MOZAIK IV

Sayup-sayup suara gemuruh terdengar. Nyaris seperti gemuruh ombak di pagi sunyi, namun sayup-sayup gemuruh tersebut secara perlahan mulai mengencang dan berubah menjadi suara kencang gemuruh hujan deras di kesunyian malam. sekalipun jarum pendek jam berbentuk persegi itu mulai menunjukkan ke angka empat, namun itu semua tidak membuat suasana berubah dari kegelapan malam menjadi kegelapan bersama sang fajar.

Rinai hujan masih begitu terdengar jelas dari dalam rumah oleh siapapun yang terbangun pada dini hari itu, namun itu semua tak menyurutkan keinginan sebagian orang untuk menjauhkan selimut dari tubuhnya dan menegakkan badan dari ranjangnya. Tidak hanya sekedar menatap pemandangan dini hari namun juga untuk membersihkan diri dari berbagai rasa. Yah rasa lelah, letih, malas dan kantuk karena lelapnya harus terusik oleh gemericik air hujan yang beradu dengan atap rumah ataupun dengan yang lainnya. Namun hanya untuk bermunajat dan bertemu Tuhan yang menurunkan limpahan rahmat dan anugerah Nya bagi sesiapapun yang mencari dan ingin menjemputnya.

Dini hari yang terasa begitu menggigil bagi semua orang yang menghabiskan harinya disiang hari sebelumnya dengan berbagai macam kesibukan dan aktivitas tentu membuat kelopak mata terasa begitu berat dan rekat untuk terbuka. Akan tetapi tidak semua kelopak mata itu terlena dalam buaian lelap bersama bunga tidurnya, yah pada dini hari tersebut hanya orang-orang yang beruntung dan terpilih yang sanggup dan mampu untuk melawan kantuknya untuk menghadap Tuhan yang tak terlihat.

Tak terlihat bukan karena Dia tidak ada, namun Dia tak terlihat karena Dia adalah Eksistensi terbesar dan teragung dari apapun yang ada. Bahkan dari alam semesta dan jagat raya. Dan ketidak terlihatanNya itulah yang menjadi ujian bagi semua hamba yang mendeklarasikan dirinya sebagai seorang muslim, seorang makhluk yang menyerahkan dirinya untuk hanya bergantung kepada Nya.

Kembali kepada nostalgia recehku disore yang mulai tidak sore lagi. Manis. Itulah yang aku rasakan saat potongan kenangan kecil itu berakhir di menit terakhir nostalgia singkatku berputar. Demi menyaksikan keriwehan ibuku bersiap-siap ke masjid didekat rumah, aku pun dengan suka rela menyingkirkan memberikan jalan lebar untuk ibuku sholat Sunnah setelah wudhu. Masih dengan menatap lurus kearah langit yang mulai menggelap, semua rasa miris yang sedari dulu berusaha kutepis secara perlahan mulai kembali mencekik setiap serabut lembut paru-paru ku yang tidak seberapa kuat.

Lagi, setelah hasrat terdalam ku untuk mencari kedamaian ini sudah tuntas, aktivitas harian ku sebagai seorang 'pecundang' kembali lanjut mengotori pemandangan rumah ibuku petang itu. Bukan.. bukan maksud ku menyakiti mata orang-orang. Tapi karena keadaan ku yang sedang tidak bersih ini memang hanya bisa membuatku menjadi seorang pengangguran disaat yang lainnya sedang sibuk bergegas dan bersiap-siap untuk melaksanakan sholat Maghrib.

Hanya dengan bertemakan pena dan buku semua rajutan kata-kata mulai terukir di tiap-tiap baris kertas tempatku menulis. Selalu dalam pembahasannya ketika tangan ini bergerak menari mengikuti kerinduan hati terhadap 'Cinta yang sejati dan dinanti'. Hanya dengan berbekalkan sedikit ingatan yang tersisa dari perjalanan singkatnya melanglang buana meninggalkan bumi tempatku tumbuh dulu, kini sosok yang aku rindu dan tunggu itu masih terpatri dan terkunci rapat dalam hatiku.

Satu hal yang paling lucu yang seringkali berulang dalam keseharian ku beberapa waktu ini semenjak "Visi" itu ku lihat dalam lekapku. Dia seseorang dari masa laluku, entah kenapa belakangan ini begitu sering muncul dalam mimpi-mimpi ku sekedar untuk menampakkan jika sebenarnya diantara kami berdua ada sesuatu yang lebih dalam dari sekedar apa yang aku pikirkan selama ini. Dan kini setelah kilasan mimpi itu terputus dengan keterdiaman ku, dengan perlahan benang-benang halus dalam sudut-sudut otakku mulai menjalin ulang kepingan-kepingan kecil ingatan itu. Ingatan yang lumayan berarti dari masa kecilku, jauh sebelum semua kegelapan itu mengikat tanganku.

****************

Riuh rendah tawa anak-anak menghiasi ketenangan pagi itu. Pagi yang menjadi awal titik pergerakan anak-anak untuk mulai bersiap menyongsong pagi dengan kata "sekolah". Ya sekolah. Kegiatan yang satu ini bukanlah kegiatan yang semenyenangkan bermain di kebun binatang ataupun menonton film-film kartun edisi spesial liburan ataupun weekend. Kegiatan ini adalah kegiatan yang cukup memberikan banyak goresan cerita bagi sebagian besar masyarakat yang memiliki kesempatan untuk merasakan kata "sekolah" ini karena memang tidak semua orang seberuntung itu bisa memiliki kesempatan untuk bersekolah juga tidak dengan bisa memiliki banyak kenangan indah dan manis pada masa-masa itu.

Khairiyah. Itulah namanya. Dia adalah seorang bungsu dari beberapa bersaudara yang memiliki kulit putih kuning langsat yang pucat serta rambut hitam panjang lebat sepinggang seperti para bintang iklan shampo Li****oy yang mondar mandir di televisi itu. Selain itu dia juga memiliki sepasang manik hitam kecoklatan bulat yang begitu jernih dengan bingkai kelopak mata yang sedikit sipit khas pribumi Nusantara.

Gadis kecil itu kini mulai memasuki bangku sekolah dasar disebuah SDN yang terletak cukup jauh dari tempatnya tinggal. Terdiri dari beberapa bangunan utama yang berfungsi sebagai kelas juga beberapa bangunan yang berdiri tegak layaknya sebuah rumah sederhana di sisi lain bangunan yang lainnya sebagai gudang tempat penyimpanan barang maupun ruangan tempat guru penjaga tinggal. Dengan berpagarkan pagar beton yang berdiri kokoh mengelilingi sekolah sampai dengan bagian samping depan sisi kanan sekolah jika memasuki gerbang, gedung-gedung sekolah itu nampak terlihat begitu kokoh dan menakjubkan bagi beberapa puluh pasang mata anak-anak yang terpesona dengan pemandangan baru yang memang baru pertama kali mereka lihat setelah 5-7 tahun hidup mereka selama ini. Melihat keramaian para murid yang lalu lalang memenuhi koridor kelas maupun lapangan sekolah, tentu saja keramaian seperti ini merupakan salah satu daya tarik yang dimiliki sekolah ini bagi anak-anak seusianya yang memang terlihat begitu menyukai sosialisasi bersama teman-teman baru juga lingkungan baru seperti saat ini.

Melihat letak geografis sekolah ini jika dibandingkan dengan beberapa SDN lainnya di kota S, SDN ini memang bisa dikategorikan sebagai sekolah yang paling dekat letaknya dibandingkan beberapa SDN lainnya apabila ditempuh dengan mengendarai kuda besi. Namun bisa dikatakan lumayan jauh juga karena bisa mengurus energi dan keringat apabila ditempuh dengan berjalan kaki.

Walaupun demikian, gadis kecil itu tetap begitu antusias karena sebentar lagi dia akan memasuki fase awal kehidupannya dengan berbagai macam kegiatan baru. Seperti upacara setiap hari Senin, bermain bersama teman-teman baru dan memiliki kesempatan untuk bisa belajar di sekolah dasar yang sama dengan sang kakak. Yah meskipun diawal harinya berada di sekolah dirinya merasa sedikit gugup dan khawatir tersesat namun syukurlah khayalan mengerikan itu tidak pernah terjadi kepadanya. Walaupun kesannya dia seperti beban karena harus didampingi oleh antek-antek sang kakak untuk mengenal sekolah tempatnya belajar beberapa waktu kedepan, tapi sejauh ini dia merasa nyaman karena di sekolah itu dia tidak sendirian.

Meskipun bangunan kelasnya dengan sang kakak berbeda tempat, namun dia tetap senang karena pada saat istirahat kedua, beberapa teman sang kakak akan mengenalkannya dengan beberapa tempat dan beberapa hal yang menarik untuk dia ketahui. Yah setidaknya menarik untuk bisa dia jadikan sebagai bahan ejekan untuk membuat kakaknya kesal kepadanya.

"Selamat datang disekolah batu Khairiyah manis yang imut. Mulai sekarang sekolah ini akan jadi rumah kedua untuk kamu menghabiskan hari-hari mu nanti selama beberapa tahun kedepan." Sambut Khairuddin tersenyum hangat menatap wajah manis adik sang teman.

Dengan sepasang kelereng mata yang memandang tertarik kearah keramaian yang ditunjukkan oleh kawan sang kakak, gadis mungil itu dengan perlahan mengangguk senang sehingga membuat kedua kunciran rambutnya di sisi kanan dan kiri kepalanya berayun lembut mengikuti gerakan kepalanya.

'Duh imutnya adek si Syamsu.. Coba aja kalo aku punya adek kayak gini udah pasti bakal tak unyel-unyel pipi tembemnya.. ya Allah.. imut banget..' batin Khairuddin atau biasa disebut Udin menahan gemas menatap wajah manis yang terpampang nyata dihadapannya.

"Oke.. sekarang kamu ikut Abang ya cantik.. Karena hari ini hari pertama ku masuk sekolah, maka untuk mengawali perjalanan sekolahmu hari ini Abang bakal bawa kamu keliling-keliling santai lihat-lihat sekolah ini. Yuk dek.." ajak Udin menggandeng lengan tangan mungil berisi milik Ria dalam genggamannya seraya mengkode kedua temannya untuk segera ikut menemani ria mengenali lingkungan sekolahnya.

^^^****************^^^

Setelah puas berkeliling melihat-lihat bangunan-bangunan kelas juga kantin yang ada disekolah baru tempatnya menuntut ilmu. Gadis kecil itu juga tanpa sengaja melihat sang kakak sedang begitu asyik bermain bola bersama teman-temannya yang lain ditengah-tengah lapangan di halaman sekolah.

"Dek.. dek.. coba kamu lihat kakak cantik yang ada diseberang mas mu itu.." arah Udin meminta adik sang teman menatap lurus kearah hari telunjuknya mengarah lurus. Dengan penuh rasa penasaran dan ingin tau gadis kecil itupun mengikuti arah yang ditunjuk oleh Udin diseberang tempat dirinya berada.

"Itu.. mbak-mbak yang cantik itu tu.. sebenarnya mas syamsu mu itu suka sama dia. Jadi bisa dibilang mbak cantik itu pacar kakakmu.. calon mbak mu Ria.." bisik jail Udin mengerjai sang teman juga adiknya yang menatap lamat kearah gadis yang disebutkan oleh si Udin.

Menyadari kehadiran sang adik yang menatap bulat kearahnya juga kearah gadis cantik yang berdiri tepat dibelakangnya dengan gelagat aneh secara bergantian, tak pelak hal itupun memancing kecurigaan nya kepada sang teman yang terlihat begitu pongah menatap remeh kearahnya. Dengan tanpa ba-bi-bu lagi Syamsu pun segera bergegas meninggalkan lapangan tempatnya berdiri menuju sang adik yang masih menatap polos dan keheranan kearah sang gadis pujaan hatinya.

"Adek.. sebentar lagi bel sekolah bunyi.. itu artinya sebentar lagi ibu guru bakalan masuk kedalam kelas buat ngajarin kamu. Jadi.. sebaiknya sekarang kamu masuk ke kelas ya.. sini mas antar kamu ke kelas." Bujuk Syamsu mengalihkan sang adik dari kegiatan unfaedahnya sedari tadi.

"Huum mas.. ayok.." ajak si kecil antusias menyambut uluran tangan sang kakak. Menyadari tatapan tajam Syamsu sang ketua gerombolan kelompok mereka, sekonyong-konyongnya ketiga-tiganya pun langsung kabur kembali ke kelas untuk menyelamatkan diri dari amukan badas sang ketua geng ke dalam kelas.

"Nanti adek belajar nya yang rajin ya.. ingat kalau ada apa-apa cari mas ya.." pesan Syamsu lembut menatap manik bening berkilau milik sang adik. Dengan mengangguk patuh gadis kecil itu perlahan duduk di bangku dimana tasnya berada. Dengan tatapan penuh kelembutan kedua tangan kokoh Syamsu menangkup kedua pipi sang adik.

"Semangat ya kesayangannya Mamas.." bisik Syamsu menyemangati sang adik.

Setelah memastikan sang adik duduk dengan tenang, Syamsu pun bergegas keluar menuju kelasnya mengingat bunyi bel sekolah baru saja berdenting dengan nyaring. 'Udin, Amar, Raden.. tunggu saja pembalasan dari ku nanti ya.. berani-beraninya trio semprul itu bermain-main dengan mengerjai adikku' batin Syamsu meradang teringat keisengan sang teman.

...****************...

Hari demi hari berlalu. Tak terasa kini sudah nyarin 3 bulan dirinya beradaptasi dengan kehidupan sekolah yang ternyata terasa cukup menyenangkan seperti kehidupan sekolahnya saat di TK dulu. Namun ada beberapa hal yang memang benar-benar terasa baru untuknya, seperti suasana belajar yang lebih disiplin dari sekolah taman kanak-kanak tempatnya belajar dulu, juga pertemanan dengan teman-teman sekelas yang ternyata juga memiliki circle pertemanan yang cukup berbeda dengan saat dirinya masih di TK. Dirinya sangat bersyukur selain satu sekolah dengan sang kakak dia juga masih bisa bertemu kembali dengan teman-temannya saat di TK dulu, juga dengan kakak perempuan tetangga depan rumahnya saat ini. Duh alangkah senangnya.

Tapi siapa sangka, jika sesuk semakin berlalunya waktu bersama hari dan malam cermin yang tadinya memantulkan cahaya secara bertahap mulai kehilangan bayangannya dan tak memantulkan apapun kecuali kehampaan.

{Jangan lupa like, komen dan subscribe nya ya :) }

Terpopuler

Comments

sagaras Hubba

sagaras Hubba

Hai Risa. Terimakasih udah balik lagi ke cerita ini. Semoga hari-hari mu menyenangkan... :)

Salam literasi

2023-02-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!