Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, yang tadinya sarapan dan tidak kembali lagi keluar dan terus betah di kamar. Menghabiskan waktu satu jamnya untuk merendam diri di balkon bersama Alsaki, kini matahari mulai berada si ufuk barat menandakan waktu sore telah tiba.
Kinan masih terlelap dalam tidur gabutnya, sedangkan tangan kanannya memegang gawai dengan layar masih terbuka di mana layar itu menampilkan video lawas dirinya dengan Alsaki saat dirinya berusia sekitar empat tahun dan Kinan mendapatkan video itu dari Alsaki.
Pintu kamar Kinan terbuka, menampilkan sosok wanita paruh baya dengan pakaian formal dengan hijab menutup dada. Ah, Harsa ibu yang hebat dan luar biasa membangunkan Kinan yang tertidur dengan pulasnya dengan lembut. "Bangunlah, sebentar lagi calonmu datang."
Merasa terusik dengan sentuhan yang tak asing, dengan cepatnya Kinan bangkit dan merubahkan posisinya menjadi duduk dengan tangan menggaruk-garuk kepala yang tak gatal. "Jam berapa ini?"
"Jam empat sore, bangunlah setelah itu mandi dan jangan lupakan sholat dan segera bersiap," papar Harsa kepada anak bungsunya dan mendapatkan anggukan kecil diiringi langkah kaki Kinan yang terlihat malas.
Dua puluh menit, Kinan melakukan amanah yang disampaikan oleh Harsa. Ia duduk di cermin, memandangi betapa malang dirinya. Tapi, mau bagaimana lagi toh takdir tidak ada yang tahu. Polesan make up tipis ala Kinan begitu indah menawan dan cantik, dengan rambut di kuncir satu tak lupa juga dengan pakaian sopannya.
Tok! Tok!
"Masuk! Engga dikunci!" jawab Kinan saat mendengar suara ketukan pintu, dan tampaklah Alsaki memperhatikan adiknya dengan pandangan tulus dan tangannya membawa bingkisan yang dikhususkan untuk adiknya.
"Pakailah kado dariku, aku akan menunggumu. Tetaplah di dalam, sampai calon ibu mertuamu menyapamu," titah Alsaki sembari menyerahkan bingkisan berwarna lilac yang merupakan warna kesukaan Kinan dan segera pergi meninggalkan Kinan.
Kinan membuka bingkisan itu, dan rupanya Alsaki memberikan pakaian tertutup yakni gamis dengan warna kerudung yang senada. Senyum tipis terukir di wajah Kinan, rupanya sang kakak begitu menginginkan dirinya seperti dulu kala. Di mana waktu itu, Kinan sangat istiqomah dalam menutup aurat.
Suara mobil memasuki perkarangan rumah kediaman Abhipraya, Kinan sudah siap dengan pakaian yang dihadiahkan oleh Alsaki. Ia juga melihat calonnya dari balik jendela yang ditutupi gorden, dari mobil itu keluarlah empat orang di mana dua orang itu adalah calon mertua, sedangkan dua orang lagi adalah adik kakak yang salah satunya adalah calon Kinan.
Kinan yang melihat itu ada rasa sedih, senang, kecewa, haru, dan bahagia terkumpul menjadi satu. Calon Kinan adalah guru yang mengajar di kelasnya, dan yang paling membuatnya sedih adalah dia seorang guru matematika yang cerdas dan juga keren. Selain, senang karena lelaki itu adalah guru paling populer lantaran memiliki paras yang tampan dan mempesona karena memiliki darah blasteran turki. Ia juga melihat semua keluarganya memasuki kediamannya.
Kinan duduk setelah melihat pemandangan itu, ingin sekali merebahkan badan karena merasa ferguso dan dejavu dengan semua takdir. Seakan takdir sedang mempermainkan dirinya, dirinya yang selalu berencana eh takdir yang menentukan semuanya.
•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Sementara itu, di satu sisi seorang lelaki dengan tampilan kain batik berdiri di depan cermin dengan gagah. Beberapa hari yang lalu, orang tuanya hendak menjodohkan dirinya dengan anak teman ayahnya. Ia tidak bisa menolak penjelasan orang tua, karena dirinya sangat lemah terhadap perkataan orang tua sehingga tumbuhlah lelaki itu dalam didikan orang tua yang demokratis.
Paras menawan, dengan wajah berseri-seri tak lupa dengan hidung mancung bak bangsawan turki tak pernh luput darinya. Ratusan wanita termasuk murid yang dia ajari pun tergila-gila padanya, tapi di satu sisi pelajaran yang diajarkan adalah matematika sehingga banyak murid menyukai dirinya ketimbang matematika. Untunglah ini kesempatan baik menurutnya, sehingga bisa mengendalikan diri.
Fahad Ibadillah Prambudi atau sapaan familiernya Fahad, beliau adalah anak pertama dari keluarga yang memiliki yayasan pondok pesantren. Dirinya belum lama lulus wisuda, sehingga Fahad masuk sekolah menegah atas belum memakan waktu enam bulan.
"Masuklah, Pak Hasan," sapa Ibha saat melihat keluarga besar Prambudi sudah sampai tujuan.
Hasan sekaligus abi dari Fahad tersenyum dan menerima sapaan itu, ia masuk kedalam diikuti tiga orang lainnya yang tak lain Maryam istrinya, Fahad, dan si bungsu Barakka Prambudi.
Suasana rumah sedikit mewah itu mulai terdengar ramai, dengan banyak celoteh dari dua keluarga yang siap bersatu dengan pernikahan anak-anaknya. Sedangkan, Fahad tidak banyak bicara justru tersenyum dan hanya menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Ibha, calon mertuanya itu. Menghangatkan suasana dengan bercanda, Ibha dan Hasan dulunya adalah seorang santri satu perjuangan di bawah bimbingan guru yang sama sehingga tertampaklah keduanya seperti layaknya sahabat gaul. Harsa juga banyak berbincang dengan Maryam setelah mengambil beberapa cemilan dan minuman yang kini diletakkan di atas meja.
Alsaki juga ikut hadir di sana, ia terus tersenyum mendengar pembicaraan mereka. Sesekali Alsaki memberi kode pada Fahad, membuat Fahad sedikit binggung.
"Ngomong aja, engga usah maen kode," kata Fahad yang jelas terbaca bentuk gerak bibirnya.
Alsaki terkekeh. "Gue engga tau mau ngomong apa, intinya gabut!"
Fahad mengangkat bahunya acuh seakan tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh Alsaki, dirinya terkejut saat Hasan menyuruh Fahad untuk segera menjelaskan maksud kedatangannya ke sini dan Fahad mengangguk kecil dan memberi isyarat jempol dari balik tangan yang disembunyikan di bawah meja.
"Baiklah, kami akan menjelaskan maksud kedatangan kami ke sini. Fahad, ayo!" kata Hasan kepada anaknya setelah kurang lebih lima belas menit menghabiskan waktunya untuk berbincang.
Fahad menunduk dan menarik nafas panjang, menenangkan diri supaya emosinya tetap stabil. "Maksud kedatangan saya kesini adalah untuk melamar putri anda, Tuan," jelasnya.
Semua orang yang ada di situ seketika tersenyum menanggapi penjelasan Fahad, terlebih lagi Ibha juga merasa kagum dengan semua itu. Padahal, Ibha juga tahu bahwa putrinya akan menikah bersama dengan Fahad. "Tolong, panggilkan Kinan," titah Ibha pada Harsa yang duduk di sampingnya.
Harsa mengangguk kecil, bersamaan dengan itu Maryam ikut menjemput Kinan. Karena, Maryam ingin dia yang tahu lebih dulu ketimbang Fahad. "Izinkan saya ikut menjemputnya," kata Maryam dan mendapat anggukan darinya.
Dua wanita itu berjalan bersama menuju kamar Kinan yang letaknya di lantai atas, di mana lantai itu ada balkon kolam renang. Sesampainya di sana, Harsa tak lupa mengetuk pintu dan mendapati jawaban 'masuk' dari Kinan. Terbukalah, pintu itu menampilkan Kinan tengah duduk di kasur tempat tidur, dengan pakaian yang tertutup hingga menutupi kepala. Polesan make up tipis tidak mengurangi kecantikan Kinan, Kinan menunduk ada rasa yang bercampur aduk.
"Masya Allah, kamu sangat cantik," puji Maryam sembari mengambil tangan Kinan dan menciuminya.
Kinan senyum tipis menanggapi itu, tidak ada satu kata yang terlontar dari mulutnya selain tatapan yang mengandung dua arti yang ditunjukan kepada Maryam.
"Kinan, ayo ke bawah. Acaranya sudah dimulai," ajak Harsa sembari menarik lengan Kinan agar berdiri, dengan itu pula Maryam ikut membantu.
Semua tatapan yang ada di sana seketika tertuju pada suara langkah kaki, terutama kepada Kinan kecuali Fahad. Fahad lebih memilih menundukan pandangan, karena sudah tau siapa itu Kinan. Seorang murid yang selalu bolos setiap mata pelajaran, hanya karena benci dengan alasan tidak masuk akal.
Duduklah tiga wanita itu secara berdampingan, Ibha yang tadi duduk di bangku unjung kini berpindah di bangku sebelahnya, dan lebih tepatnya bersebelahan dengan Hasan. Sementara Kinan duduk di tengah antara Maryam dan Harsa yang berdampingan.
Acara pertunangan pun dimulai dengan begitu tenang dan khidmat, kini waktunya memasukan cincin kepada Kinan. Awalnya, Fahad yang akan melakukannya namun sang ibu menolak tegas lantaran keduanya belum halal sehingga Maryamlah yang akan memasangkan cincin.
Mencuri pandang, Kinan tersenyum tipis saat melihat Fahad terus memandangi dirinya dengan cara cepat kilat. Dalam hati kinan ada rasa takut, takut nanti kabur lagi di saat pelajaran Fahad berlangsung. 'Ini, harus buat alasan supaya kabur," batin Kinan.
'Oh, jadi kamu yah yang suka kabur mulu tiap pelajaran matematika. Bahkan tidak pernah masuk sekalipun, pantesan!' barin Fahad dengan perasaan bercampur aduk
Usai sudah acara pertunangan dilaksanakan, kini keluarga itu akan melanjutkan ke jenjang suci dalam waktu dua hari. Sesuai dengan janji Ibha kepada Kinan bahwa keduanya akan menikah dalam waktu tiga hari, di mana satu hari untuk pertunangan, satu hari untuk persiapan, dan satu hari lagi untuk acara pernikahan. Di mana pernikahan itu akan dihadiri para kerabat dekat, tidak ada satupun teman Kinan yang akan ia undang termasuk rekan kerja Fahad yang sama-sama guru SMA Kinan.
Keputusan itu sudah bulat, dua insan itu tidak ada kata yang terlontar. Keduanya terdiam seakan membicarakan kepribadian masing-masing lewat telepati, dan bersamaan dengan itu Maryam memberitahu kepada Kinan bahwa besok Fahad akan menjemputnya untuk membeli kain pernikahan di butik milik salah satu temannya dan itu disetujui keduanya.
Hingga waktu tak terasa, matahari mulai memasuki waktu malam. Keluarga besar Prambudi berencana menginap di kediaman Abhipraya sampai hari pernikahan pun tiba. Semua keluarga yang tadinya menyaksikan ikatan pertunangan, kini mulai memasuki kamar masing-masing.
Setelah semua keluarga memasuki kamar masing-masing, tersisalah Fahad dan Alsaki tengah termerung di tengah ruang keluarga.
"Selamat atas pertunanganmu, tolong didik adikku," ucap Alsaki kepada Fahad yang akan menjadi adik ipar.
Fahad menarik nafas panjang. "Iya. Karena gue udah tunangan sama adik lo, jadi lo kapan?"
Melirik dengan tatapan tajam, pertanyaan itu terlalu sensitif untuk Alsaki yang masih menempuh pendidikan S2 di kota Jakarta itu tersenyum sinis. "Oh, jadi lo mau pamer?"
"Anggap aja, seperti itu," ejek Fahad dan meninggalkan Alsaki. "Keluar yuk, panas!"
"Ogah!" tolak Alsaki dan meninggalkan Fahad sendirian di ruang keluarga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments