Alya sengaja menunggu kedatangan Rendra. Gadis itu ingin membuat perhitungan pada polisi muda itu. Hal ini dikarenakan, Rendra telah mempengaruhi karyawannya.
“Silakan masuk Tuan Narendra Adi Nugraha yang terhormat! Saya sudah menantikan kedatangan Anda sejak tadi.”
Tak ada sambutan dengan wajah ceria, yang ada hanya senyum sinis yang tersungging di bibir Alya. Emosi Alya sepertinya sudah sampai pada puncak tertinggi. Jika tidak, mana mungkin wajah ayunya terlihat sangat menyeramkan.
Rendra mengikuti langkah kaki Alya memasuki ruangannya. Laki-laki itu pun menjatuhkan bobot tubuhnya di atas sofa empuk.
“Sepertinya ada yang sedang kesal, hari ini,” celetuk Rendra bermaksud mengajak bercanda. Namun, Alya sedang tidak ingin bercanda.
“Bisakah Anda tidak melakukan sesuatu yang merugikan orang lain? Anda seorang penegak hukum, seharusnya tahu aturan, mana yang melanggar mana yang tidak?”
“Sebentar, sebenarnya ada apa?” tanya Rendra bingung, tidak tahu maksud ucapan Alya.
“Anda tahu? Apa yang Anda lakukan telah membuat seorang karyawan terancam PHK?” cerca Alya tidak memberi kesempatan pada Rendra untuk berbicara.
“Karena ulah Anda, nasib seorang karyawan rendahan terancam. Uang yang tak seberapa dari Anda, tidak sebanding dengan resiko yang dipertaruhkannya. Apakah seperti ini moral seorang penegak hukum?”
Rendra bagai ditampar godam, niat hati ingin mendekati sang pujaan hati malah berakhir dengan caci maki. Dia tidak menyangka sama sekali, jika tindakannya akan merugikan orang lain.
Seharusnya sejak awal dia tahu, jika wanita yang sedang didekatinya itu secerdik kancil dan jinak-jinak merpati. Selalu saja ada cara berkelit dan menghindar.
Jinaknya merpati tidak mudah untuk ditangkap, kecuali oleh pemiliknya.Seperti itulah Alya, jinak tapi tidak sembarang orang bisa menyentuh apalagi menangkap.
“Aku hanya ingin lebih dekat denganmu. Maaf,jika caraku salah,” ucap Rendra setelah bisa menguasai dirinya.
“Mana wanita ceria dan kuat yang aku kenal dulu? Seorang advokat muda yang memiliki integritas tinggi. Banyak memenangkan kasus-kasus kliennya. Meninggalkan profesi hanya karena patah hati.”
“Bangunlah! Ingat masih ada Tuhan yang selalu mengiringi langkah kita. Hanya dia yang pantas kita cintai dengan mendalam, bukan manusia ciptaanNya. Boleh kita mencintai seseorang tapi jangan berlebih.”
“Cintai segala sesuatu sewajarnya, membenci juga sewajarnya. Bisa jadi yang kamu cinta/suka hari ini bukanlah yang terbaik untukmu. Bisa jadi juga yang kamu benci itulah yang terbaik untukmu.”
Rendra langsung beranjak dari duduknya, sudah cukup dirinya menasehati Alya yang keras kepala. Dia hanya tidak ingin reputasi Alya hancur hanya karena patah hati.
Bagi Rendra, cukup dua bulan saja, dia melihat Alya seperti ini. Jika kata-katanya tadi tidak didengar juga, maka dia pun harus menjauh dari wanita cantik itu. Tega tidak tega, itu sudah menjadi pilihan Alya.
Sepeninggal Rendra, Alya masih merenungi apa yang diucapkan oleh polisi muda itu. Terus merenung dan tanpa dia sadari, air matanya kembali menetes. Dia merasa telah jauh meninggalkan Tuhan karena terlalu meratapi nasib percintaan.
Alya mulai tersadar lalu bergegas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dari hadasnya. Dia merasa sudah terlalu lama tidak berkomunikasi dengan Sang Pencipta.
Usai berkomunikasi dengan Sang Pencipta, pikiran Alya terasa tenang. Rasanya seperti beban yang di pundak terangkat semua. Begitu ringan dan lega.
Alya duduk termenung, memikirkan tingkah lakunya selama ini yang jauh dari kata baik-baik saja. Penyesalan tanpa melakukan perbaikan itu sama saja nol besar. Kosong, tiada hasil.
“Sudah saatnya bangun Alya! Buatlah orangtuamu bangga padamu. Jangan karena laki-laki kamu korbankan masa depan dan cita-citamu!” monolog Alya setelah merapikan mukenah dan sajadahnya.
Alya keluar dari ruangannya, dia sudah membulatkan tekad untuk bangkit. Sudah cukup waktu meratapi nasib. Sudah cukup menjadi orang bodoh karena cinta.
Seharusnya sejak dulu dia tidak menaruh perasaan terlalu dalam pada manusia. Seharusnya dia sadar, jika berharap pada manusia hanya akan mendapat kekecewaan. Saatnya meraih cita-cita yang siudah separuh jalan.
“Bagaimana penjualan hari ini? Apa ada peningkatan?” tanya Alya tiba-tiba pada kasir.
“Eh, Mbak Alya! Alhamdulilah, seperti biasanya. Setiap hari seperti ini saja, sejak dua bulan yang lalu,” jawab kasir itu dengan kepala tertunduk.
“Hmm, kalau begitu nanti sore kita briefing sebentar. Karyawan inti saja, chef, koki supervisor dan kamu juga harus ikut.” Alya berlalu dari kasir itu setelah memberi informasi.
“Saatnya bangkit dan memajukan kafe ayah!” gumam Alya dengan senyum terukir.
Alya pergi ke dapur untuk melihat kondisinya. Sudah lama rasanya dia tidak ke dapur itu. Dia selalu teringat Reno jika masuk ke dapur kafe.
Saat itu, Reno mengajarinya membuat menu baru agar kafe itu rame. Benar saja, kafe itu langsung rame begitu menu baru ditambahkan. Sampai dua bulan yang lalu, menu itu dihilangkan dari daftar dan berakhir kafe itu sepi.
Kekanakan memang cara berpikir Alya saat patah hati sehingga merugikan dirinya sendiri.
“Betapa bodohnya aku! Padahal dia menikah dalam keadaan tidak sadar. Seharusnya aku berlapang dada menerima takdir Tuhan, bukan malah melakukan tindakan bodoh karena ingin protes.” Alya kembali menggumam dengan tersenyum kecil, mentertawakan kebodohannya.
Waktu berlalu, sekarang sudah jam lima sore. Para karyawan kafe Rasha sudah berkumpul di meeting room. Mereka masih menunggu Alya memasuki ruangan itu dengan perasaan was-was, takut dipecat mengingat kafe yang tidak seramai dulu.
Alya memasuki meeting room dengan wajah cerah. Dia tersenyum menyapa semua karyawan yang sudah duduk manis menunggu dirinya.
“Sore semuanya! Kalian pasti kaget ya, aku kumpulin di sini?” sapa Alya lalu menebak isi pikiran para karyawan karena mereka memasang wajah tegang.
Para karyawan itu tersenyum malu-malu karena pikiran mereka bisa ditebak oleh penerus kafe Rasha.
“Kalian jangan khawatir, aku nggak marah atau bawa berita buruk buat kalian. Aku hanya ingin membahas menu baru biar kafe kita kembali rame. Apa di antara kalian memiliki ide?” jelas Alya yang diakhiri pertanyaan.
Mengalirlah beberapa ide dari para karyawan itu. Alya menulisnya di buku memo agar tidak terlupa. Betapa bahagianya gadis itu ternyata para karyawannya masih begitu loyal dan solid. Saling bahu-membahu dan mendukung serta mengingatkan teman.
Hasil rapat sore itu, diperoleh hasil yang cukup memuaskan semua pihak. Semua usulan ide diterima dan dimasukkan dalam daftar menu. Menu baru akan disajikan dengan metode jadwal, satu hari satu menu baru.
Keesokan harinya, promosi menu baru langsung berjalan sesuai rencana. Satu malaman Alya tidak tidur karena membuat selebaran menu baru. Walau capek, tetapi dia sangat pas dengan hasil kerja samanya antara dirinya dengan semua karyawan.
Hari ini adalah hari pertama kafe Rasha kembali sibuk dengan banyaknya pengunjung. Sore harinya, banyak pengunjung yang mengantri di halaman untuk menikmati promo menu baru.
Seharian ikut melayani pengunjung, membuat Alya kecapekan. Dia bersandar pada pilar sambil mengawasi para pengunjung yang sedang menikmati menu kafenya. Tiba-tiba ada seorang laki-laki berusia sekitar 45 tahun menyapanya.
Alya membatu seketika setelah mendengar suara yang sangat familiar di telinganya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ🍾⃝ͩ⏤͟͟͞Rᴇᷞᴛͧɴᷠᴏͣ🔵W⃠🦈
alhamdulilah.... akhirnya Alya sadar dan mau ambil air wudhu untuk mencurahkan semua gundah gulana hatinya saat ini
2023-02-20
1
☠ᵏᵋᶜᶟ🍾⃝ͩ⏤͟͟͞Rᴇᷞᴛͧɴᷠᴏͣ🔵W⃠🦈
mak jleb gak seeh kata-kata Rendra untuk Alya, biar sadar deeh tuuuh Alya dan bisa segera move on kemudian membuka hatinya untuk pria lain
2023-02-20
0
☠ᵏᵋᶜᶟ🍾⃝ͩ⏤͟͟͞Rᴇᷞᴛͧɴᷠᴏͣ🔵W⃠🦈
astaga Alya ngomong kayak kereta api aja yang gak ada habisnya, bisa-bisa Rendrapun juga akan pergi daaah
2023-02-20
0