Waktu menunjukkan pukul 11.30 ketika Cansu tiba di sebuah cafe yang terletak di pusat kota. Begitu ia masuk, kepalanya langsung menoleh ke kiri dan kanan, berusaha mencari dokter Goyal, pria paruh baya yang memintanya untuk bertemu. Kafe dengan gaya minimalis yang Cansu kunjungi terlihat sepi, hanya ada beberapa orang yang mengisi meja.
"Di mana dokter Goyal? Kenapa beliau tidak terlihat di manapun." Cansu menarik bangku kemudian duduk di sana. Ia meletakkan tasnya di bangku yang ada di sebelah kirinya.
"Apa anda akan pesan sekarang?" Seorang wanita muda bertanya pada Cansu begitu ia berdiri di dekat Cansu.
"Aku sedang menunggu seseorang, apa aku bisa memesan setelah orang yang ku tunggu datang?" Wanita muda yang ada di depan Cansu menganggukkan kepala pelan, bibirnya mengukir senyuman.
"Tentu saja, nona." Balas pelayan muda itu.
Dua menit setelah pelayan itu pergi, dokter Goyal tiba dengan nafas ngos-ngosan. Berkali-kali ia membuang nafas kasar sambil memposisikan dirinya untuk duduk di bangku yang ada di depan Cansu. Ia meraih gelas berisi air mineral yang ada di depan Cansu kemudian meneguk air putih itu hingga tandas. Entah apa yang sudah di lakukan pria paruh baya itu hingga ia bersikap seperti itu.
"Paman, ada apa?" Cansu mulai membuka suara setelah melihat dokter Goyal selesai meneguk minumannya.
"Aku merasa dada ku seolah terbakar, setelah meminum air rasanya jauh lebih baik." Tutur dokter Goyal sembari mengusap dadanya dengan pelan.
"Jika paman sakit, kenapa tidak mengatakannya sejak awal? Kita bisa bertemu di lain waktu." Cansu mengomeli dokter Goyal, seolah gadis dua puluh delapan tahunan itu sedang bicara dengan adiknya. Tahu dirinya salah, dokter Goyal hanya bisa diam dan menerima omelan dari Cansu. Baginya Cansu sudah seperti putrinya sendiri.
"Baiklah, sekarang katakan. Apa alasan paman memintaku datang ketempat ini? Aku benar-benar akan memarahi paman jika paman mengabaikan kesehatan hanya untuk menemuiku." Cicit Cansu tanpa melepas tatapan tajamnya dari dokter Goyal.
Cansu tidak merasa menyesal setelah bicara seperti itu pada dokter Goyal, ia menganggap pria paruh baya itu seperti keluarganya sendiri. Pertemuan mereka di mulai saat dokter Goyal berada di masa terburuknya, dokter Goyal kehilangan istri dan juga kedua putrinya dalam kecelakaan tunggal dua tahun yang lalu, Cansu memasuki kehidupan dokter Goyal bagai mentari yang menghangatkan di musim dingin. Dan lihatlah sekarang kedekatan mereka, mereka bagai ayah dan anak walau tidak terikat hubungan kekeluargaan.
"Kau tahu keluarga Lefrand?" Dokter Goyal mulai serius setelah ia bisa mengontrol deru nafasnya.
"Lefrand? Aku tidak tahu tentang mereka, tapi aku pernah mendengar dari Mehek kalau mereka keluarga luar biasa. Memangnya ada apa?"
"Tuan Arnold, maksudku kepala keluarga di kediaman Lefrand mengalami kelumpuhan sejak dua tahun yang lalu. Beberapa dokter yang bertugas untuk merawatnya terpaksa harus menyerah karena pria paruh baya itu tidak menginginkan kesembuhan. Mengingat dirimu adalah sosok yang gigih, aku merekomendasikan namamu untuk merawat tuan Arnold. Gerakan tangan mu bagai mantra ajaib, aku yakin tuan Arnold akan sembuh di bawah pengawasanmu." Dokter Goyal berusaha meyakinkan Cansu dengan segenap kemampuan yang ia punya.
Bukannya merasa bahagia, Cansu malah menghela nafas kasar. Ia benar-benar tidak tahu jalan pikiran pria paruh baya itu.
"Paman, jika aku merawat tuan... Siapa namanya? Aahh, siapa pun namanya. Jika aku merawatnya, otomatis aku harus tinggal di rumahnya, jika aku tinggal disana lalu bagaimana dengan klinik ku?" Cansu berusaha menolak dengan cara yang baik. Ia hanya tidak ingin mengecewakan dokter Goyal. Cansu berharap pria paruh baya itu bisa memahami keputusannya kalau dirinya tidak bisa tinggal di kediaman Lefrand walau untuk sehari saja.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments