Mimpi Buruk Jasmine

"Apa ini, Jasmine! Maksud ini semua apa?" bentak Abimanyu melempar sebuah map ke hadapan anaknya.

Jasmine meraih map itu, mengambil apa yang ada di dalamnya. Matanya membelalak manatap sebuah hasil USG dan foto tak senonoh dirinya dengan seorang laki-laki. Bagaimana mungkin ini bisa sampai di tangan papanya?

"Pa ...." Tangan wanita itu gemetar dengan takut-takut menatap sang papa.

"Jadi ini benar? Kamu hamil cucu dari pria sialan itu!" cecar Abimanyu dengan tatapan penuh amarah. Ia sungguh tak menyangka dengan apa yang terjadi.

Jasmine menunduk, meremas ujung gaunnya. Ia bingung harus menjawab apa pada sang papa. Abimanyu menghela napasnya kasar. Dadanya begitu panas melihat sebuah kertas yang serasa lebih menyakitkan dari pada sayatan belati.

"Dasar anak tidak tahu diuntung! Pergi kamu!" seru Abimanyu dengan mata memerah menyeret wanita muda itu tanpa ampun.

"Papa, Jasmine minta maaf. Jasmine salah, jangan usir Jasmine." Wanita berusia dua puluh tahun itu terus memohon pada sang papa yang sedang murka padanya.

"Papa sudah katakan, kamu boleh hidup sesukamu, tapi, jangan pernah mencoreng nama baik keluarga, Jasmine! Sekarang, kamu telah melempar kotoran pada wajah Papa, hamil di luar nikah dengan anak pria sialan itu!" bentak Abimanyu mendorong tubuh anaknya keluar dari kediaman mereka.

"Pa, jangan seperti ini. Jasmine anak kita satu-satunya." Dayana menolong sang anak untuk berdiri dengan air mata yang terus jatuh. Hatinya sungguh hancur melihat anak tunggal yang ia sayangi diperlakukan seperti ini.

"Aku tidak pernah memiliki anak seperti dia! Pergi! Jangan harap kamu bisa menginjakkan kakimu di sini lagi!" Tunjuk Abimanyu pada anak semata wayangnya.

"Papa," lirih Jasmine dengan hati yang hancur.

"Dayana, ayo masuk!" Pria dengan kumis tipis itu menarik sang istri meninggalkan Jasmine sendirian. Bahkan ia menutup pintu yang terbuat dari kayu jati itu dengan sangat kencang.

Jasmine menangis sambil berlari ke arah pintu. "Jasmine minta maaf, Pa. Jangan usir Jasmine." Wanita bermata cokelat itu terus menggedor pintu dengan hati yang remuk redam. Sebelum kejadian ini, ia juga sudah kehilangan jejak Rama dan sekarang ditambah pengusiran papanya.

Dua orang pengawal datang menghampiri Jasmine. "Nona, Tuan Besar mengatakan agar Nona segera pergi dari sini atau dengan terpaksa kami melakukan kekerasan," ujar salah satu pengawal kediaman Abimanyu.

Jasmine terdiam. Menatap nanar pintu yang selalu terbuka untuknya, tetapi kini tertutup rapat. Karena merasa sudah tak diharapkan oleh kedua orang tuanya, perlahan Jasmine berjalan meninggalkan pintu utama mansion megah itu, menatap sendu rumah di mana ia dibesarkan dengan banyak cinta.

Sepanjang jalan, Jasmine menangis tersedu di dalam taksi. Betapa bodohnya dia begitu mudah terbuai rayuan seorang Rama Bhanu Bagaskara yang jelas-jelas adalah anak dari musuh terbesar papanya. Ia sungguh merasa menyesal dengan apa yang terjadi.

"Aku sungguh mencintaimu, Jasmine. Aku tidak perduli dengan masalah kedua keluarga kita. Aku sudah mencintaimu sejak lama. Bahkan, jika harus memilih, aku akan memilihmu dari pada keluargaku."

Kata-kata sialan itu terus berlarian di kepala Jasmine, membuat hatinya semakin sakit. Kata-kata manis mengandung racun itulah yang menghancurkan hidupnya.

Tiga puluh menit berlalu, sampailah ia di apartemen sahabatnya. Ia keluar dari taksi setelah membayar. Jasmine berjalan masuk, menuju lobby apartemen berlantai empat puluh itu. Ia tekan tombol lift menuju atas. Lift terus menurun, hingga tepat di lantai Jasmine menunggu. Ia pun masuk, menekan tombol lantai dua puluh lima. Satu per satu lantai berlalu, hingga sampai di lantai apartemen Disya.

Jasmine keluar dengan perasaan yang masih hancur, berharap sang sahabat bisa sedikit menenangkan dirinya. Ia menyusuri lorong yang terlihat sepi, dengan langkah perlahan. Tak lama, sampailah ia di apartemen bernomor dua ratus lima. Jasmine menautkan kedua alisnya. "Kenapa pintunya terbuka?" tanya Jasmine heran melihat pintu apartemen sang sahabat terbuka begitu saja.

Ia pun masuk tanpa mengetuk pintu sebab ia terbiasa keluar masuk apartemen sahabatnya itu. Semakin masuk, terdengar suara Disya yang sedang tertawa dan seperti tengah berbicara dengan seseorang.

"Aku sungguh senang karena Jasmine telah dicampakkan oleh Rama. Gadis belagu itu kini pasti sedang diamuk oleh papanya karena paket yang Om Adit berikan."

"Kau benar-benar menakutkan, Disya. Bagaimana bisa kamu menghancurkan hidup sahabatmu sendiri," kata seseorang yang tengah berbincang dengan Disya.

"Sahabat?" Disya tertawa. "Jika bukan karena ingin dekat dengan Rama, aku sungguh tidak ingin bedekatan dengan gadis sombong itu."

Jantung Jasmine seperti tertusuk belati. Kini ia tahu dari mana sang papa memiliki hasil USG itu. Hanya Disya yang tahu apa yang terjadi padanya dan hanya wanita itu yang memilikinya sebab saat ia memeriksa ke dokter, semua berkas ia berikan pada sang sahabat. Sakit dan sesak ia rasakan saat mendengar apa yang dikatakan wanita yang sudah ia anggap saudara itu.

"Sya ...." Jasmine memanggil Disya dengan lirih. Disya dan temannya berbalik. Betapa terkejutnya Disya melihat Jasmine berdiri di dekat pintu kamarnya.

"Ja-Jasmin. Sejak kapan kamu di sana?" tanya Disya dengan tatapan terkejut.

"Kenapa, Sya? Aku menganggapmu sahabat. Tapi, ini balasanmu padaku?" tanya Jasmine dengan hati yang semakin remuk.

Disya menghela napasnya. Ia tersenyum angkuh pada Jasmine. "So, sekarang hidupmu telah hancur, Jasmine. Ini semua pantas kamu terima."

"Di-di mana Rama?" tanya Jasmine yang tak memerdulikan cemoohan Disya.

Disya menyeringai. "Aku tidak tahu. Jika aku tahu pun, aku tidak akan mengatakannya padamu."

Jasmine menutup matanya. Merasakan hatinya kini benar-benar remuk berkeping-keping. Ditinggal Rama, diusir papanya, dan kini sahabatnya sendiri mengkhianatinya. Ia sungguh tak bisa marah. Ia benar-benar tak bisa berbuat apa-apa.

Sepertinya, meluapkan emosi hanya akan sia-sia saja. Jasmine pergi dari apartemen Disya tanpa membalas apa yang sahabatnya lakukan. Ia cukup lelah untuk semua hal yang terjadi tiba-tiba padanya.

Jasmine manangis menyusuri jalan, tanpa perduli orang-orang menatapnya. Ia sudah tak memiliki apa-apa lagi sekarang, hanya ada tubuh yang menjadi dua. Masa depannya kini benar-benar hancur. Tak ada yang tersisa untuknya di dunia ini.

Cita-citanya yang sudah ia siapkan pun hilang sudah. Impiannya keliling dunia hanya menjadi angan-angan. Kini, ia sendiri. Tak ada seorang pun yang menginginkannya lagi. Ia benar-benar hina sekarang.

"Semua selesai! Semua membenciku sekarang. Lebih baik aku mati. Mungkin jika aku mati, semua akan lebih baik." Jasmine naik ke atas pembatas sebuah jembatan yang dibawahnya terdapat sungai. Ia menutup matanya siap untuk menjatuhkan tubuhnya ke bawah derasnya air.

Tiba-tiba seseorang menarik tangannya, hingga Jasmine tersungkur. "Hey, apa yang kamu lakukan? Mati bukan cara terbaik untuk menyelesaikan masalah. Kamu tahu, banyak orang yang menginginkan hidup. Tapi kamu, justru ingin mengakhiri hidupmu?"

Terpopuler

Comments

Widi Widurai

Widi Widurai

sudah kuduga kl sumber bencananya sahabat sendiri

2023-10-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!