Mendadak Akrab

Embun yang sedang asyik bermain bersama Ahmad dan juga Guntur terkejut karena ponselnya berdering. Dia segera melihat ponselnya, ternyata panggilan video call dari Sasa.

"Assalamualaikum Kak." ujar Sasa, dengan sopan.

"Waalaikumus'salam Sasa." jawab Embun.

"Kakak lagi apa?"

"Lagi main sama Ahmad dan Guntur. Kalau kamu sendiri lagi ngapain?"

"Aku lagi duduk-duduk saja ini Kak."

"Oh, dengan siapa?"

"Sendirian. Jenuh juga rasanya Kak."

"Main saja ke rumah Kakak. Nanti kita bisa main bareng sama Guntur dan Ahmad."

"Boleh juga tuh Kak. Memangnya tidak mengganggu, kalau aku mendadak main." Sasa berbicara, sambil bercanda.

"Tidak apa-apa. Kalau kamu mau main, Kakak malah senang dong."

"Oke. Aku bersiap-siap dulu iya Kak." ujar Sasa.

"Iya, jangan kesorean loh mainnya." canda Embun.

Tak berselang lama, terdengar bunyi klakson mobil Sasa. Dia mengucapkan salam, dan masuk ke dalam rumah setelah dipersilahkan oleh Embun.

"Itu anak Kakak?" tanya Sasa. Dia menunjuk Ahmad dan Guntur, yang sedang bermain tinju.

"Iya, itu anak-anakku dan Mas Hardi." jawab Embun.

"Lucu sekali mereka. Berapa umurnya Kak?"

"Umurnya 5 tahun. Kamu duduk saja dulu di kursi, aku mau membuatkan air minum. Aku juga mau mengambil makanan." ucap Embun.

"Kakak jangan repot-repot. Aku hanya bermain saja kok."

"Tidak repot kok Sasa. Kakak sudah menganggap kamu seperti Adik sendiri. Apalagi sekarang kamu sudah menjadi rekan kerja Mas Hardi."

Sasa tersenyum, dia mengaitkan hiasan jilbab bunganya yang hendak jatuh. Ntah kenapa tiba-tiba lepas secara mendadak.

"Kakak apa kesibukan sekarang?" tanya Sasa.

"Kakak hanya mengurus rumah, sambil berjualan online." tutur Embun.

"Bisa dong kalau aku mau beli barang-barang di Kakak saja."

"Iya tentu bisa. Kakak mau ke dapur dulu iya." 

Sasa mengangguk dan tersenyum. Menatap kepergian Embun yang menghilang dibalik tembok pembatas.

"Sasa, kamu ada di sini?" sahut Hardi, yang tiba-tiba muncul dengan membawa raket bulutangkis.

Sasa menoleh ke sumber suara. "Iya aku mau main di sini Kak. Aku merasa suntuk, jadi disuruh sama Kak Embun ke sini saja." jawabnya sambil tersenyum.

"Iya sudah, mendingan nanti main bulutangkis yuk! Kamu bisa tidak?" tanya Hardi.

"Iya, bisa Kak. Aku paling suka loh main bulutangkis." jawab Sasa.

Embun tiba-tiba muncul, dengan membawa nampan. Dia memperhatikan Sasa dan Hardi yang asyik berbincang.

"Hayo, pada ngomongin apa ini?" tanya Embun.

"Kami berbicara tentang bulutangkis. Nanti kami mau berolahraga bersama." terang Hardi.

Embun meletakkan nampan pada meja. Dia segera mendaratkan bokongnya di kursi sofa.

"Kalian kompak sekali. Bisa memiliki hobi yang sama." ujar Embun.

"Ini hanya kebetulan kok Kak." jawab Sasa.

"Tidak apa-apa, kalian memiliki hobi yang sama. Kalian 'kan bisa lebih kompak, sebagai rekan kerja." tutur Embun dengan santai.

"Betul juga yang kamu bilang Embun." jawab Hardi, sambil tersenyum.

"Ayo Sasa, kita makan dan minum dulu." ajak Embun.

"Suami sendiri tidak diajak, mentang-mentang sudah punya teman sekarang." ujar Hardi.

"Sudahlah, jangan cemburu buta kamu Mas." jawab Embun.

Sasa memakan roti dan meminum teh yang telah disuguhkan. Dia tersenyum melihat Embun, dan sebaliknya. Ahmad dan Guntur berlari-larian, lalu bergelayut manja pada lengan Hardi.

"Papa, kami sayang dengan Papa!" ungkap Ahmad.

"Jangan tinggalin kami iya Pa." rengek Guntur.

"Kalian kenapa mendadak menjadi seperti ini? Kalian pikir, Papa akan pergi kemana?"

