Di sinilah Maira saat ini, menatap baru nisan yang berada tepat di hadapannya dengan tatapan kosong, dia masih bingung dengan apa yang terjadi sehingga untuk menunjukkan ekspresinya dia juga tidak tahu harus bagaimana.
Satu persatu para tetangga yang ikut mengantarkan ibunya ke tempat peristirahatannya yang terakhir berpamitan pulang, tidak aneh memang jika banyak para tetangga yang menyayangi Maira dan bu Ratna karena memang Maira dan bu Ratna adalah sosok yang sangat baik dan ramah di mata mereka belum lagi banyak yang merasa iba dengan nasib Maira yang sama sekali tidak mempunyai siapapun saat ini.
Tinggallah Maira yang bertemankan nyonya Dewi dan seorang pria tampan yang tidak lain adalah Dewantara pira bahkan sama sekali tidak pernah di lihat dengan jelas oleh Maira dan tentu saja tidak dia ketahui namanya sama sekali dan Maira juga tidak merasa penasaran dengan kehadiran pria tersebut di sana.
Maira masih terbayang akan perdebatannya bersama sang ibu untuk yang pertama dan terakhir kalinya tadi malam, perdebatan yang seharusnya dia hindari jika dia tahu tadi malam adalah malam terakhir dia berbincang-bincang dengan ibunya. Ingin sekali dia mengulang waktu dan mengisi malam terakhirnya bersama sang ibu dengan kenangan manis yang tak terlupakan baginya.
"Maira, ayo nak kita pulang". Ucapan nyonya Dewi tersebut cukup membuat Maira terkejut pasalnya dia sedang melamun.
Maira melihat kearah nyonya Dewi dan tersenyum. "Tante pulang saja dulu karena Maira masih ingin di sini berdua saja dengan ibu". Jawabnya lirih.
"Baiklah kalau begitu tante tunggu di mobil ya nak, biar kami yang mengantarkan kamu pulang". Ujar nyonya Dewi lagi dan Maira hanya menganggukkan kepalanya.
Nyonya Dewi dan pria yang selalu berdiri di samping nyonya Dewi tersebut akhirnya meninggalkan Maira bersama pusara sang ibu, mereka tetap tidak akan meninggalkan Maira begitu saja namun nyonya Dewi mengerti jika Maira butuh waktu untuk bersama sang ibu untuk yang terakhir kalinya sehingga dia memberi ruang bagi gadis itu.
Maira mendekati pusara bu Ratna, bersimpuh di sana dan menangis sejadi-jadinya. Menangisi berapa tidak adiknya takdir ketika mengambil orang dan satu-satunya harta yang dia miliki di dunia ini padahal selama ini dia selalu bersikap baik dan tidak pernah menuntut apapun dalam kehidupannya melainkan hanya kesehatan sangat ibu saja agar mereka tetap bisa bersama-sama selamanya.
"Apa ini bu, kenapa harus seperti ini?". Tanya Maira setelah puas dia menangis.
"Bu tidak bisakah ibu mengajak Maira kemanapun ibu pergi karena tidak ada alasan lagi Maira berada disini". Ujarnya lagi sambil terisak.
Maira bingung harus di mulai dari mana kehidupannya setelah kepergian sang ibu karena selama ini dia hanya hidup berdua dengan ibunya tanpa punya sanak saudara satu orangpun di dunia ini. Sebenarnya Maira punya sahabat yang sudah menganggap Maira sebagai saudaranya sendiri, dia adalah Shinta yang sejak kecil sudah menjadi satu-satunya sahabat baik Maira.
Namun sayangnya Shinta juga saat ini berada jauh darinya karena gadis itu sedang menempuh studi perguruan tingginya di luar kota tempat dimana orang tuanya bertugas. Sejak saat itu pula hubungan Maira dan Shinta merenggang karena Shinta yang tidak kunjung menghubungi Maira sedangkan jika Maira menghubungi sahabatnya itu, ponselnya tidak pernah aktif.
Maira memang hanya punya satu teman saja sejak dulu karena bu Ratna selalu menyekolahkannya di sekolah orang-orang yang elit jadi kebanyakan dari teman-teman Maira tidak ada yang mau berteman dengannya yang hanya seorang anak yatim dan ibunya adalah pemilik warung kecil.
Sungguh miris memang kehidupan yang Maira jalani sejak kecil namun bagi gadis itu semua itu bukanlah masalah asalkan ada sang ibu yang selalu setia menemaninya tapi sekarang ibunya juga sudah tiada sehingga Maira tidak tahu harus berbuat apalagi.
Setelah lama berbincang-bincang dengan pusara sang ibu Maira memutuskan untuk pulang ke rumahnya karena hari juga sudah mulai gelap, Maira sangat terkejut karena di parkiran dia melihat jika nyonya Dewi dan pemuda tadi masih menunggunya di sana padahal Maira cukup lama berada di pusara ibunya tadi.
"Tante masih disini?". Tanya Maira tidak enak hati karena membuat nyonya Dewi sampai menunggunya begitu lama.
"Kamu sudah siap, ayo sekarang kita pulang". Ujar nyonya Dewi.
Tanpa mau berdebat lagi Maira langsung menyetujui ajakan nyonya Dewi karena dia sudah merasa tidak enak hati sudah merepotkan orang sebaik nyonya Dewi hanya untuk mengantarkannya pulang dia rela menunggu Maira hingga berjam-jam lamanya.
"Terimakasih tante sudah mengantarkan Maira pulang". Ujar Maira ketika mobil yang dia tumpangi berhenti tepat di depan rumah sederhana miliknya.
"Sama-sama sayang, ayo". Ajak Nyonya Dewi kemudian langsung turun dari mobil bersama Maira dan menuntun gadis itu untuk masuk ke rumah.
"Tante Maira bisa masuk sendiri, ini sudah malam sebaiknya tante pulang saja karena tante pasti lelah seharian menemani Maira dan butuh istirahat". Kata Maira dia merasa tak enak hati karena melihat nyonya Dewi sangat perhatian kepada sampai mau mengantarkannya masuk ke rumah.
"Maira, tante tidak akan pulang tante akan bermalam di sini untuk menemani kamu". Jawab nyonya Dewi lembut.
"Ta-tapi tante, tante tidak perlu repot-repot, Maira tidak apa walaupun tidur sendiri apalagi ada tetangga yang selalu bisa Maira panggil jika ada apa-apa". Maira semakin tidak enak hati ketika mengetahui jika wanita paruh baya yang kaya raya itu akan bermalam di rumah sederhananya itu.
"Tidak apa-apa nak, tante tetap akan menemani kamu malam ini, lihat itu tante juga sudah membawa pakaian ganti". Tunjuk nyonya Dewi kearah putranya yang sedang menurunkan tas berisikan pakaian ibunya dari dalam mobil.
"Terimakasih sayang, kamu sudah boleh pulang karena mama akan bermalam di sini untuk menemani Maira". Ujar nyonya Dewi kemudian kepada pria yang sejak tadi tidak Maira ketahui siapa namun dari cara nyonya Dewi berinteraksi dengan pria tersebut maka Maira dapat menyimpulkan jika pri tersebut adalah putra nyonya Dewi.
"Oke, Dewa pulang dulu ma". Jawab pria itu singkat dia bahkan tidak melirik kearah Maira sedikitpun.
Dari cara pria bernama Dewa itu menjawab ucapan ibunya Maira dapat melihat betapa angkuh dan arogannya pria itu dan jika apa yang di katakan ibunya tentang perjodohannya dengan putra nyonya Dewi maka Maira tidak bisa membayangkan jika harus menjadi istri dari pria seperti Dewa, Maira sangat berharap jika perjodohan itu hanya ilusi belaka.
Namun jika di lihat dari gelagat nyonya Dewi yang sangat baik dan perhatian kepadanya maka perjodohan tersebut sepertinya tidak dapat terelakkan, cara satu-satunya agar perjodohan itu tidak terjadi adalah jika pria bernama Dewa itu menolaknya karena jika Maira mungkin tidak akan kuasa menolaknya apalagi karena berdebat perihal perjodohan itulah dia kehilangan ibunya untuk selama-lamanya.
"Bu, kenapa Maira harus menikah jika Maira bisa hidup sendiri di rumah sederhana kita ini". Batin Maira dengan air mata yang menetes di pipinya.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments