Usai melaksanakan pertunangan keduanya, rasa merehatkan badan kembali menyerang jiwa introvert Kinan. Dengan semangatnya, segera masuk kamar dan mengganti pakaian dengan pakaian renang. Ingin sekali merendam diri kedalam kolam renang, sungguh Kinan tidak bisa lepas dari yang namanya air. Seakan air itu mengandung makna, mulai dari makna tenang hingga makna bahagia. Ah, sudahlah yang penting air menghangatkan tubuh Kinan. Bersamaan dengan itu, sinar bulan purnama ikut menyinari gelapnya malam. Tangan kanan yang diisi dengan cincin melingkar di jari manis, Kinan angkat tangan itu dan memperhatikannya dengan tatapan mendalam.
Rasa sesak, senang, haru, bahagia, takut, hingga semua emosi menjadi satu. Luapan itu ia alirkan dalam kolam dengan mata terpejam dan kepalanya disandarkan di lantai balkon, membiarkan tubuhnya terapung dengan tenang. Melihat demikian, Kinan akhirnya bangkit setelah puas melakukan luapan emosi melalui aliran air kolam ia segera naik ke atas mengambil handuk yang terletak di kursi, menutupinya ke seluruh tubuh dengan rambut digulungkan ke atas, dan mulai memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri.
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, kini waktunya menunjukkan pukul 22.03 malam. Saat itu, semua keluarga Kinan sudah terlelap dalam tidur begitupun dengan Kinan, udara pendingin ruangan membuat tidur Kinan terasa sangat nyenyak, tapi berbeda saat merasakan kerongkongannya kering. Dengan terpaksanya, ia bangkit dari tempat tidur dan merapihkan rambut dengan mengucir satu.
Turun dari kamar menuju dapur, ruangan itu begitu gelap. Kinan, yang sudah terbiasa dengan itu bodo amat dengan semuanya, yang penting rasa hausnya dituntaskan agar kembali lagi tidur. Sesampainya di dapur, Kinan mengambil gelas yang ada di dalam lemari dan mengisinya dengan air biasa hingga penuh dan meminumkannya hingga ludes, tapi sayangnya satu gelas belum cukup akhirnya ia minum sebanyak dua gelas.
Setelah puas dengan itu, Kinan berniat kembali lagi ke kamar. Akan tetapi, saat membalikkan badan sintak membuat Kinan terkejut bukan main. Dua badan saling berhadapan, tatapan keduanya terasa jelas dan tulus. Dua insan saling memandangi satu sama lain, suara nafas terdengar di telinga keduanya. Tatapan itu berlangsung lama, jika di hitung mungkin sekitar lima sampai enam detik.
Kejadian itu membuat keduanya tidak menyadari, bahwa Kinan tak sengaja menumpahkan air minum. "Eh, astaga! Maafkan aku," ucapnya dan segera menghindari, tapi sayangnya lantai lincin akibat tumpahan air membuat Kinan seketika refleks akan jatuh dan untunglah Fahad menahan tubuh Kinan yang akan terjatuh.
Posisi keduanya saling berhadapan, Fahad menahan pinggang ramping Kinan. 'Kamu sangat cantik,' batin Fahad dan membangunkan kembali Kinan sembari menyadarkan diri dan Kinan. Kinan segera berdiri dan bangkit, wajahnya mulai merah bak udang rebus. Dengan keceoatan sinyal 5G meninggalkan Fahad yang hendak mengambil air dari dapur. Sementara, Fahad hanya menggeleng melihat tingkah dirinya dan tingkah Kinan barusan.
Mengingat kejadian yang baru saja terjadi, jantung Kinan berdegup dengan kencang belum lagi dengan wajah bersemu merah dengan kuping merah panas. Wajah lelaki itu tergiang-giang di benaknya. "Dia sangat tampan, tapi tidak dengan otaknya!" Sebal Kinan mencoba menyadarkan dirinya.
Sementara di satu sisi, Fahad mengingat kejadian itu mencoba berpikir dingin. Ia melirik teman satunya, Alsaki yang masih betah tidur dalam keadaan mengorok dan ini bukan untuk pertama kalinya melainkan sudah sering, sebab keduanya pernah tinggal satu pesantren di mana keduanya satu kamar dan tak pernah terpisahkan. Sekarang keduanya bertemu lagi dengan cara ferguso, mana kala kelakuan Alsaki terbilang la k nat, karena belum berubah dari suara ngorok nya.
Fahad mencubit hidung Alsaki supaya dia bangun, guna ingin bicara, dan pada akhirnya Alsaki dengan wajah kehabisan oksigennya bangun.
"Hah!" sesak Alsaki dan menatap siapa yang melakukannya. "Lo enak aja nganggu tidur gue!" sinis Alsaki menyadarkan segenap jiwa raganya.
Fahad terkekeh tak berdosa. "Gue mau ngomong boleh ngak?" tanyanya to the point.