"Kami hanya merasa, akan kehilangan Papa." jawab Guntur.

"Hahaha... anak papa lucu sekali. Papa akan tetap di sini bersama kalian." Hardi menggandeng kedua tangan anaknya.

Mereka menghampiri Embun dan Sasa, yang sedang asyik menyantap makanan. Sebuah roti lezat buatan Embun, bertengger di meja ruang tamu.

"Wuih, perutku menjadi lapar." ujar Ahmad.

Guntur memegangi perutnya. "Iya, aku juga menjadi lapar."

Mereka berdua berlari ke arah kursi sofa, segera mengambil makanan yang mereka mau.

"Ini enak sekali. Mama memang pintar, kalau membuat makanan." puji Guntur.

"Mama, memang cerdik. Cocok menjadi chef." tambah Ahmad.

"Kalau makan jangan banyak bicara. Baca doa dan hayati makanannya, sebagai bentuk rasa syukur." Sasa memperingati mereka.

"Sasa kamu bijak juga iya." puji Embun.

"Iya, Kakak cantik bijak." timpal Ahmad dan Guntur.

"Ah kalian bisa saja. Jangan terlalu memuji nanti aku terbang loh." jawab Sasa, dengan diiringi tertawa kecil.

"Ayo, kita main bulutangkis sekarang." ajak Hardi penuh semangat.

Mereka segera pergi ke halaman luar. Embun dan kedua putranya, hanya melihat dari jauh.

"Ayo kita main!" ajak Guntur.

"Nanti saja, kita lihat Papa dan Kakak itu bermain." jawab Ahmad.

Sasa yang melemparkan bulutangkis menggunakan raket terlebih dulu. Mereka saling lempar ke sana dan ke mari, dengan fokus. Tertawa bersama saat bulutangkis menyangkut, pada dahan pohon.

Cukup lama mereka bermain, sampai kedua nafas mereka ngos-ngosan. Hardi tampak antusias ketika permainan sedang berlangsung. Akhirnya mereka berhenti juga, menghampiri Embun yang sedang menjadi penonton.

"Kak, aku pulang dulu iya. Aku sudah capek, mau segera mandi." ucap Sasa.

"Apa tidak istirahat dulu?" tanya Embun.

"Nanti di rumah saja Kak istirahatnya." jawab Sasa.

"Iya sudah, kalau seperti itu segera pulang dan beristirahatlah." ucap Embun.

"Iya Kak. Aku pamit dulu. Assalamualaikum!"

"Waalaikumus'salam." jawab semuanya.

Embun memperhatikan punggung Sasa dari kejauhan. 'Sasa kelihatannya lebih baik dari aku. Dia anggun dengan berjilbab, dia juga mandiri. Sepertinya yang membuat lengkap, dia juga lumayan mendalami agama.' batin Embun.

"Embun sayang, kamu kenapa melamun?" tanya Hardi.

Masih tidak ada sahutan, hingga Ahmad dan Guntur berlari duduk dipangkuan mamanya.

"Mama!" panggil Ahmad.

"Iya sayang." jawab Embun. Dia tersadar dari lamunannya.

"Kenapa diam saja dari tadi?" tanya Guntur.

"Tidak apa-apa. Mama sedang memikirkan kalian."

"Hahaha mama lucu, 'kan kita ada di sini." jawab Guntur.

"Ayo kita masuk ke dalam rumah." ajak Hardi.

Mereka masuk ke dalam bersama. Waktu sudah sore, sudah saatnya untuk mandi dan menunaikan salat maghrib berjemaah. Seperti biasa, Hardi lah yang memimpin mereka menjadi imam dalam salat. 

"Mama, kenapa kita harus mengaji setiap hari?" tanya Ahmad.

"Karena itu untuk bekal di akhirat nanti. Kalian harus menyukai kebiasaan ini iya." jawab Embun.

"Yang diucapkan oleh Mama kamu itu benar." sahut Hardi.

"Iya Pa." jawab mereka.

Ahmad dan Guntur mulai membuka Juz'ama, milik mereka masing-masing. Embun mengajari mereka dengan tekun dan sabar. Berharap mereka bisa menjadi anak yang shaleh.

'Seorang ibu, adalah madrasah pertama untuk anaknya. Seorang ibu juga tidak akan membiarkan anaknya, menjadi orang yang miskin ilmu di dunia. Dia pasti berusaha membimbing anaknya, semampu yang dia bisa.' batin Embun.

Terpopuler

Comments

Cen Li

Cen Li

tercium baunya pelakor

2023-08-13

1

Conny Radiansyah

Conny Radiansyah

anak punya perasaan yang peka.

2023-01-13

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!