Agam berdiri di depan cermin. Memandang wajahnya yang tampan sembari merapikan jaket kulit berwarna hitam yang melapisi t-shirt berwarna putih di dalamnya.
Lelaki berperawakan tinggi, kekar dan maco itu tersenyum melihat dirinya di cermin. Dia seorang CEO dari Perusahaan Axton Group. Perusahaan otomotif terbesar di negaranya.
Malam ini Agam akan pergi untuk berkumpul dengan teman-teman komunitas mobil sport-nya. Agam memutar pergelangan tangannya, melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 9 malam.
"Aku harus segera pergi!" ucap Agam. Dia bergegas mengambil handphone di atas laci. Memasukkan handphone-nya ke dalam saku jaket kemudian ke luar dari kamarnya sambil memainkan gantungan kunci mobil di tangannya.
"Agam malam-malam begini mau ke mana?" tanya Emma. Dia menghampiri Agam. Emma mengenakan baju tidur model kimono berbahan satin dan berwarna merah maroon. Rambutnya pendek tergerai.
Langkah kaki Agam terhenti. Menoleh ke arah ibunya yang datang menghampirinya.
"Aku mau kumpul sama temen Ma," jawab Agam.
"Ngumpul? Besok kau menikah kok masih kumpul aja." Emma heran besok Agam akan menikah. Seharusnya malam ini dia beristirahat agar besok tubuhnya lebih fresh dan bugar. Bukannya malah keluyuran.
"Justru karena besok aku mau menikah, malam ini kebebasan terakhirku Ma." Agam merasa tak ada salahnya kumpul bersama temannya mumpung ini hari terakhirnya sebagai lajang. Mungkin hari esok ada wanita yang akan mulai mengatur hidupnya.
"Hmm." Emma menggeleng.
"Ya udah Ma. Nanti kemalaman aku berangkat dulu."
Albert berjalan menuju tangga rumah besar itu.
"Hati-hati. Jangan terlalu mabuk!" pesan Emma. Dia tahu Agam pasti mabuk dengan teman-temannya. Apalagi ini malam terakhirnya bisa kumpul bersama mereka.
Agam hanya mengacungkan jempol sambil berjalan menuruni tangga. Untuk malam ini tak seorang pun bisa menghentikan keinginannya. Dia ingin memuaskan masa lajangnya, nongkrong dan mabuk bersama teman-temannya.
***
Mansion Caldwell pukul 12 malam
Agam duduk bersama teman-temannya. Mereka main kartu ditemani gadis-gadis cantik yang sengaja disewa sang empunya mansion. Botol-botol wine berjejer di atas meja dari merk ternama. Agam begitu menikmati permainan kartu sambil sesekali meneguk wine di gelasnya.
Di sofa yang berbeda seorang lelaki memperhatikan Agam dengan tatapan dingin dan terlihat tidak menyukainya. Ken Walton adalah sahabat Agam namun persahabatan mereka renggang semenjak Agam merebut pacarnya yang bernama Elena Alquinsha.
"Bro, ngapain?" Seorang lelaki menepuk bahunya Ken dan duduk di sampingnya.
Ken hanya diam. Malas membalas pertanyaan temannya.
"Lo lagi ngeliatin Agam ya?"
"Besok Agam akan menikahi Elena. Hubungan gue dengan Elena gak akan pernah balik." Ken sangat kesal dengan pernikahan Agam dan Elena yang akan digelar besok.
"Kenapa Lo gak gagalin aja."
Ken terdiam. Memikirkan saran dari temannya. Masih ada waktu untuk mengagalkan pernikahan Agam dan Elena.
"Nih gue kasih caranya." Lelaki itu menyelipkan sebuah serbuk ke dalam saku jaket yang dikenakan Ken.
"Ini apa?" tanya Ken.
"Lo pasti tahu itu apa."
Ken mengangguk. Dia tahu apa yang dimaksud oleh temannya.
Di sisi lain Agam masih asyik bermain kartu. Tiba-tiba Ken datang membawa satu gelas wine. Dia pura-pura akrab pada Agam. Duduk di sampingnya sambil menemaninya main kartu. Tanpa sadar Ken menukar gelas mereka.
"Agam ayo bersulam!" Ken mengajak bersulam agar Agam meneguk wine di gelas yang sudah ditukar olehnya.
"Oke." Agam dengan mudahnya langsung mengangkat gelas miliknya. Bersulam dengan Ken kemudian meneguk wine yang sudah ditukar.
Ken hanya tersenyum tipis di ujung bibirnya. Rencananya berjalan sesuai yang sudah diatur olehnya. Namun sayangnya Ken terpaksa meninggalkan Agam untuk pergi ke toilet sebentar. Di saat itu Agam mulai merasa mengantuk berat.
"Sial, ngantuk banget." Agam bolak-balik menguap. Matanya sudah berat untuk terbuka. Sesekali Agam mengucek matanya dan menutup mulutnya yang menguap.
"Gue pulang dulu." Agam pamit pada teman-temannya.
"Lo masih sore kenapa pulang Bro?" Teman Agam protes.
"Iya, Lo besokkan udah susah mau ngumpul masa jam segini dah pulang." Teman lainnya juga ikut protes. Biasanya Agam suka nongkrong sampai pagi kalau kumpul bareng temannya.
"Sorry Bro ngantuk berat, gue pulang dulu." jawab Agam.
Teman-teman Agam mengangguk. Mereka tidak bisa menghalangi keinginan Agam untuk pulang.
Agam pun ke luar dari Mansion Cardwell. Mengendarai mobilnya meninggalkan tempat itu. Sepanjang jalan matanya terus mengantuk. Dia kesulitan mengemudi mobil miliknya. Jalan yang dilaluinya juga tidak terlihat jelas. Sampai Agam belok ke arah yang salah. Masuk ke dalam perumahan kecil.
"Eeegghh ... ngantuk!" keluh Agam. Rasa mengantuknya semakin berat. Agam tidak tahu dia sedang ada di mana. Pikirannya sudah tidak fokus lagi. Dia tidak peduli dengan jalan yang dilaluinya. Lama-lama Agam menyerah. Menghentikan mobilnya, seketika tertidur bersandar di jok mobilnya dengan posisi mobil yang masih nyala. Bahkan pintu mobilnya belum di kunci. Mobilnya berada di depan rumah kecil di ujung gang.
Di dalam rumah kecil itu seorang wanita berhijab masih asyik mengoreksi pekerjaan rumah milik siswanya. Wanita itu Cassandra, wanita cantik berusia 25 tahun. Seorang guru SD yang baru tiga tahun ini mengajar. Cassandra tinggal bersama ayah, ibu tiri dan adik tirinya. Ayahnya bernama Abdul Aziz , ibu tirinya bernama Monika Afriani dan adik tirinya bernama Khanza Amelia. Sejak kecil ibunya Cassandra sudah meninggal. Ibu kandungnya bernama Siti Fatimah. Sejak ibunya meninggal Cassandra dirawat ibu tirinya yang dinikahi ayahnya satu tahun setelah kematian ibunya.
Cassandra menengok jam beker di mejanya. Sudah pukul 1 malam, dia belum mengantuk. Pekerjaan rumah milik siswanya masih banyak yang belum dikoreksi. Padahal satu minggu lagi Cassandra akan menikah tapi pekerjaan yang harus diselesaikannya sebelum cuti masih menumpuk.
Di ruang keluarga Monika dan Khanza sedang duduk bersantai dan melihat acara favorit mereka di salah satu station televisi. Beberapa cemilan berjejer di atas meja. Ada keripik, kacang, gorengan dan roti. Mereka menonton sembari memakan camilan itu.
"Bu, Kak Cassandra mau menikah dengan Fahri, anak orang kaya pengusaha mabel itu."
"Iya, seharusnya kaulah yang dilamar Fahri. Kau lebih pantas bersanding dengan Fahri bukannya Cassandra." Dari dulu Monika memang tidak suka pada Cassandra. Dia selalu memperlakukan Cassandra seperti pembantu dari pada seorang anak. Semua pekerjaan rumah dibebankan pada Cassandra dari Cassandra masih kecil hingga dewasa. Untungnya Cassandra anak yang kuat dan mandiri. Tak pernah mengeluh meski ibu tirinya selalu bersikap buruk padanya.
"Sebel deh Bu. Kak Cassandra akan pindah dari rumah ini dan menjadi Nyonya Fahri. Sementara aku, tidak ada satu pun lelaki kaya yang mau menikahiku."
Semenjak hubungan Cassandra dan Zafran putus ditengah jalan, Cassandra memilih menerima Fahri laki-laki baik yang direkomendasikan ayahnya sendiri. Keluarga Fahri baik dan bisa menerima status keluarganya tidak seperti keluarga Zafran yang menghina dan merendahkannya.
"Heh!" Monika mendengus kesal.
Dreett ... dreett ...
Handphone milik Khanza bergetar di atas meja. Bergegas Khanza mengambil handphone-nya dan melihat layar handphone yang terus menyala. Sebuah pesan dari pacarnya. Khanza membuka pesan itu dan membacanya.
[Sayang aku ada di depan. Bawa martabak kesukaanmu]
Khanza langsung memasukkan handphone miliknya ke dalam saku celana pendeknya.
"Bu aku ke luar dulu, Diki ada di depan."
Monika hanya mengangguk.
Setelah mendapat izin dari ibunya, Khanza ke luar dari rumahnya. Dia melihat pacarnya ada di jalan, duduk di motor matic miliknya dan memegang plastik merah berisi martabak yang dibelinya.
"Iih ..., kapan sih dia kaya?" batin Khanza mengeluh. Dia merasa risih melihat pacarnya yang tidak sesuai dengan kriteria yang diinginkannya.
Khanza berjalan menghampiri Diki. Wajahnya masam menatap lelaki yang duduk di atas jok motornya.
"Martabak Yang."
"Iya!" Khanza menjawab dengan suara yang keras seakan menghadapi musuhnya.
"Martabak spesial."
"Buruan pulang sana!" Bukannya terimakasih justru Khanza ketus pada pacarnya.
Lelaki itu mengangguk. Segera menyalakan motornya dan berlalu dari tempat itu dengan rasa kecewa yang dibawanya. Sedangkan Khanza masih berdiri di tempat.
"Mobil siapa kok nyala?" Mata Khanza tak sengaja melihat mobil hitam yang terparkir tak jauh dari rumahnya. Rasa penasarannya membuat dirinya ingin tahu lebih.
"Samperin ah." Tanpa pikir panjang Khanza berjalan menghampiri mobil yang terparkir itu.
Khanza menengok ke dalam kaca mobil. Terlihat Agam yang sedang tertidur pulas.
"Orang mana dia? Jangan-jangan?" Khanza berspekulasi. Membuat dirinya semakin penasaran. Tangannya berusaha membuka pintu mobil itu.
"Eh gak dikunci." Khanza kegirangan saat tahu mobil itu tak dikunci. Setidaknya rasa penasaran yang memenuhi benaknya akan terjawab.
Khanza membuka pintu mobil itu. Seorang lelaki tampan duduk di kursi kemudi. Terlihat seperti orang yang tak sadarkan diri padahal Khanza sudah menepuknya dan memanggilnya berkali-kali.
"Mabuk kali ya? Bau alkohol. Gak kaya Fahri gak pernah mabuk, idaman semua wanita." Khanza jadi teringat calon suami Cassandra yang memiliki budi pekerti dan tata krama yang baik.
"Astaga, ada tato di lehernya." Khanza terperanjat melihat tato bergambar singa di leher Agam. Dia sampai menggeleng. Selama ini selalu melihat Fahri sebagai sosok lelaki idaman. Tak pernah membayangkan ada lelaki seperti Agam yang memiliki penampilan dan kebiasaan yang berbeda dengan Fahri. Sangat berbanding terbalik.
"Aneh, tidur kaya orang mati sampai gak berasa diapa-apain juga."
Khanza masih asyik dengan rasa penasarannya. Dia melihat-lihat apa saja yang ada di dalam mobil itu. Tak sengaja dia menemukan sebuah pistol yang ada laci mobil.
"Gila ada pistol. Apa dia buronan? Penjahat atau perampok?" Khanza berpikir negatif pada lelaki yang sedang tertidur itu.
"Ngeri ah, mending gue turun." Dari pada kena masalah lebih baik dia turun, tak lupa mengembalikan pistol ke laci mobil.
Khanza malas mengurusi orang yang baru saja ditemukannya di dalam mobil itu. Dia merasa gak penting dan gak untungnya untuk dirinya.
Khanza ke luar dari mobil. Baru beberapa langkah terlintas rencana busuk di pikirannya. Khanza tersenyum licik.
"Boleh juga." Khanza kembali meneruskan langkah kakinya. Semangatnya membara dengan sebuah rencana yang memenuhi otaknya. Dia masuk ke dalam rumah kemudian menceritakan apa yang dilihatnya tadi pada Monika.
"Jangan-jangan preman atau anggota gengster. Serem jadinya. Mana bapakmu gak ada di rumah lagi," ujar Monika.
"Justru itu Bu. Aku punya rencana." Khanza tersenyum licik. Ada sesuatu dipikirannya.
"Rencana apa? Jangan aneh-aneh." Monika khawatir. Dia takut lelaki di dalam mobil itu orang yang jahat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
irfah albeghyttu
kirain mw dikasih obat perangsang ehh ternyata obat tidur..
2023-06-07
0
️W⃠️️CeMeRLa️nG🌹
ini jam 1 malam bawa martabak kok g logis yaa, yang ada jam segitu waktunya tarik selimut
2023-02-28
3
️W⃠️️CeMeRLa️nG🌹
bersulang kan thor bukan bersulam
2023-02-28
1