinya agar bisa menikmati tubuhnya setelah itu aku akan menceraikan dirinya."

Ucap Iko dengan segala niat busuknya.

"Cih! Dia kira dia siapa? seenaknya saja mengatur hidupku dan aku harus menuruti apa katanya. Untuk apa aku harus menikahinya. Lebih baik aku pergi dari rumah ini.

Toh aku punya kekuatan berarti tidak ada yang bisa menghalangi aku untuk kabur dari sini." Gumam Inez begitu bahagia.

Iko masuk ke rumahnya. Ia memerintahkan pelayannya untuk tidak memberikan makanan pada Inez dan berhenti melayani gadis itu.

"Biarkan gadis itu mati kelaparan. Aku ingin tahu apakah dia masih menghukum ku jika sudah dalam keadaan tubuhnya yang lemah." Ucap Iko sinis.

"Baik Tuan." Ucap Erika patuh.

Saat masuk jam makan siang, perut Inez terasa sangat lapar. Ia menanti kedua pelayan yang biasa membawanya makanan untuknya namun tidak kunjung datang. Ia akhirnya turun sendiri ke dapur dan melihat Erika dan Rafika sedang menyiapkan makanan untuk tuan Iko.

Dengan rasa percaya diri, Inez menghampiri keduanya.

"Apakah itu makanan untukku Erika?"

"Maaf nona! Ini milik Tuan Iko."

"Mana makanan punyaku?"

"Kata tuan Iko. Mulai hari ini kami tidak boleh memberikan anda makanan." Ucap Rafika.

"Baiklah. Kalau begitu aku puasa. Ternyata bos mu terlalu pelit. Mungkin dia takut jatuh miskin untuk memberiku makan." Sarkas Inez kedengaran oleh Iko yang ada di atas balkon.

Inez kembali ke kamarnya dan menunaikan sholat dhuhur. Ia langsung berniat puasa agar perutnya terjaga dari rasa lapar.

Iko terlihat puas bisa mengerjai Inez. Namun saat malam tiba, Inez kebingungan sendiri karena tidak ada makanan yang bisa ia makan.

Ia hanya bisa meminum air keran sebanyak mungkin hingga perutnya terasa kembung. Sementara Iko mulai gelisah dan merasa bersalah karena terlalu keras menghukum Inez.

Inez terus berdzikir usai menunaikan sholat isya hingga ia tertidur. Hingga larut malam, pintu itu tidak terbuka sama sekali sementara Iko duduk di depan kamar Inez sambil mendengar keluhan gadis itu.

Sekitar pukul tiga pagi terdengar sayup-sayup Inez sedang membacakan ayat suci Alquran usai menunaikan sholat tahajud.

Lantunan suara yang sangat merdu dan indah hingga menusuk ke relung hati Iko. Iko yang mengerti bahasa Arab langsung menangis mendengar setiap surat cinta yang dibacakan oleh Inez.

Suara merdu itu tercekat saat tangisan Inez terdengar terisak. Inez melanjutkan lagi bacaannya hingga ia kelelahan dan mengakhiri bacaannya tepat di tanda berhenti.

Saat memasuki sholat subuh, Inez menunaikan ibadah sholat subuh dan Iko kembali ke kamarnya untuk tidur.

Ketika matahari sudah nampak tinggi namun udara kota Paris tetap terasa sejuk, tapi tidak dengan tubuh Inez yang terlihat mulai melemah. Ia tidak bisa lagi menahan rasa pusingnya hingga tubuhnya mengalami dehidrasi dan berakhir dengan demam.

Iko mengetuk pintu kamar Inez berkali-kali namun tidak ada respon sama sekali.

Iko mendobrak kamar Inez karena gadis itu mengunci ganda pintu kamarnya. Iko mendekati Inez yang tidak bergerak sama sekali.

Perasaannya bercampur aduk antara senang dan juga cemas.

"Akhirnya aku bisa melihat wajahmu. Tapi apakah gadis ini sakit?"

Iko duduk di samping ranjang Inez yang terbaring tanpa daya.

Ia menyentuh punggung tangan Inez yang begitu mulus dengan jari jemarinya yang lentik. Iko tersentak saat merasakan tangan Inez sangat panas.

"Astaga! Gadis ini dalam keadaan demam. Aku telah membuat dia jatuh sakit." Gumam Iko kuatir.

Tapi rasa cemasnya mengalahkan rasa penasarannya yang ingin melihat wajah cantik Inez. Ingin rasanya ia membuka cadar Inez tapi ia kuatir tangannya akan menjadi kaku lagi jika nekat membuka cadar gadis ini.

"Apakah tidak ada yang bisa menyentuhmu sama sekali, Inez? Mungkin kamu tidak bisa berbuat apapun padaku karena kamu sudah tidak berdaya saat ini, sayang.

Aku ingin melihat seberapa cantik wajahmu dan seberapa indah tubuhmu di bandingkan dengan gadis impianku yang saat ini sudah menjadi milik orang lain." Ucap Iko hati-hati mengangkat cadar Inez.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!