"Baju kamu udah siap semua, Di?" Lalisa bertanya saat mereka sibuk memasukan koper ke dalam bagasi. "Gak ada yang ketinggalan?"
Audi menggeleng, "Enggak kayaknya. Udah aku masukin semua sama bekas kemarin sore dan semalam."
"Yakin?"
"Huum."
"Ya udah kita pamit sama Tante Erina."
"Mang Agus, mobilnya udah dipanasin, kan?"
Pria bernama Agus itu mengacungkan jempolnya dari pos satpam. "Sudah, Bu!" serunya menjawab pertanyaan Lalisa.
Audi mengikuti mamanya masuk ke dalam. Mereka berpamitan pada Tante Erina dan sekeluarga. Sebenarnya tadi juga sudah, hanya saja terasa kurang sopan kalau langsung pergi sementara terakhir kali kami masih mondar-mandir memasuki rumahnya.
Keluarga besar yang lain sebagian sudah pulang duluan, apalagi Tante Safa dan Om Edzar yang memang langsung bertolak kemarin malam. Katanya mereka mau kedatangan tamu petinggi Kejaksaan. Maklum, Om Edzar sendiri seorang mantan Kepala Kejaksaan Negeri. Dengar-dengar Beliau pensiun tahun ini.
"Kenapa gak nginep lagi aja, Mbak? Audi juga, tidur di sini lagi dong, Sayang. Padahal kemarin-kemarin seru banget rumah jadi rame. Eh, masa kalian udah mau pada pergi aja? Sepi lagi deh ini rumah." Tante Erina merengut sedih mengantar saudara-saudaranya ke teras rumah.
Audi hanya tersenyum bingung tak tahu harus bilang apa. Sebenarnya Audi bisa saja menginap, tapi ia sudah ada janji dengan teman, tepatnya nanti sore dia akan ke rumah Audi.
"Maaf ya, Tante. Audi ada janji sama teman di rumah. Terus, Papa juga kayaknya besok pulang. Audi mau nagih oleh-oleh, hehe."
"Kamu ini ..." Tante Erina mendecak sekaligus tersenyum ketika menggeleng. Tak jauh beda dengan mama Audi yang kini menatapnya malas.
"Emang bener-bener anak satu ini. Sekalipun gak pernah melewatkan oleh-oleh. Kalau bisa setiap jam dia pasti nelpon papanya untuk mengingatkan."
Tante Erina dan yang lainnya tertawa.
"Heh, Bocil. Bicara oleh-oleh, bukannya seminggu lalu kamu habis dari Palembang, ya? Kok, gak bawa buah tangan? Minimal pempek, kek." Suara Hasan menyeruak di antara mereka. Lelaki itu baru saja keluar.
Sontak Audi memutar bola mata. "Di sini juga banyak kali pempek."
"Ya beda lah. Pempek Bogor ya di Bogor. Pempek Palembang ya dari Palembang."
"Terus aku harus balik lagi ke Palembang gitu?"
"Ya kalau mau sana pergi," cetus Hasan santai membuat Audi geregetan.
Tidak bisakah sekali saja lelaki itu tak membuatnya kesal? Setiap kali bertemu pasti berdebat.
"Heh, sudah. Kalian itu, ya. Kamu juga, Hasan. Berhenti godain Audi. Kamu itu lebih tua dari dia. Kayak anak kecil aja."
"Tuh, dengerin," ledek Audi sambil memeletkan lidah. Rautnya penuh kemenangan menatap Hasan, membuat lelaki itu mendengus lalu melengos.
"Bu, ini bingkisan Bu Renata kayaknya ketinggalan, deh." Seorang wanita pertengahan umur empat puluhan menyeruak di antara mereka.
Tante Erina menoleh menatap kantong kresek besar di tangan wanita itu. "Ya ampun kok bisa, Mbak? Aduh, gimana dong ini?"
"Biar Jeno aja yang bawa, Tante! Jeno langsung ke Jakarta hari ini. Nanti bisa mampir ke rumah Tante Rena," usul Jeno yang tiba-tiba muncul.
Sesaat Audi serasa blank. Bukankah adiknya itu kemarin sudah pulang? Setahu Audi begitu karena Jeno tak terlihat lagi setelah acara selesai.
Ternyata bukan hanya Audi, Lalisa pun sama. "Jeno? Bukannya kamu udah pulang, ya?"
Sementara yang ditunjuk malah nyengir tak jelas sambil menggaruk kepala. "Sebenarnya Jeno gak pulang, Ma. Hehe, Jeno camping sama Mas Ibra," cetusnya ringan membuat semua orang melongo.
"Camping?" Pertanyaan itu hampir serentak disuarakan.
"Iya. Ada apa? Kenapa wajah kalian begitu?"
