Menyatakan Perasaan

Setelah selesai mengantar pesanan online, Embun baru melanjutkan perjalanan menuju rumah Bening.

Tok! Tok! Tok!

"Assalamualaikum." ucap Embun.

"Waalaikumus'salam." jawab Bening.

Dia membuka pintu, lalu menggenggam erat kedua tangan sahabatnya.

"Embun, kamu tumben main ke sini!" seru Bening. Dia segera memeluk sahabatnya itu.

Embun membalas pelukan dari sahabatnya. "Kamu rindu dengan aku?" tanya Embun, dia tersenyum dibuat-buat.

"Iya. Kalau tidak rindu, aku tidak mungkin memelukmu dengan erat." jawab Bening.

"Tawari temanmu ini masuk ke dalam." ujar Embun.

"Iya tentu, ayo kita masuk ke dalam." ajak Bening.

Embun masuk ke dalam rumahnya, mulai duduk di kursi sofa. Bening mengambil makanan di dapur, dan meletakkannya pada meja ruang tamu.

"Ayo makanlah!" tawar Bening.

"Iya Bening, terimakasih iya." ucap Embun.

"Iya, sama-sama." jawab Bening ramah.

"Bening, memangnya laki-laki mudah tergoda iya kalau melihat perempuan yang lebih cantik?" tanya Embun.

"Kalau laki-lakinya tidak setia, pasti mudah tergoda." jawab Bening.

"Kalau Mas Hardi setia kok orangnya. Dia sekarang menerima pekerjaan baru demi kami." ucap Embun.

"Kamu jangan yakin dan percaya dulu. Di mana-mana buaya itu suka bersembunyi di dalam sarangnya. Dia mana mungkin menunjukkan kecurangannya dalam hubungan." jawab Bening, sambil tersenyum.

"Kamu jangan suka menjadi kompor meledak deh!" celetuk Embun.

"Siapa yang jadi kompor meledak. Aku hanya bermaksud menasehati mu, saat kita bertelepon waktu itu." jawab Bening.

"Aku sudah menyuruh adik angkat ku, untuk mengawasi Mas Hardi." ujar Embun.

"Bagus itu." jawab Bening.

****

Hardi yang baru saja pulang bekerja, dia bersiap-siap kembali untuk pergi pada malam harinya. Dia berencana untuk pergi bersama Sasa diam-diam. Tidak biasanya Hardi bersikap seperti itu. Dia menjadi terlihat mencurigakan.

Embun mengetik huruf-huruf pada papan tombol. "Sasa, kamu tolong awasi Mas Hardi iya." Mengirimkan pesan.

Sasa membalas. "Memangnya Kak Hardi belum pulang?" tanya Sasa.

"Sudah Sasa, tapi dia mau pergi lagi. Aku tidak tahu dia mau ke mana." jawab Embun.

"Kakak tenang iya, aku akan mengawasinya." ujar Sasa.

"Kamu memang adik angkat Kakak yang baik. Terimakasih iya Sa." jawab Embun.

"Iya Kak, sama-sama." ujar Sasa.

'Aku disuruh Kak Embun untuk mengawasi, dengan siapa Kak Hardi dekat. Sementara sekarang aku pergi dengannya. Kak Hardi menyuruhku untuk jangan mengatakannya pada Kak Embun. Iya sudah diam-diam saja, tidak akan ketahuan juga.' batin Sasa.

Sasa pikir, mungkin tidak apa-apa dekat dengan Hardi. Dia hanya berteman dan rekan kerja pikirnya. Tidak ada juga hubungan asmara apapun.

Setelah selesai bersiap-siap, Sasa segera keluar rumah. Tak berselang lama, Hardi sudah muncul.

"Hai Sasa!" Hardi melambaikan tangannya pada Sasa.

Sasa melihat Hardi dari celah kaca mobil. "Hai juga Kak Hardi." jawab Sasa.

"Kamu cantik iya Sasa malam ini." puji Hardi.

"Biasanya jelek iya?" tanya Sasa sambil terkekeh.

"Oh tidak, kamu selalu cantik." rayu Hardi.

Sasa membuka pintu, dia masuk ke dalam mobil. Hardi mulai melajukan mobilnya dengan kekuatan sedang.

Drrrt!

Ponsel Sasa berbunyi, ternyata telepon dari Embun.

"Siapa Sasa? Kenapa tidak diangkat?" tanya Hardi penasaran.

"Ini dari Kak Embun." jawab Sasa.

"Biarkan saja, tidak perlu diangkat." ucap Hardi.

"Iya Kak." jawab Sasa.

"Kamu tahu bukan, istri itu tidak perlu terlalu posesif. Selagi uang bulanan mengalir, itu harusnya cukup untuk membungkam mulutnya." ucap Hardi.

"Kok Kakak bilang seperti itu. Itu artinya uang bisa membahagiakan hatinya meski ditinggalkan." jawab Sasa.

"Tentu saja bisa, Embun hanya butuh uang bukan butuh aku." ucap Hardi asal.

"Oh." jawab Sasa.

"Sasa, aku ingin mengatakan sesuatu padamu." ujar Hardi.

"Apa itu Kak?" tanya Sasa penasaran.

"Nanti iya kalau di restoran. Aku tidak ingin mengatakannya di dalam mobil." jawab Hardi.

Mobil telah sampai di parkiran. Mereka berdua turun dari dalam mobil. Segera melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung besar tersebut. Hardi memanggil pelayan, dia memesan makanan yang ingin disantapnya. Tak berselang lama, makanan sudah datang.

"Sasa, ayo kita makan." ucap Hardi.

"Iya Kak, ini restoran favorit aku." jawab Sasa, dengan sedikit mengeluarkan curahan hatinya.

"Sasa, aku sebenarnya cinta sama kamu." ungkap Hardi spontan.

"Uhuk...! Uhuk...!

Dia menjadi tersedak oleh makanan, yang sedang dikunyah.

"Kakak, ini tidak lucu. Hentikanlah bercanda yang tidak bisa membuat tertawa." jawab Sasa.

"Siapa yang bilang aku sedang bercanda. Apa kamu tidak bisa melihat wajah serius ini." ucap Hardi.

"Maafin aku Kak, aku tidak bisa menerima perasaan Kakak." jawab Sasa.

"Baiklah, tapi aku tidak akan pernah berhenti untuk mengejar mu." ujar Hardi.

"Terserah Kakak, kalau Kakak capek itu bukan salahku." jawab Embun acuh.

'Berani-beraninya dia menolak ku, akan aku buat dia menerimaku dengan cara apapun juga.' batin Hardi.

Ponsel Sasa tiba-tiba berbunyi, ternyata sebuah pesan dari Embun. Sasa membuka pesan itu dan membacanya.

Isinya adalah:

"Sasa, Mas Hardi pergi untuk urusan kerja. Apa benar seperti itu?"

Sasa memperlihatkannya pada Hardi, dia bingung harus menjawab apa.

"Katakan saja iya, jangan bilang kalau kita sedang makan bersama." titah Hardi.

"Aku juga tidak mau mengatakannya, nanti Kak Embun salah paham." jelas Sasa.

Sasa membalas pesan Embun, tak berselang lama sampai pada nomor tujuan.

"Hmmm, ternyata hanya aku yang curiga. Bersyukur, ada yang mengawasi Mas Hardi. Kamu memang adik angkat yang baik Sasa." monolog Embun.

Tok! Tok! 

"Mama!" seru suara dari luar.

"Iya, kalian kenapa Guntur dan Ahmad?" tanya Embun.

"Kami sedang kelaparan." jawabnya.

Embun membuka pintu, lalu memandang kedua putranya yang tampak lesu.

"Kenapa tidak makan?" tanya Embun.

"Kami mau menunggu Papa pulang. Kami mau makan, jika bersama Papa." ujar Ahmad.

"Iya Ma, tidak enak kalau tidak ada Papa." timpal Guntur.

"Papa lama pulangnya, dia sedang pergi kerja. Ayo makan saja dengan Mama." rayu Embun.

Mereka bertiga melangkahkan kakinya, segera duduk di ruang makan.

"Sebelum makan jangan lupa membaca doa." Embun memperingati.

Mereka diam sejenak, setelah itu membaca doa di dalam hati.

"Iya Ma, ayo kita segera makan." ajak Ahmad.

"Iya sayang." jawab Embun.

Mereka mulai memasukkan makanan ke mulut masing-masing. Mereka menyantap dengan khidmat merasai rasa makanan yang lezat.

"Lihatlah, mulutmu penuh saos dan sambal." ledek Guntur.

"Kamu juga, cobalah berkaca di cermin." jawab Ahmad.

Mereka berdua tertawa-tawa kecil, saling memandang wajah orang yang ada di sebelahnya.

"Hahaha kamu lucu Guntur." Ahmad tertawa lepas.

"Kamu lebih lucu." Guntur tidak mau kalah.

"Sudah, nanti kalian bisa tersedak." Embun memperingati.

"Iya Ma, kami hanya bercanda." jawab Ahmad.

Embun mengangguk dan tersenyum. Melihat tingkah mereka, membuat dirinya menjadi terhibur.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!