"Kenapa?"
"Kenapa adik lo benci matematika?"
Alsaki memutar bola matanya malas. "Mau sekeren apapun alasan dia benci matematika, jawabannya aja tetap tidak masuk akal!"
"Kenapa?"
"Jadi gini ceritanya, sewaktu dia masih sekolah menegah pertama dia pernah dipilih untuk menjadi perwakilan sekolahnya dalam rangkan lomba olimpiade. Di situ, adik gue Kinan semangat dong bahkan sampai rela tidak pernah tidur demi mendapatkan hasil yang baik, dan gue dukung dia lah dengan ketulusan gue bahkan gue percaya bahwa dia bisa membawa pulang piala kejuaraan. Nyatanya ...."
Fahad mendengarkan cerita itu dengan serius, seakan siapa tau bisa membalikan kembali Kinan yang sebenarnya. "Nyatanya apa?"
"Yang juara bukanlah Kinan melainkan temannya, tapi anehnya temannya salah empat sedangkan dia tidak ada. Bahkan dia memberika bukti bahwa adikku mengerjakan tugas dengan sangat baik. Temannya juara olimpiade sehingga masuk ke Internasional, dan yang paling mengherankan temannya tidak membawa kejuaraan. Di situlah, Kinan membenci matematika seakan tidak menghargai perjuangan itu. Gue sangat kasian melihat dia yang sudah mati-matian selama tiga tahun, mengherankan sekali bukan?" Alsaki mengakhiri cerita Kinan dengan senyum sumrik, seolah-olah mengerti perasaan Kinan.
"Mendengar cerita itua, tidak masuk akal bukan?" tanya Alsaki saat memperhatikan ekspresi serius Fahad seakan Fahad mengerti maksud jalan yang dilontarkan.
"Itu bukan benci, tapi lebih tepatnya sudah bosan!" terang Fahad mencoba meluruskan, bahwa Kinan tidak benci melainkan bosan.
"Ko jadi ke bosan?" heran Alsaki.
"Intinya, dia sudah bosan. Kalau dia sudah mati-matian belajar eh tidak di hargai, itu namanya bosan bukan benci. Kalau dia benci, kemungkinan besar dia tidak akan melanjutkan kembali sekolah hingga akhir." Fahad mengakhiri pembicaraannya dan kembali ke tempat semula untuk merebahkan badan.
Melihat tingkah Fahad, sontak Alsaki terkejut. "Eh, kenapa lo tidur di kasur gue? Sana tidur di sofa!"
"Ogah, lagian punggung gue udah kram." Fahad memejamkan mata, bodo amat dengan omelan Alsaki yang dulunya mantan divisi keamanan.
Alsaki memutar bola matanya malas. "Bangunin gue cuman buat membual tiga puluh minit!"
"Iya, bualanmu percuma! Jadi, awak tau dikit tentang Kinan!" jawab Fahad dengan badannya sudah mulai pergi ke alam mimpi yang kini disusul oleh Alsaki.
••••••••••○○○••••••••••
Sementara di kamar Kinan, semenjak kejadian itu Kinan tidak bisa tidur meski hanya memejamkan mata. Bunyi detok jam dinding terus berjalan, kini waktunya sudah mulai memasuki waktu dini hari di mana waktunya menunjukan pukul 00.05 malam.
Suasana itu seketika menjadi hening, suasana yang cocok bagi kaum introvert untuk menikmati malam dengan suasana tenang. Konon katanya, pukul segitu semua makhluk tak kasat mata akan menampakan diri. Tapi, tidak berlaku bagi Kinan seorang siswa selain presentasinya, beliau tidak percaya dengan namanya takhayul dan juga makhluk mati akan menjelma, padahal yang menjelma adalah syaiton dan jin bukan manusia.
Memikirkan yang tidak-tidak membuat Kinan mengubah posisinya menjadi duduk dan mencari gawai, dinyalakannya gawai itu dengan tampilan berwarna ungu lilac. Ia mencari aplikasi berwarna hijau dan menekan tombol, terisi penuh dengan berbagai macam bentuk chat. Mulai dari grup kelas 12 IPS 3 dan beberapa teman lainnya termasuk si Brayen, ketua kelas yang pernah digosipkan kalau dia sangat menyukai dirinya.
Karena banyak chat yang masuk, Kinan lebih memilih teman akrab dulunya yang tak lain adalah Hafsah.
Hafsah: [Hei, kamu katanya mau jenguk aku? Mana nih, aku udah nunggu!]
Kinan: [Maaf kak, habisnya ada acara mendadak. Lain kali yah, toh aku masih bernafas belum mati (emoticon menahan tawa)]
Tidak ada balasan darinya, mungkin karena waktunya sudah larut dan mana jam ini sudah tengah malam. Karena mustahil mendapatkam balasan dari Hafsah, Kinan lebih memilih keluar dari kamar dan waktu itu menunjukan pukul 00.50 dini hari. Berjalan menuju dapur guna masak untuk mengisi perut kosong sekaligus menghilangkan pikiran buruk, tapi entah kenapa Kinan begitu bahagia memiliki Fahad.
"Tidak buruk juga gue masak jam segini," gumam Kinan dan mulai memasak mie.
Tidak menunggu waktu lama, masak mie hanya membutuhkan waktu sekitar kurang lebih lima menit. Setelah selesai, Kinan memilih menghabiskan sisa malamnya dengan menonton film di ruang tengah. Volume kecil supaya tidak menganggu orang tidur, tidak ada lirikan mata untuk melihat film yang sedang diputar. Pandangannya fokus mengambil mie dan melahapnya, tak lupa juga Kinan mengambil kerupuk sebagai teman mie supaya tidak kesepian.
Akibat terlalu fokus, sebuah bayangan menghampiri Kinan. Merasakan aura seketika bulu kuduk berdiri, Kinan memberhentikan makan dini harinya. Ia menyimpan mangkuk dengan sangat hati-hati, dan
"Dor!"
"Astaga!" teriak Kinan seketika dibungkam oleh lelaki yang tak lain adalah Alsaki, kakaknya.
Karena terkejut, jantung Kinan hampir copot akibat ulahnya belum lagi dengan perbuatan tidak boleh ditiru yaitu membungkam mulut yang hampir mengeluarkan suara khas toa masjid. "Untung aja." lega Alsaki dan melepaskan tangan yang menutup mulut adiknya dan mengelapnya ke pakaian kimono Kinan.
Sementara Kinan menampilkan muka sebal sekaligus kesal, tapi dia harus ekstra sabar sebab jika Kinan sudah menikah maka moment ini tidak akan terulang lagi.
"Kak, makasih yah sudah jagain Kinan sampe usia 17 tahun. Di saat orang tua kita sibuk dengan bisnisnya, tapi Kakak selalu luangin waktu buat Kinan. Padahal Kakak waktu itu sedang sekolah bahkan sibuk karena ngerjain tugas sekolah, tapi Kakak selalu ada buat Kinan. Sampai ini, Kinan engga tahu harus bilang apa selain minta maaf dan makasih. Toh, Kinan bakalan berdoa semoga Kakak segera lamar kak Hafsah," tutur Kinan diakhiri kekehan karena mengucapkan kata terakhir di mana kata itu mengandung candaan yang bermakna. Alsaki memang menyukai Hafsah, makanya tidak segan menceritakannya kepada Kinan. Karena, Kinan pandai menjaga rahasia.
Mendengar semuanya, Alsaki terkekeh sekaligus sedikit kesal dengan adiknya. Ia mengacak-acak rambut lurus Kinan dengan gemas dan mencubit pipi Kinan dengan kasih sayang. "Diam ah, di sini ada calon besan juga calon suami kamu. Nanti, kalau mereka dengar aku yang nanggung malu sedanhkan kamu enggak berdosa!"
Ucapan itu mengundang senyum manis Kinan sembari menampilkan sederet gigi putih dan rapihnya. Hari ini, entah kenapa Kinan sudah melupakan kejadian tadi dengan bercanda bersama Alsaki.
"Dek?" panggil Alsaki dengan tatapannya fokus menonton film yang diputar oleh Kinan.
Kinan menoleh dan menyerit. "Kenapa?"
"Mungkin ini terdengar seperti wejangan. Kakak ingin kamu menjadi wanita yang seutuhnya bagi Fahad, jadilah wanita yang penurut dan tetap kejar ridho dia. Sebab, surga seorang wanita setelah menikah ada ditangan suaminya, pokonya kamu jangan berani membantah dia. Kakak percaya Fahad bakalan menjaga kamu sebagaimana kakak menjaga kamu."
"Selama ini, kakak selalu salah dalam memberikan didikan kepada kamu. Tapi, kakak tidak pernah mencoba menyakiti hatimu. Dulu, kakak selalu merengek ingin adik perempuan dan itu dikabul oleh orang tua. Saat itua, kakak bangga punya adik hebat seperti kamu. Walaupun sekarang kamu tumbuh sedikit bandel, tapi kakak tetap menyayangi dan mendoakanmu. Jadi, kakak berharap kamu bisa berguna hingga akhirat nanti."
Alsaki meneruskan ucapannya tanpa menatap Kinan, tatapannya fokus menonton film dan setelah mengakhiri itu ia tersenyum kepada Kinan seperti dia mendengarkan pembicaraannya. Nyatanya apa yang terjadi, Kinan malah tidur bersandar di pundak Alsaki membuat Alsaki sedikit merasakan kesal. Karena dia tau pasti adiknya tidak mendengarkan apa yang dikatakan. 'Kebiasaan,' batinnya dan beralih menatap cemilan di atas meja yang belum lama diambil oleh Kinan dengan muka girangnya dia mengambil cemilan itu dan memasukannya kedalam mulut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments