Satu minggu sudah bu Ratna pergi untuk selama-lamanya dan selama satu minggu pula nyonya Dewi tetap setia menemani Maira di rumahnya. Sikap nyonya Dewi yang sangat baik padanya membuat Maira semakin tidak enak karena semakin banyak dia berhutang budi kepada keluarga nyonya Dewi.
Dewa sendiri juga setiap hari datang ke rumah Maira untuk membawakan berbagai macam barang pesanan dari ibunya, mulai dari makanan, pakaian sampai berbagai kebutuhan lainnya. Rupanya meskipun nyonya Dewi tinggal bersama Maira di rumah sederhana tersebut namun kebiasaannya menggunakan berbagai macam peralatan miliknya sendiri tidak dapat dia tahan sedikitpun sehingga Dewa lah yang menjadi sasaran untuk membawakan barang-barang yang terkadang menurut Maira sama sekali tidak penting.
Pagi itu nyonya Dewi mengajak Maira untuk membicarakan hal penting yang menyangkut dengan amanah dari ibunya, Maira sudah bisa menebak jika yang akan di bicarakan oleh nyonya Dewi sudah pasti perihal perjodohan dirinya dan juga Dewa, pria dingin yang sama sekali tidak pernah bertegur sapa dengan meskipun mereka sudah sering bertemu.
"Maira, sekarang sudah waktunya kita membahas tentang amanah ibu kamu yang sangat ingin melihat kamu menikah dengan Dewa, putra tante, tentu kamu sudah tahu sebelumnya kan tentang rencana itu dari ibumu?". Tanya Nyonya Dewi serius.
Maira mengingat bagaimana dia berdebat dengan ibunya tentang perjodohan tersebut di malam terakhir ibunya berada di dunia ini. "Iya tante, Maira sudah tahu". Jawab Maira sambil memejamkan matanya.
"Kita harus menikahkan kamu dan Dewa secepatnya agar kamu bisa tinggal bersama kami karena tante tidak mungkin membiarkan kamu tinggal sendirian di sini tanpa yang menjaga kamu nak". Bujuk nyonya Dewi lembut.
Maira sangat ingin berteriak sekuat tenaganya jika dia tidak mau menikah dengan pria yang sama sekali tidak di kenalnya itu namun apalah daya Maira sama sekali tidak punya kuasa, hidupnya bukan hanya perihal hari ini dan esok yang bisa di tanggung sendiri segala bebannya namun masi panjang perjalanan yang harus di tempuh terutama cita-citanya untuk menyelesaikan kuliahnya.
Belum lagi Maira cukup tahu diri jika menolak perjodohan itu karena dia hanya gadis biasa dan nyonya Dewi sangat berbaik hati mau menjadikannya menantu di keluarga mereka, apalagi Maira dan ibunya juga berhutang budi kepada wanita paruh baya yang masih sangat cantik yang berada di hadapannya saat ini.
Dengan menahan segala amarah dan keegoisannya Maira mencoba tersenyum kepada nyonya Dewi. "Terserah tante saja, Maira akan menikah kapanpun tante mau asalkan putra tante sudah menyetujuinya". Jawab Maira lirih.
"Kalau soal Dewa kamu tenang saja nak, dia pria baik dan anak yang penurut jadi dia akan menuruti semua permintaan tante". Jawab Nyonya Dewi antusias.
"Apa pentingnya gadis seperti ku jatuh cinta atau tidak, bahkan mungkin aku tidak akan tahu bagaimana itu jatuh cinta tapi setidaknya hidupku akan lebih beruntung karena ada pria dari keluarga terpandang yang mau menjadikanku menantu mereka". Batin Maira sambil tersenyum getir.
Setelah persetujuan itu maka di sanalah segala persiapan pernikahan di mulai, tidak ada lamaran layaknya pasangan berbahagia yang akan menikah dari Dewantara untuk Maira bahkan berkenalan secara formal saja mereka tidak pernah, tidak ada komunikasi dan obrolan-obrolan seputar rencana pernikahan mereka karena mereka hanya mengikuti kemana arah yang di tunjukkan oleh nyonya Dewi kepada mereka.
Jika Maira segan untuk memulai percakapan dengan calon suaminya itu maka Dewa sangatlah tidak tertarik untuk memulai obrolan di antara mereka bahkan hanya sekedar basa-basi. Bagi Dewa Maira seperti seseorang yang sama sekali tidak terlihat oleh matanya.
Padahal selama ini setiap orang yang bertemu dengan Maira meskipun baru sekali saja selalu tertarik dengan kecantikan fisik gadis itu apalagi jika mereka sudah berbicara dengan Maira maka mereka akan merasa nyaman karena Maira adalah pribadi yang sangat santun dan ceria.
Persiapan pernikahan Maira dan Dewa tidaklah memakan waktu banyak karena Dewa tidak mau acara pernikahannya di rayaka secara besar-besaran, pria itu hanya ingin pernikahan dilakukan secara tertutup dan sah di mata hukum dan agama saja, entah apa yang ada di benak pria itu namun nyonya Dewi tidak ingin membantah putranya karena dia takut jika Dewa berubah pikiran dan tidak mau lagi menikah dengan Maira jadi dia menuriti sana persyaratan Dewa tersebut.
Hari ini adalah hari dimana status Maira akan segera berubah menjadi seorang istri dari pria yang tidak pernah menyapanya yaitu Dewantara. Benar saja jika pernikahan itu hanya di hadiri oleh beberapa orang saja termasuk ayah Dewantara yaitu tuan Anwar.
Maira baru pertama kali mengenal dan bertemu dengan calon ayah mertuanya di hari pernikahannya itu, aneh bukan tapi itulah kenyataannya. Jika nyonya Dewi terlihat sangat ramah dan banyak bicara maka tuan Anwar sama seperti putra yang sama sekali tidak berbicara bahkan ketika Maira memperkenalkan diri kepada beliau.
Sikap dingin tuan Anwar dan Dewa membuat Maira semakin tertekan dengan pernikahan konyol yang akan dia jalani ini bahkan dia sempat berpikir apa akan ada hari esok untuk dia melihat isi dunia ini atau mungkin dia akan segera menyusul sang ibu.
"Bu, perjodohan seperti apa yang sedang ibu siapkan untuk Maira ini, mereka sama sekali tidak menginginkanku untuk berada di sini kecuali tante Dewi saja". Batin Maira dengan air mata yang tidak terasa menetes begitu saja dari pipinya.
Prosesi ijab kabul yang dilaksanakan pada hari itu terlaksana sesuai rencana, Dewa mengucapkan ijab kabul dengan lantang dan tanpa ragu sedikitpun dan yang lebih anehnya lagi menurut Maira adalah ketika Dewa juga sangat hapal nama lengkap Maira padahal selama ini dia tidak pernah bertanya kepada Maira secara langsung.
Namun Maira tidak mau ambil pusing tentang hal itu karena dia juga tidak penasaran sama sekali tentang segala hal yang berhubungan dengan pria yang sudah sah menjadi suaminya itu, sama halnya dengan Dewa yang sangat tidak peduli kepadanya Maira juga bertekad melakukan hal yang sama, dia tidak akan menaruh harapan apapun pada pernikahan yang akan di jalani nantinya bersama Dewa.
Kata sah menggema di seluruh ruangan menandakan jika dia insan yang bahkan tidak pernah saling tatap satu sama lain tersebut sudah sah sebagai suami istri, tidak ada senyum kebahagiaan atau wajah antusias yang terlihat baik dari orang-orang yang menyaksikannya atau bahkan dari kedua mempelai pengantin kecuali hal tersebut hanya di tampakkan oleh nyonya Dewi seorang.
Wanita paruh baya itu tampak sangat bahagia dan antusias karena apa yang dia inginkan selama ini terwujud sesuai dengan apa yang di rencanakan. Setelah ini dia bisa bernapas lega karena putra satu-satunya sudah menikah, jika urusan cinta maka nyonya Dewi tidak mau ambil pusing karena dia juga menikah dengan suaminya dulu karena perjodohan namun nyatanya sampai saat ini pernikahan mereka sangat harmonis dan baik-baik saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments