Cemburu

Usai sudah pertemuan teman lama Fahad dan Marsha, membuat Kinan merasa cemburu entah kenapa. Padahal, Kinan belum sepenuhnya halal bagi Fahad. Dalam mobil menuju perjalanan pulang, Kinan tidak berani menatap Fahad, tatapannya berfokus pada jendela melihat kendaraan berlalu lalang.

"Apa kamu cemburu?" Fahad bertanya setelah hening, tidak ada yang seperti biasanya. Seakan-akan ada sesuatu yang tidak beres dari Kinan setelah pertemuannya dengan Marsha.

"Tidak," jawab Kinan singkat padat dan jelas, yang penting dia bisa merasakan tenang.

"Terus kenapa wajahmu cemberut gitu?" Fahad memarkirkan mobil dengan sengaja di tempat rest area kota Jakarta.

"Malah berhenti, disuruh pulang eh keluyuran lagi," omel Kinan.

"Kamu cemburu yah?" tanya Fahad lagi dengan nada mengejek.

"Tidak." Singkat Kinan.

"Kalau begitu kenapa mukamu begitu cemberut?" Fahad mendekatkan wajahnya ke arah Kinan menatap jendela, sehingga terjadilah keduanya saling menatap satu sama lain dengan waktu yang lama.

"Apaan sih!" kesal Kinan dan memundurkan wajahnya, tapi sayangnya Fahad terus mendekatkan wajahnya seakan meneliti sampai akhirnya kedua hidung menyatu suara nafas keduanya terdengar jelas di telinga masing-masing.

"Nah,'kan aku bilang, kamu cemburu."

Dengan sengaja Fahad menci um bi bir ranum Kinan, membuat Kinan membelakakan mata. Tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh calon suaminya, bisa-bisanya Fahad mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Menci um dengan beraninya untuk meredakan cemburu, Fahad justru memperdalam tautannya. Tak peduli dengan apa yang dilakukan Kinan, asalkan wanita yang merupakan murid yang sebentar lagi akan melepaskan status kembali lagi ke semula.

Ia mengakhiri tautan itu dengan cara mengelap bibir Kinan dan tersenyum. "Masih cemburu kah?" tanya Fahad sembari memperhatikan ekspresi Kinan yang kini berubah seperti udang rebus. "Kenapa wajahmu merah?"

Bugh!

Kinan memukul dada bidang Fahad, dan memeluk Fahad dengan beraninya. Bukan maksud apa melainkan menyembunyikan wajah merahnya bak udang rebus, aroma parfum khas tercium enak di hidung Kinan membuatnya merasakan sedikit tenang.

Fahad terkekeh melihat itu, ia membalas pelukan Kinan dan membisikkan, "jangan pedulikan dia, aku mencintaimu, Kinan."

"Belum halal, Pak. Kenapa baru ngomong sekarang?"

"Kalau belum halal, kenapa main peluk!" sindir Fahad.

"Terus bagaimana dengan yang tadi? Itu lebih parah daripada pelukan, Pak," sahut Kinan dengan posisi seperti biaya yakni masih memeluk Fahad. Wajahnya belum kembali ke semula.

"Itu beda lagi, itu mah buat redain marah kamu," kata Fahad membela diri.

Mendengar itu, Kinan seketika mendongkakkan wajahnya sehingga tatapan keduanya kembali lagi bertemu. "Aneh, dan kita berdua juga aneh."

"Hahaha ... ada-ada saja kamu!"

"Sudahlah, ayo pulang," alih Kinan dan kembali lagi ke tempat duduk.

"Tapi, apa kamu sudah tidak cemburu lagi atau masih ingin melakukan yang tadi?"

"Ih! Bapak, mesum!"

"Yah, apa salahnya kalau sama calon sendiri?" sebal Fahad dan segera melajukan mobilnya meninggalkan rest area menuju kediaman Abhipraya.

Perjalanan keduanya memakan waktu sekitar tiga puluh menit, dan akhirnya telah sampai juga. Dua insan segera keluar dari mobil, tak lupa Kinan membawa bingkisan yang berisi gaun pengantin yang akan dipakai besok. Saat keduanya hendak memasuki rumah, keduanya dikejutkan dengan penampakan dua wanita kesayangannya yaitu Harsa dan Maryam.

"Darimana saja, kenapa pulangnya lama?" tanya Harsa dengan tatapan tajam mengarah kepada Kinan.

Namun, di satu sisi Maryam tidak kalah tajam. Ia menatap putranya, Fahad dengan memasangkan muka kemarahan. "Ummah sudah bilang, pergilah kebutik setelah itu pulang. Tapi, anehnya kamu menghabiskan waktu selama dua jam lebih, jadi dua jam itu kemana saja?"

