Pernikahan adalah ikatan suci, tidak semua orang bisa memahami arti pernikahan yang sesungguhnya. Ada yang ingin segera menikah karena kebelet sedangkan ilmu rumah tangga minim, ada juga yang ingin membelakangi nikah karena ada janji yang harus ditepati sementara ilmu rumah tangganya luar biasa, semua itu jelas terdapat pada diri manusia sendiri.
Namun, anehnya kebanyakan dari mereka menginginkan mahar yang sangat fantasis, lelaki setampan idol, hingga menginginkan pernikahan layaknya seperti cerita romantis. Padahal hakikat pernikahan bukanlah seperti itu melainkan seberapa kayanya ilmu berumah tangga, sesabar apapun pasangannya, hingga seberapa ikhlasnya pasangan menerima kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya bukan seperti cerita tak masuk akal termasuk cerita yang ditulis oleh author ini.
Pikiran seperti itu terbesit dipikiran Kinan untuk menyadarkan diri, bahwa pernikahan bukanlah sekali dua kali melainkan seumur hidup. Seakan mempersiapkan diri untuk kedepannya, menjadi wanita yang layak untuk suaminya, menjadi wanita yang siap menanggung beban, semua pikiran itu tertanam sempurna dibenak Kinan saat memandangi wajah tampan Fahad yang tengah fokus menyetir mobil.
"Kenapa?" tanya Fahad memecahkan hening saat menyadari bahwa Kinan terus menatap dirinya. "Apa karena aku akan menjadi suamimu?"
Kinan mendengar itu seketika mengalihkan pandangan ke arah jendela. "Tidak. Aku hanya ingin memastikan saja, soalnya setiap pelajaran Bapak saya sering bolos!"
Fahad tersenyum tipis. "Oh, jadi kamu yang namanya Kinan?" Angguk Fahad kecil diiringi dengan tawa yang tersembunyi.
"Iya saya Kinan Abhipraya, Pak."
Fahad tidak melirik Kinan sama sekali semenjak keduanya memasuki mobil untuk pergi ke butik sesuai dengan amanah Maryam, di mana butik itu milik salah satu teman Maryam. Sehingga keduanya tidak pernah bicara sama sekali dan lebih menyerahkan semuanya kepada musik, membiarkan musik itu menemani masa heningnya selama perjalanan. Tapi, semua itu berubah saat Kinan memiliki pikiran yang begitu unik dan dewasa tentang arti pernikahan.
"Pak, karena kita akan menikah. Bagaimana jika ketahuan?"
"Emang kamu undang salah satu temanmu?" tanya Fahad dan mendapatkan gelengan dari Kinan. "Jika tidak, maka tidak apa-apa. Toh, pemilik yayasan itu paman aku."
Kinan yang tadinya menunduk karena takut seketika terkejut saat Fahad mengucapkan kata terakhirnya, ditambah lagi dengan ekspresi tak percaya dengan mata bulat sempurna. "Yah apa hubungannya? Dia tetap ketua yayasan tuh, Pak! Nanti juga dikeluarin."
"Yah engga juga, katanya dia bakalan menjaga rahasia kita asalkan kita menaati peraturannya."
"Berarti, kita harus bersikap profesional gitu, Pak? Jadi, kita pura-pura tidak kenal gitu? Kalau kayak gitu itu mudah banget bagi saya, Pak. Soalnya, saya orangnya cuekan dan juga tidak terlalu menyukai matematika. Jadi, buat profesional itu berarti Bapak harus izinin saya buat bolos khusus pelajaran matematika yah, Pak!" Kinan mengomel dengan panjang lebar dan ini pertama kalinya bagi seorang Fahad mendengarkan calon istrinya mengomel dengan sangat lebar.
Fahad tersenyum sumringah setelah mengetahui watak seorang Kinan, omelan itu membuat Fahad ada pelajaran untuk menjadi suami yang selayaknya bagi Kinan. "Oh iyu boleh, tapi kamu harus bersiap mendapatkan hukuman dari aku. Kali ini, kamu kan bakalan jadi istri aku kalau kamu bolos dipelajaran aku maka aku tidak akan segan untuk memberikan hukuman untukmu."
"Kan, katanya harus bersikap profesional, Pak?"
"Iya, tapi bukan seperti itu konsepnya, Kinan. Bersikap profesional itu gini, kalau kamu tidak menyukai matematika cobalah untuk belajar sekali saja dan bersikaplah pura-pura tidak kenal. Pura-pura tidak kenal itu bukan berarti kamu harus bolos pelajaran aku, tapi cobalah untuk menjaga sebagaimana mungkin."
Kinan sedikit cemberut. "Ogah, Pak! Lebih baik saya dapat hukuman daripada harus masuk pelajaran Bapak!"
"Yakin nih? Berarti kamu harus menuruti semua kemauan saya termasuk satu-satunya, dan hukumannya hanya berlaku di rumah bukan di sekolah." Fahad mengakhiri penjelasan panjang lebarnya dengan muka santai tanpa dosa.
Kinan terbelak dan tak percaya dengan hukuman gila Fahad, dengan terpaksanya ia menjawab, "kalau begitu, lebih baik saya ikut pelajaran saja!"
"Oh, berubah pikiran?" ledek Fahad.
"Jangan mengejek, Pak!"
Fahad terkekeh geli mendengar kekesalan Kinan untuk pertama kalinya. Perjalanan keduanya diisi dengan bentuk komunikasi selayaknya perkenalan, sampai akhirnya tujuannya telah tiba di depan mata. Kinan dan Fahad segera keluar dari mobil dan mulai masuk kedalam butik milik salah satu teman Maryam, di mana butik itu bertuliskan 'Karen's butik' agak lucu bukan?
Ruangan yang penuh dengan berbagai macam gaun pengantin, tidak ada satu pun gaun pengantin yang menunjukan keterbukaan meskipun sedikit, semua gaun tertutup dengan sangat rapat dengan balutan kain kerudung menutupi dada supaya tidak terbentuk. Membuat Kinan yang datang dalam keadaan tidak berkerudung dan membiarkan rambutnya dikuncir satu akan tetapi, pakaiannya begitu sopan. Keduanya tidak lupa mengucapkan salam setelah memasuki ruangan dan mendapatkan jawaban dari pemilik butik.
"Apa kamu, Fahad? Anak dari pak Hasan dan Maryam?" tanya wanita berusia setara dengan Maryam yang tak lain adalah Karen afau sapaan familiernya Mbak Karin.
Fahad tersenyum dan mengangguk. "Iya saya Fahad, dan sebelah saya calon istri saya namanya Kinan."
"Masya Allah, cantik sekali kamu, Nak. Semoga pernikahan kalian pernuh berkah, sakinnah, mawadah, warrahmah." Mbak Karin mendoakan untuk dua orang itu, ia tak lupa mencium punggung tangan Kinan seakan memberikan sebuah doa yang luar biasa. "Oh iya, sesuai pesan dari ummah kamu, Fahad. Mari kita coba dulu gaun pengantinnya, Nak."
Kinan mengangguk kecil dan menoleh kearah Fahad dan mendapati jawaban senyum darinya. Ia mengikuti Mbak Karin menuju ruangan untuk mencoba gaun pengantin yang akan dipakai besok, balutan gaun berwarna putih dengan jilbab menutupi dada tak lupa dengan beberapa bentuk bunga indah dengan warna senada menghiasi gaun pengantin. Kinan tampak anggun, Mbak Karin melihat itu seketika terseksima melihat penampilan Kinan yang sangat cantik.
"Sepertinya cocok, coba minta pendapat calon suamimu. Siapa tau, ini cocok untukmu," titah Mbak Karin dan mengenggam tangan Kinan agar keluar guna meminta pendapat Fahad.
Fahad melihat seseorang yang keluar dari ruang percobaan Mbak Karin seketika terkejut, alangkah indahnya gaun yang dikenakan oleh Kinan yang tidak terlalu mencolok dan tidak terlalu berlebihan hanya sederhana namun menawan itulah yang ia dapatkan. Tatapan keduanya bertemu dan saling beradu, melempar senyum tulus dengan sangat lama akhirnya keduanya disadarkan oleh pertanyaan Mbak Kiran. "Bagaimana menurutmu, Fahad? Apakah cocok dengannya?"
"Itu sudah cocok, aku pilih yang dia pakai saja," jawab Fahad dengan santai tak lupa juga dengan senyum menampilkan lesung pipinya.
"Sudah mbak bilang, dia sangat cantik. Kalau begitu, yang ini saja yah." Mbak Kiran mengajak Kinan kembali untuk menuliskan pesanan yang Maryam pesan sebagai hadiah untuk pernikahan keduanya.
Setelah selesai, keduanya izin pamit pulang. Seketika keduanya kembali lagi menciptakan hening, Kinan menatap fokus pandangan kearah jendela sedangkan Fahad fokus menyetir mobil.
"Apa kamu ingin makan?" tawar Fahad memecahkan hening.
Kinan menggeleng dan tersenyum. "Tidak, kita langsung pulang saja, Pak. Saya masih mengantuk soalnya."
"Ini masih pagi lho, kenapa milih tidur? Jalan-jalan yuk," ajak Fahad.
"Jalan-jalan kemana, toh teman saya masih keluyuran!" ketus Kinan.
"Emang kamu tau, di mana temanmu yang kamu maksud?"
Kinan mengangkat bahunya acuh. "Enggak tau!"
"Asal ngomong saja kamu!" ledek Fahad.
"Biarin!" ejek Kinan tidak mau kalah.
Ucapan demi ucapan terlontar dari dua mulut yang berbeda, mulai dari saling meledek hingga tertawa di saat keduanya mulai bercanda seakan benih cinta keduanya tumbuh. Padahal, Kinan tidak terlalu menyukai matematika sehingga tidak tau siapa itu Fahad, sementara Fahad hanya mengenali Kinan tapi tidak dengan bentuk wajahnya. Dua insan itu dipertemukan dalam keadaan perjodohan yang sebentar lagi akan melepaskan status.
Tujuan tidak jelas akhirnya sampai jua, Fahad mengajak Kinan untuk merefresing diri di sebuah taman wisata terkenal di kota Jakarta. Jalan-jalan tanpa menggandeng tangan, hanya memegang pakaian milik Fahad supaya tidak menyasar. Para pengunjung turut meramaikan tempat wisata itu, padahal jelas wisata itu tidak pernah kesepian pengunjung bahkan setiap hari selalu ada.
Karena sudah lama tidak seperti ini, Kinan merasakan sedikit udara healing yang merasuki jiwa introvertnya. Bahkan, ia tidak melepaskan genggaman dari Fahad. Dua insan itu menikmati moment sebelum pernikahannya, toh katanya jangan dulu bertemu tapi bodo amat lah yang penting ada ilmu buat nanti berumah tangga.
"Pak, bukannya kita tidak boleh seperti ini. Soalnya, kan besok mau menikah," tutur Kinan di tengah kursi santai menikmati es krim yang dibeli oleh Fahad.
Fahad menoleh dan tersenyum. "Iya sih, tapi gimana dong? Daripada kamu tidur, mending jalan-jalan!"
"Enggak, ayok pulang!" Kinan menarik tangan Fahad agar segera keluar dan pulang, takut dikhawatirkan keluarganya. Toh, keduanya disuruh pergi ke butik bukan keluyuran sana sini.
Melihat tingkah Kinan yang menarik tangannya, membuat Fahad sedikit senang sekaligus risih dua perasaan berbaur dalam satu hati. Senang karena disentuh, risihnya belum halal.
Saat keduanya hendak keluar dan menuju parkiran, tiba-tiba keduanya didatangi seorang yang Fahad kenal. Seorang wanita dengan pakaian sedikit terbuka, baju lengan panjang dengan celana menampilkan lutut mulusnya, ditambah lagi rambut pendek yang mempesona.
"Fahad?" panggil wanita bernama Marsha Arum, atau sapaan dulunya Marsha.
Fahad menoleh, keningnya menyerit heran. Bersama itu Kinan juga ikut menoleh dengan tangannya masih betah memegang tangan Fahad. "Siapa yah?"
"Kamu beneran Fahad yah? Masih ingat aku ngak?" tanya Marsha senyum.
"Tidak, siapa yah?" tanya balik pasalnya ia tidak tahu siapa itu Marsha.
"Aduh! Masa lupa sih, aku lho Marsha. Teman SMA kamu, yang dulu aku sempat dibully terus kamu dateng buat bela aku," jelas Marsha tanpa memandang wanita sebelah Fahad yaitu Kinan karena tatapannya fokus pada Fahad, seorang lelaki SMA yang selalu menjadi incaran wanita.
Fahad seketika teringat tentang Marsha. "Ah kamu."
"Iya, aku. Aku Marsha, kemana aja sih? Ko baru ketemu sekarang, aku hampir mencarimu bahkan aku kehilangan kontak denganmu. Untunglah, aku bertemu denganmu," ucap Marsha.
Sementara Kinan yang melihat Marsha seketika heran, kenapa wanita itu terus memandangi calon suaminya padahal jelas di sebelahnya ada dirinya. 'Dia enggak punya mata atau gimana, kenapa enggak nyapa gue, hah? Bahkan gue engga tau siapa lo, main sok akrab! Liat gue, julehaa!' batin Kinan sebal dan memalingkan muka.
Fahad melihat kekesalah Kinan karena mendengarkan omong kosong dengan Marsha seketika tergantikan dengan membalas genggaman supaya dia bisa melihat dirinya dan itu tidak ada respon darinya. 'Apa dia cemburu?'
'Jelas gue cemburu lihat kelakuan wanita itu, mana mata dia hah? Apa tidak lihat gue?' batin Kinan lagi dan lagi.
"Maaf yah Marsha, sepertinya aku harus segera pulang." Fahad mencoba menghentikan ucapan Marsha yang terus bercerita tidak masuk akal. "Semoga ketemu lagi yah," sambungnya.
"Sebentar, jika bisa. Bisakah kamu memberiku nomor telepon?" tanya Marsha.
'Nomor telepon? Astaga, cewek murahan banget! Apa engga bisa nyari nomor telepon selain milik gue?' Kinan sinis melihat tingkah Marsha seperti nyosor saja.
"Aduh! Handphone aku ada di mobil dan aku tidak ingat nomor teleponku. Lain kali saja." Bukan bermaksud apa, Fahad sengaja mengatakan demikian karena tau bahwa Kinan tengah cemburu.
"Kalau begitu, simpan nomor ini saja." Marsha memberikan tulisan yang merupakan nomor teleponnya kepada Fahad dan Fahad menerima itu dengan tersenyum.
"Baiklah, aku pamit dulu. Ayo, Sayang," ucap Fahad kepada Kinan.
"Sebentar, wanita ini siapa?" tanya Marsha saat menyadari bahwa disebelahnya ada wanita di mana wanita itu mengenggam tangan Fahad.
"Aduh, lama banget. Ayo, pulang!" rengek Kinan tidak betah.
"Iya, ayo kita pulang!" seru Fahad tanpa memperdulikan pertanyaan Marsha. "Aku pamit yah," sambungnya dan menarik tangan Kinan.
Perasaan Marsha melihat Fahad seperti sudah memiliki kekasih bagaikan tertusuk belati tepat sasaran, ia tak percaya Fahad yang dulunya terkenal tidak ingin mendekati wanita sekarang dia sudah memiliki kekasih. 'Tidak mungkin dia istrinya, toh perlakuannya hanya seperti kekasih. Masih mending, aku masih bisa mengambil kembali Fahad darimu, dasar *** ***,' batin Marsha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments