Hawa Yang Tak Sempurna

Hawa Yang Tak Sempurna

Cansu

Di sebuah klinik yang terletak di pusat kota, duduk seorang gadis sambil menatap potretnya. Atau tepatnya, potret dirinya dan mantan tunangannya. Siapa pun yang menatap potret itu akan berpendapat kalau gadis itu adalah wanita beruntung karena berhasil mendapatkan pria hebat yang di incar oleh setiap wanita yang ada di ibu kota.

"Caileh, Su. Mau sampai kapan kau akan menatap potret menyebalkan itu? Jika aku jadi dirimu, aku pasti akan mencabik-cabik potret itu dan melemparnya ke kandang buaya." Gerutu Mehek, sahabat Cansu yang selalu mendukungnya dalam keadaan suka dan duka.

"Kau tidak perlu berkata seperti itu di depan ku setiap hari. Sama seperti mu yang tidak pernah bosan mengulangi ucapan yang sama, aku juga tidak akan pernah mendengarkan ucapanmu." Balas Cansu sambil menyebikkan bibir tipisnya. Bukannya Cansu bersikap keras kepala, ia hanya tidak bisa membiarkan potret pria yang sudah menyakitinya hanya tersimpan dalam gudang. Ia ingin melihat sosok menyebalkan yang telah membuatnya menangis itu selalu ada di depannya, dengan begitu akan mudah baginya untuk selalu membencinya.

"Ya sudah, terserah kau saja. Aku juga sudah bosan memberitahu mu namun tidak kau dengarkan. Lihat saja nanti, akan tiba masanya kau akan berterima kasih padaku." Kesal Mehek, ia menjulurkan lidahnya seolah ia anak kecil yang terlalu percaya diri akan menang di banding lawannya.

"Iya, baiklah nyonya. Kau menang dan aku yang kalah. Apa kau puas?" Sahut Cansu sambil menangkupkan kedua tangan di depan dada. Jika sudah seperti ini, Mehek akan merasa terbang di awan. Mereka berteman sejak kecil, dan lihatlah mereka! Mereka selalu saja berdebat untuk hal-hal kecil. Entah Cansu yang terlalu blak-blakan, atau Mehek yang bersikap kekanak-kanakan? Yang jelas mereka sahabat yang akan saling melindungi dalam setiap keadaan.

"Apa aku boleh bertanya?" Mehek kembali membuka suara walau ia tahu Cansu terlihat sibuk dengan komputer yang ada di depannya.

"Mmm!" Balas Cansu singkat tanpa menatap wajah penasaran Mehek.

"Kapan kita akan pulang ke Bandung? Aku sangat merindukan Tante Wilma." Ujar Mehek lagi. Sontak, ucapan Mehek berhasil mengalihkan perhatian Cansu.

"Apa kau bercanda?"

"Apa aku tidak mengenalmu?" Cansu membalas ucapan Mehek dengan pertanyaan, bukannya menjawab Cansu dengan ucapan, Mehek malah tersenyum penuh arti.

"Iya, baiklah. Aku mengaku. Aku merindukan sepupu mu." Jawab Mehek jujur.

Bram! Sepupu Cansu yang tinggal di rumah Cansu sejak dua tahun silam telah berhasil mencuri perhatian Mehek. Sayangnya, pria bertubuh jangkung itu tidak menunjukkan ketertarikan pada sahabat Cansu itu. Karena itulah Mehek dengan segala kemampuannya berusaha menarik perhatian pria itu dengan cara vidio call atau sekedar mengiriminya puluhan pesan setiap harinya karena mereka tinggal berjauhan.

"Jika kau sangat merindukannya, kenapa kau tidak kembali saja ke Bandung? Aku yakin banyak wanita cantik yang sedang mengincar pria mu itu. Lagi pula, kau tidak perlu mengikuti ku sampai sejauh ini jika bagimu tidak bisa melihat Bram adalah hukuman." Ucap Cansu mengingatkan.

Tampak jelas kebingungan di wajah Mehek, antara diam disisi Cansu atau kembali dan bertemu dengan pria yang selalu mencuri setiap malamnya.

Cinta?

Cinta itu seperti nafas kehidupan. Akan terasa hampa jiwa dan raga apa bila sosok yang telah berhasil mencuri setiap malam mu menjauh darimu. Itulah yang di rasakan Cansu selama dua tahun ini, ia merindukan sosok pria yang sudah menjadi tunangannya itu setiap saat dalam nafas kehidupannya. Ia tidak ingin Mehek merasakan hal yang sama, karena itulah walau berat ia harus melepas sahabatnya itu untuk kembali ke Bandung dan mendapatkan tambatan hatinya.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!