Kinan tidak bisa menjawab pertanyaan berbobot, ia pasrah dengan semuanya. Toh, yang salah itu Fahad bukan dirinya sehingga Kinan menatap Fahad dengan tatapan menjengkelkan. 'Nah,'kan gue bilang!'

"Sana kalian masuk ke ruangan masing-masing," titah Harsa dan dua orang itu menurutinya.

Marya memijat pelipisnya, sudah menduga jika berdua tanpa pengawasan saudaranya sudah pasti keluyuran meskipun hanya satu menit. Karena, tidak ada yang mau menemani dua insan karena kesibukannya untuk mempersiapkan acara besok.

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Sinar rembulan mulai menampakan diri, kediaman Abhipraya mendekorasi sedikit ruangan supaya tertampak indah dan tidak terlalu polos. Kain dekorasi berwarna putih, perpadukan warna emas menambahkan kesan sederhana tapi terlihat menakjubkan.

Bunyi jam dinding terus berdetok, dua insan semenjak dimarahi oleh keluarganya tidak pernah keluar dari kamar. Sehingga, Alsaki membawa makanan untuk Fahad sedangkan Harsa membawanya untuk Kinan. Keluarga itu benar-benar sibuk untuk acara besok. Tidak ada panggung, semuanya dilaksanakan di dalam ruangan. Rumah Ibha memang terbilang cukup luas sehingga hanya bisa memuat sebanyak empat puluh orang tamu, dan itu tidak masalah selama ada berkahnya.

Cuaca saat itu sedikit dingin, Kinan ingin sekali merendam diri di kolam renang untuk menenangkan diri. Memori Fahad yang begitu indah menganggu konsterasinya, membuat jiwa Kinan ingin kembali lagi ke masa itu. Selain benci dengan semuanya, Kinan mencoba menerima semuanya meskipun itu tidaklah mudah. Tapi, apa salahnya untuk menerima.

Perasaan yang ambigu tumbuh bersamaan, mulai dari cinta hingga cemburu tercampur menjadi satu dalam hati yang sama. Malam itu, Kinan mencoba menghabiskan waktunya dengar mendengarkan alunan musik indah. Alunan musik karya Andy Grammar tentang Keep mengisi warna untuk Kinan agar siap menemani waktu semestinya.

'I'm seeling all the angles, starts to get tangled,

I'm start to compromise,

My life and the purpose,

Is it all worth it?

Am i gonna turn out fine?

Oh, you'll turn out fine,

Fine, oh, you'll turn out fine ...'

Musik itu terus mengema, mengisi kamar Kinan dengan suara indahnya. Seolah-olah, tujuan hidupnya memilih antara dua bait lagu yang sama. Tantangan selanjutnya akan segera dimulai, dan bahkan semua itu akan menjadi masa depan yang sebagaimana mestinya.

••••••••••○○○••••••••••

"Lo kemana aja, engga sopan banget bawa adik gue?" Alsaki bertanya saat mendengar pembicaraan keluarga tentang kelamaan dia dengan adiknya. Pasalnya keduanya hanya disuruh untuk mengambil gaun pengantin dan langsung pulang.

Fahad membenarkan posisinya menjadi duduk. "Gue mengajak dia jalan-jalan."

"Astagfirullah, se tan macam apa lo hah? Astagfirullah, pantesan mereka mengomel. Apa kamu melakukan sesuatu pada adik gue?"

"Kalau mau ngomong saring! Gue cuman ngajaknya berjalan-jalan, soalnya gue liat dia kayak bosan gitu. Apa gue salah?"

"Iya salah lah, be go banget kamu!" sebal Alsaki.

Fahad seketika terdiam, kenangan manis tergiang lagi di benaknya. Kala, Kinan menarik tangan sewaktu cemberut karena mengajaknya jalan-jalan. Fahad melakukan itu bukan maksud apa, melainkan ingin mengenalnya lebih dekat. Ia senyum sendiri membuat Alsaki yang melihat itu seketika jijik.

"Lo mikir apa?"

Pletak!

"Kalau ngomong saring, bambang! Loe itu mantan divisi keamanan, kenapa engga pernah nyaring omongan sih?" Jitak Fahad tak berdosa.

"Lagian loe senyum sendiri kayak nu gelo (orang gila)!" ledek Alsaki tak peduli seberapa kerasnya jitakan Fahad, rasa itu masih sama sakitnya.

Fahad tersenyum miring. "Gue hanya keinget saja, engga mikir apa-apa seperti omongan lo!"

"Apa lo cinta sama adik gue?" tanya Alsaki dengan wajah sedikit dimajukan, seakan berharap ucapan 'iya' terlontar dari mulut Fahad.

Fahad melihat tingkah Alsaki tentu saja membuatnya membuangkan muka, seakan ada sesuatu yang menjanggal dari wajah tampan Alsaki. Pikiran terbesit di benak Fahad, pertanyaan itu terlontar begitu saja. Kenapa dia menanyakan demikian, jika bukan karena cinta maka Fahad tidak akan melakukannya, dan sekarang pertanyaan itu terlontar. "Andai saja gue menolak perjodohan, maka gue engga mungkin mencintainya!"

Menatap tajam pandangan Fahad, Alsaki memundurkan wajahnya menjadi posisi tegak. Ia mendudukan pantatnya di sofa, merebahkan badan dan menghilangkan penat. Hari ini Alsaki benar-benar lelah mengurus semuanya, persiapan pernikahan adiknya yang tinggal menghitung beberapa jam lagi untuk sampai ke pagi. Menciptakan suasana hening, entah kenapa Alsaki ingin sekali adiknya menikmati masa remaja. Tapi, karena kebaikannya yah jalani alurnya.

"Gue harap, lo bisa jaga adik gue! Sebab, gue tidak akan mendengar omelan dia bahkan keterpurukannya. Jadi, gue harap lo bisa menjadi imam yang baik buat adik gue. Bukan hanya lo sebagai suami, melainkan harus seperti sahabat, teman, partner, hingga yang semestinya. Gue selalu menangis, setiap kali dia bercerita tentang betapa menyedihkannya dia saat di sekolah, hati gue saat melihat, mendengar itu sangat sakit."

Kata itu sengaja terlontar dari mulut Alsaki dengan posisi mata terpejam, ia kembali lagi membuka menatap atap kamar yang berserba putih dipadukan dengan warna biru langit seperti penampakan langit.

Fahad mendengar itu tersenyum, menampilkan lesung pipinya. Seakan mengerti apa yang dibicarakan oleh Alsaki. "Gue akan selalu menjaga adik lo, jadi jangan khawatir!"

"Makasih," singkat Alsaki.

"Btw, kalau boleh. Bisakah lo menceritakan Kinan? Siapa tau gue bakalan melakukan yang terbaik untuknya," tanya Fahad yang tadinya duduk di kasur kini beralih menghampiri Alsaki tengah meng-istirahatkan daksa yang letih. Karena persiapan pernikahan untuk dirinya dan Kinan.

Alsaki membenarkan posisinya menjadi duduk, menghirup nafas segar dan membuangnya. Sebelum menjawab itu, ia lebih memilih mengambil remote dan menyalakan pendingin ruangan dengan suhu normal yakni sekitar 25 derajat celcius.

"Dia menyukai senja dan hujan, tapi dia tidak menyukai perasaannya. Maksudnya, dia ingin menikmati senja ⁴dan hujan dengan perasaan yang semestinya bukan dengan perasaan yang kurang mendukung. Adikku, Kinan, begitu mencintai kucing sampai ingin memeliharanya. Tapi, orang tua melarangnya dengan alasan takut tidak ada yang mengurus padahal Kinan bisa."

"Dia sangat benci mencium aroma menyengat, itulah alasannya Kinan menyukai parfum berbau maskulin. Yang paling penting adalah, kalau dia sudah menangis kunci ketenangannya adalah membiarkan dia meluapkan semua emosinya dan jangan ada yang berbicara. Setelah itu, belikan dia martabak manis rasa coklat, karena itu makanan kesukaannya," jelas Alsaki panjang lebar.

"Hanya itu?" heran Fahad.

"Tidak, masih banyak lagi sih. Loe bakalan tau sendiri pokonya," jawab Alsaki dan merebahkan kembali badan di sofa.

"Besok lo mau mengucapkan akad, jadi silahkan tidur wahai calon adik ipar, Fahad Ibadillah Prambudi," ucapnya dengan nada sedikit mengejek dan mulai memejamkan mata.

Fahad yang mendengar itu seketika mengambil nafas gusar dan emosinya menjadi kesal, ia dengan santainya membalas perkataan itu dengan cara mengganti posisi menjadi tidur dan memejamkan mata. "Selamat menikmati kejombloanmu, aku akan segera menikah maka cepatlah menyusulku."

Tidak ada respon dari Alsaki, lelaki itu membalas dengan senyum sinis. Ingin membalas perkataan itu, tapi jiwa kantuknya menyerang tanpa pandang bulu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!