"Mai". Panggil bu Ratna ketika nyonya Dewi sudah pulang.
"Iya bu, ada apa?". Tanya Maira sigap dia memang selalu sigap menjaga ibunya karena takut jika ibunya kekurangan atau membutuhkan sesuatu.
"Sini". Ajak bu Ratna menepuk-nepuk kasur di sebelahnya mengisyaratkan agar Maira tidur di sebelahnya. Maira langsung menuruti permintaan ibunya dan tidur di samping bu Ratna.
Bu Ratna mengelus-elus rambut Maira kemudian mengecupnya. "Mai, ambil ini sayang". Ujar bu Ratna lembut sambil menyerahkan sebuah kalung berlian yang sangat indah dengan satu permata di tengahnya.
Maira meraih kalung indah tersebut dengan mata yang berbinar, pasalnya dia memang tidak pernah melihat kalung seindah itu sebelumnya.
"Ini kalung siapa bu?". Tanya Maira penasaran.
"Itu punya kamu Maira, dulu saat ibu menemukan kamu di depan pintu panti ada kalung itu bersamamu". Jawab bu Ratna sambil mengenang malam penuh kebahagiaan baginya itu. "Maaf ibu baru menyerahkan kalung itu sekarang karena dulu ibu sangat takut jika harus memakaikan kalung itu di leher kamu karena ibu takut jika orang tua kamu akan dengan mudah mengenal kamu dan mengambil kamu dari ibu, maafkan keegoisan ibu nak". Jelas bu Ratna panjang lebar sambil menangis.
"Bu". Seru Maira dan langsung mengeratkan pelukannya. "Maira justru sangat berterimakasih karena ibu tidak memakaikannya karena Maira tidak mau bertemu dengan mereka lagi". Sambung Maira lirih.
"Jangan bicara seperti itu Mai, jangan membenci mereka karena ibu yakin mereka pasti punya alasan sendiri mengapa mereka meninggalkan kamu di sana malam itu".
Maira tidak menggubris ucapan bu Ratna baginya tidak alasan yang dapat membenarkan orang tua manapun untuk membuang anaknya sendiri dan membiarkan anak mereka tumbuh di tangan orang lain yang belum tentu bisa menjaga anak tersebut dengan baik, makanya Maira sangat menyayangi bu Ratna karena telah membesarkan dirinya dengan sangat baik.
Maira merasa sangat beruntung karena jika saja bukan bu Ratna yang menemukannya entah nasib seperti apa yang sedang di jalani olehnya saat ini atau bahkan mungkin saja dia tidak dapat bertahan hidup sampai sekarang ini karena kelaparan dan kedinginan di luar sana.
"Simpan baik-baik kalung itu karena mungkin saja itu adalah salah satu perantara kamu bisa bertemu dengan kedua orang tuamu lagi, setidaknya hal itu akan lebih membuat ibu tenang meskipun ibu harus meninggalkan kamu untuk selama-lamanya". Ucap bu Ratna lagi.
Maira sudah tidak mampu berkata-kata lagi, tangisannya pecah karena membayangkan betapa kejam hidup pada dirinya yang sudah di buang begitu saja namun juga harus menerima kenyataan jika ibu Ratna yang di anggapnya sebagai ibu kandungnya sendiri ternyata dalam keadaan sekarat. Setidaknya begitulah yang di katakan oleh dokter kepada Maira bahkan sampai beberapa kali jika bu Ratna memang sedang sekarat dan saat ini beliau sedang bertarung antara hidup dan mati.
Terkadang dia bertanya pada dirinya sendiri dimanakah letak kesalahannya sehingga harus menanggung beban seberat itu bahkan di saat usianya masih sangat beliau. Atau mungkin kesalahan justru di lakukan oleh orang tua kandungnya dan dia yang harus menanggung segala akibatnya sekarang ini, tentu itu sungguh tidak adil baginya bukan.
"Nak, berjanjilah pada ibu dua hal". Sambung ibu Ratna lagi namun Maira langsung menggelengkan kepalanya yang masih dalam pelukan sang ibu.
"Maira berjanjilah jika suatu saat kamu bertemu dengan mereka jangan pernah membenci mereka dan dengarkan apa alasan mereka menitipkan kamu kepada ibu, dan kedua ibu mau kamu menikah dengan putra nyonya Dewi secepatnya, ada atau tidak adanya ibu, ibu hanya ingin melihat kamu menikah dan bahagia bersama suamimu nak, sudah cukup kamu menderita selama ini". Jelas bu Ratna panjang lebar dengan napas yang terengah-engah.
"Putra nyonya Dewi?". Tanya maira tak percaya jika nyonya Dewi ternyata meminta imbalan atas semua kebaikannya terhadap Maira dan ibunya. "Maira sungguh tidak percaya jika nyonya Dewi yang berhati malaikat itu ternyata meminta pamrih dari kita atas semua kebaikannya". Sambung Maira lagi.
"Tidak seperti itu Mai, nyonya Dewi memang sedang mencari calon istri untuk anaknya dan dia langsung tertarik ketika melihat kamu tadi apalagi kriteria yang dia inginkan sebagai menantunya adalah gadis sederhana seperti kamu". Jelas bu Ratna.
"Tapi bu, bagaimana mungkin ada orang yang hanya dalam sekali bertemu dia bisa menilai kepribadian orang lain bahkan sampai langsung memutuskan untuk menjadikannya menantu di keluarganya". Seru Maira kepada ibunya karena tidak terima dengan penjelasan sang ibu.
"Sayang, bukankah ibu pernah katakan kepada kamu jika kamu punya daya tarik yang sangat luar biasa yang bisa membuat orang-orang yang bertemu dan melihatmu bahkan untuk pertama kalinya jatuh hati kepadamu, sama seperti ibu yang langsung jatuh hati saat pertama kali menemukanmu dulu, itulah yang terjadi pada nyonya Dewi nak".
"Bu, lalu bagaimana dengan putra nyonya Dewi nantinya, kami bahkan belum saling bertemu satu sama lain". Protes Maira yang teguh pada pendiriannya untuk sebisa mungkin menolak perjodohan konyol dari ibunya itu.
"Maira, cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu nak, dengan kebersamaan kalian nanti ibu yakin kalian akan saling mencintai apalagi tuan Dewantara adalah pria sangat baik dan dari keluar baik-baik, dia tidak pernah terlihat mempermainkan wanita layaknya para pria kaya pada umumnya". Jawab Bu Ratna tak mau kalah.
"Dewantara?". Gumam Maira.
Hanya itulah kata terkahir buang terucap dari bibir Maira hingga akhirnya dia merasa semuanya gelap dan sunyi. Lelahnya perdebatan dengan sang ibu membuat Maira tertidur apalagi ini adalah kali pertama Maira berdebat hebat bahkan sampai membantah perkataan ibunya karena dulu apapun yang keluar dari mulut bu Ratna bagaikan titah raja yang tidak pernah Maira bantah apalagi sampai Maira perdebatkan.
Entah berapa lama Maira tertidur sampai akhirnya dia merasa ada beberapa orang memanggilnya namun untuk menjawab panggilan itu sungguh berat rasa apalagi mata Maira sangat sulit untuk dibuka hingga seseorang dengan suara yang sangat dia kenal memanggilnya dengan suara lembutnya sambil menggoncang-goncangkan tubuh Maira sehingga mau tak mau Maira langsung terbangun.
Saat matanya terbuka, orang pertama yang dilihat adalah nyonya Dewi, pantas saja suara lembut yang memanggilnya tadi sangat tidak asing di telinganya, selain itu Maira tidak kenal siapapun yang berada disana namun banyak tenaga media yang memenuhi ruangan tersebut, entah apa yang sedang mereka lakukan Maira juga tidak tahu. Nyonya Dewi memandang Maira dengan wajah penuh ibu bahkan air mata menetes di pipinya.
Nyonya Dewi langsung memeluk Maira dan berkata. "Maira kamu yang sabar ya nak, ibumu sudah tenang di sana dan tidak merasakan sakit lagi".Ujarnya lirih.
Maira mencoba mencerna makna dari kalimat itu secara perlahan karena jujur dia masih bingung d ngan situasi yang terjadi saat ini hingga akhirnya dia merasa jika tubuhnya seperti tidak bertulang dan matanya berat untuk tetap dalam keadaan terbuka dan semuanya menjadi gelap dan sunyi kembali.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
ℳ𝒾𝒸𝒽ℯ𝓁𝓁 𝒮 𝒴ℴ𝓃𝒶𝓉𝒽𝒶𝓃🦢
daya tarik thor
2023-05-06
1