Sosok Itu

Terdengar suara azan magrib berkumandang. Seperti biasa, Aisyah bersiap untuk salat. Tak lupa, ia mengajak Jasmine yang kini tengah bertaubat pada Sang Pencipta. Sejak di rumah sakit dan saat tinggal di rumah Aisyah, Jasmine berusaha untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Setiap waktu Aisyah selalu menguatkannya hingga ia perlahan bisa bangkit.

Kedua wanita beda usia itu pun salat berjamaah, di mana Aisyah yang menjadi imam. Air mata Jasmine terus menetes setiap lantunan ayat yang Aisyah baca. Gadis muda itu mengingat dosa-dosa yang ia lakukan. Ia semakin terisak saat sujud. Dalam hati, ia terus beristigfar memohon ampun.

Selepas salat pun ia masih menangis. Kembali, Aisyah menenangkan.

"Aku benar-benar pendosa," isak Jasmine.

"Semua manusia itu pendosa, Nak. Yang membedakan hanyalan kita mau bertobat dan memohon ampun, atau melanjutkan bermaksiat. Alhamdulilah, Allah begitu menyayangimu hingga Allah memberimu hidayah seperti sekarang ini. InshaAllah, Allah akan mengampuni dosa-dosamu, Jasmine." Aisyah mengusap lembut punggung Jasmine.

"Terima kasih, Bu, entah bagaimana jika aku tidak berjumpa dengan Ibu."

"Panggil Bunda, ya, kan sekarang menantu Bunda."

Jasmine terkejut mendengar penuturan Aisyah. Wanita yang memiliki alis tebal itu menatap Aisyah yang terkikik. "Ih, Ibu, ngeledek," rengek Jasmine.

"Ibu serius, panggil Bunda, ya. Orang sini kan taunya kamu menantu Ibu, mereka sempat dengar kamu panggil Ibu dan mereka sedikit curiga. Lagian, Ibu memang lebih suka dipanggil Bunda sama kamu. Bunda sayang sama Jasmine, seperti Bunda sayang Mas Daffa."

Jasmine begitu terenyuh mendengar kata tulus dari wanita yang seperti malaikat itu. Kembali Jasmine menangis dan memeluk erat Aisyah.

"Bunda, terima kasih karena sudah menyayangi Jasmine. Baru satu bulan kita kenal, tapi Bunda memperlakukan Jasmine seperti anak sendiri. Sungguh beruntung menantu Bunda nanti memiliki mertua seperti Bunda."

Aisyah tersenyum mendengar perkataan Jasmine. "Bunda akan bahagia jika kamulah menantu Bunda," batin Aisyah.

Selepas sama-sama tenang, mereka melanjutkan bertilawah. Lebih tepatnya Aisyah yang bertilawah, sedangkan Jasmine mendengarkan.

Jasmine selalu suka saat Aisyah bertilawah. Suaranya begitu merdu menenangkan jiwa yang haus akan ketenangan.

Aisyah tersenyum menatap Jasmine.

"Apa yang Bunda baca?" tanya Jasmine. Ia memang selalu meminta penjelasan setelah Aisyah selesai bertilawah.

"Bunda jelaskan ayat terakhir yang Bunda baca, ya."

Jasmine mengangguk

"Ayat terakhir yang Bunda baca adalah surat Al-Baqarah ayat 214 yang artinya, apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat," ujarnya.

"Maksudnya apa, Bunda?"

"Maksudnya adalah, orang-orang yang beriman tidak akan bisa merasaka surga sebelum ia diberikan cobaan oleh Allah seperti para pendahulunya. Orang-orang jaman dulu, telah diberikan cobaan yang luar biasa oleh Allah, dari tertimpa kemiskinan, penyakit, ketakutan, dan berbagai musibah lainnya," ujar Aisyah menjelaskan.

"Jika kita percaya akan pertolongan Allah dan ikhlas dalam menghadapi cobaannya. Niscaya, Allah akan datangkan pertolongan sesegera mungkin. Allah yang memberi cobaan, Allah juga yang memberi pertolongan. Allah hanya ingin para umat-Nya terus mendekat dan berserah kepada-Nya," lanjut wanita paruh baya itu.

"Jadi, jangan pernah menganggap Allah membenci kita ketika cobaan datang terus menerus pada kita. Semakin kita mencintai Allah, maka cobaan yang datang semakin berat. Orang yang Istiqamah di jalan Allah tak akan merasa risau dengan segala cobaan yang mereka terima," ujarnya.

"Karena apa? Karena mereka percaya dan yakin, Allah akan bersama mereka dan memberi pertolongan serta diberi hal baik yang bahkan kita tak akan menyangka dengan hadiah yang Allah berikan," tuturnya lagi.

"3 hal yang bisa buat kita tenang dan damai menjalani hidup."

"Apa itu?" tanya Jasmine.

"Ikhlas, sabar dan tawwakal. Jika kita bisa mengusai 3 hal itu, InshaAllah hidup kita akan terasa damai," jawab ibu satu anak itu.

Jasmine tersenyum. "Bisakah aku memiliki ketiga itu?" tanyanya.

"InshaAllah, Jasmine bisa." Aisyah menepuk lembut pipi Jasmine.

Jasmine tersenyum dan mengangguk.

**

"Allahumarhamna bil Quran. Waj’alhulanna Imaamawwa nuuran wa hudawwarohmah. Allahumma dzakkirna Minhu ... Munhu apa ya?" tanya Jasmine berpikir lanjutannya.

"Minhumaa nasiiha Wa’allimna Minhumaa Jahiil na warzuqna tilaa watahu aana Allaili wa atharaa fannahar Waj’alhu lanna Hujjata yaa Rabbal ‘Alamin."

Jasmine yang tengah menyapu, tiba-tiba berbalik dan terkejut melihat sosok pria muda dengan wajah tampan tersenyum padanya di depan pintu.

Pria itu mengucap salam pada Jasmine, tetapi Jasmine justru terdiam.

"Assalamualaikum." Pria tersebut mengucap salam dengan nada naik satu oktaf, yang membuat wanita cantik itu tersentak.

"Wa-waalaikumsalam. Maaf, Mas siapa, ya?" tanya Jasmine.

Pria bermata teduh, berbadan tinggi dan kurus itu tersenyum pada Jasmine. "Kenalkan, saya Daffa, anak dari Ibu Aisyah."

Deg!

Jantung Jasmine berdetak dengan kencang. Anak Bunda Aisyah yang sejak lima tahun tidak pulang, yang terus Aisyah bicarakan akhirnya bertatap muka dengannya?

"M-Mas Daffa." Jasmine tergagap masih menatap tak percaya.

"Jasmine, apa kabar?"

"Ba-baik, Mas. Silahkan masuk. Eh, ini rumah Mas, ya, maaf Mas." Jasmine benar-benar salah tingkah dibuatnya.

Bukan hal aneh jika keduanya saling tahu. Bagaimana mereka tak saling kenal, jika Aisyah terus bercerita tentang mereka satu sama lain?

Daffa masuk ke kediaman yang sudah lima tahun ia tinggalkan. Ia tersenyum melihat sekeliling rumah yang terlihat masih sama. Sofa yang sama, lemari yang sama, rak-rak buku koleksi miliknya yang masih di tempat yang sama tak sedikit pun bergeser.

"MashaAllah Bunda, semua terlihat seperti sebelum aku pergi." Daffa menyentuh buku novel pertamanya yang dulu sempat naik cetak saat dia masih SMU.

"M-Mas Daffa, di minum dulu."

Daffa menoleh ke arah suara. Ah, ia lupa bahwa ada seorang wanita di rumahnya. Daffa pun duduk, meraih air sirop rasa coco pandan yang Jasmine suguhkan. Sebelum meneguknya, ia berucap basmallah dan berakhir dengan hamdalah. Jasmine masih berdiri dan menunduk.

"Hey, duduklah. Kamu tidak pegal berdiri terus?"

"Ah, iya." Jasmine pun duduk yang membuat mereka saling berhadapan kini.

"Bunda di mana? Apa masih di toko?" tanya Daffa membuyarkan keheningan.

"I-iya, Bunda masih di—"

"Mas Daffa! Ya Allah, akhirnya anak Bunda pulang juga." Aisyah berjalan cepat ketika menlihat anak sulungnya yang sudah kembali.

"Bunda ...." Daffa berdiri, menyambut sang ibu yang langsung memeluknya.

Aisyah begitu gembira hingga terus mengucap hamdalah dengan air mata yang berjatuhan. Ia memeluk dan mengusap punggung anak lelakinya itu. Ia masih serasa mimpi masih bisa memeluk buah hatinya.

"Akhirnya Mas pulang juga. Alhamdulilah ya Allah."

Bukan hanya Aisyah, Jasmine pun terharu melihat pemandangan indah itu. Ia tahu betul bahwa bundanya itu begitu teramat merindukan anak lelakinya. Kini, Aisyah bisa bertemu dan memeluk Daffa siapa yang tak terharu?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!