"Kamu ..." Lalisa tampak tak mampu mengatakan apa pun.
"Mama tahu Jakarta itu sumpek. Ya memang sih komplek rumah lama Papa terbilang asri, tapi tetap saja gak sedingin di sini."
Anak polos itu. Audi tidak percaya dia seorang calon dokter. Ia saja ragu kemampuannya.
Melihat ekspresi Lalisa yang seolah baru kena tipu, Erina berusaha menengahi dengan menyetujui usulan Jeno.
"Ya udah mobil kamu di mana?"
Jeno menunjuk ke pinggir jalan. "Tuh. Mas Ibra yang nyupir."
Terlihat sosok Ibra yang tengah membereskan sesuatu di bagasi. Seketika Audi menggeleng. Jeno benar-benar mempersiapkan semuanya secara lengkap. Mobilnya tampak penuh oleh peralatan camping.
Tak lama Ibra mendekat. Audi memalingkan muka saat pria itu memergokinya tengah memperhatikan.
"Kenapa?" Mungkin dia merasa karena semua orang menatapnya.
"Itu bingkisan Tante Rena ketinggalan. Jeno bilang biar dia yang bawa. Tapi ... kayaknya mobilnya penuh gak, sih?" Tante Erina meringis.
"Oh." Ibra mengangguk. "Masih cukup, kok. Tapi memang kalau untuk penumpang cuma muat satu orang lagi."
"Oh, gitu? Syukurlah. Ya udah kalian aja yang bawa, ya?"
Ibra dan Jeno mengangguk. Salah satu dari mereka lantas meraih bingkisan tersebut dari tangan Erina.
Tapi kesialan bagi Audi saat Mang Agus tiba-tiba datang tergesa-gesa dengan ponsel di telinga. "Bu, Bapak katanya mau dijemput sekarang," beritahunya pada Lalisa.
"Lho, sekarang? Bukannya besok?"
Mang Agus tak bicara, ia hanya menunjuk telepon genggam di tangannya yang segera diambil alih oleh Lalisa.
Wanita itu tampak mengerutkan kening. Beberapa saat terlibat perbincangan dengan sang suami di seberang sana sebelum mengembalikan ponsel tersebut ke tangan Mang Agus.
"Kenapa, Ma?" Audi bertanya.
"Papa kamu beneran pulang hari ini. Dia lagi briefing terakhir di bandara."
Karena papanya dinas bersama rombongan pusat dari Jakarta, otomatis penerbangan yang dipakai dari Soetta.
"Mama ikut jemput sama Mang Agus," tutur Lalisa.
"Terus Audi?" Audi menunjuk dirinya sendiri. "Audi sama siapa kalau Mama sama Mang Agus ke Jakarta? Gak mungkin Audi juga ikut, kan? Aduh, Ma ... capek banget tahu. Mama kan tahu Audi ada janji sama Ajeng."
"Ya gimana, ya? Mama juga ikut bingung. Tante sama Om kamu udah pulang. Kalau tahu begini kamu ikut Tante Safa kemarin."
Audi merengut. Erina yang melihat itu jadi tak tega. Sonia yang sejak tadi sibuk menimang-nimang bayi pun ikut mengusulkan. "Gimana kalo dianter Bang Hasan aja?"
"Ma, si Dedek mau mimi kayaknya." Ia menyerahkan sang adik pada Tante Erina. Beliau menyuruh suaminya mengambil dot berisi perasan ASI di rumah.
"Kok Abang, sih? Abang ada meeting nanti siang."
"Lha, masa iya?" Sonia menatap abangnya menyipit.
"Iya. Kalau gak percaya tanya aja Fariz."
"Ada apa ini?" Jeno yang sudah kembali bersama Ibra turut bertanya. Lalisa pun lantas menjawab, "Papa kamu pulang hari ini. Mama sama Mang Agus harus jemput ke Jakarta. Tapi Kakak kamu harus ke Bandung sekarang juga. Dia ada janji sama temennya."
"Papa pulang hari ini?"
Lalisa mengangguk.
"Ya udah Mbak Audi sama aku aja. Aku juga mau ke Bandung dulu, ambil gitar."
"Lha, katanya kamu langsung ke Jakarta?"
Jeno meringis. Ia tahu mamanya paling tidak suka jika Jeno sudah bersinggungan dengan benda kesayangannya itu. "Hehe, teman aku mau minjem, Ma."
Audi tidak peduli tentang perdebatan itu. Yang ia pikirkan sekarang jika pulang ke Bandung bersama Jeno, itu berarti bersama Ibra juga?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Aqilahilmi Hilmi
kesempatan buat babang ibra nich..😁
2023-02-02
0
Surati
alamak semobil dgn mas Ibra, gimana ya Audi? tolak z Audi
2023-01-14
0