Rasa Yang Berbeda

Sasa berjalan tanpa melihat sekelilingnya lagi. Dia sedang terburu-buru untuk segera sampai ke ruangan istirahatnya. Itu adalah Base camp milik Sasa Ariani.

"Aaaa!" Sasa tiba-tiba terpeleset.

Dia tidak sengaja tergelincir, namun tidak terjatuh karena ditangkap oleh Hardi. Mereka saling pandang-pandangan dengan lama.

'Ternyata Sasa cantik juga.' batin Hardi.

"Maaf Kak, aku tidak sengaja." Sasa memperbaiki jilbab pashmina, yang sedikit berantakan.

"Ini bukan salah kamu kok. Ini adalah salahku, harusnya aku yang minta maaf. Aku tidak bermaksud apa-apa, aku hanya ingin menolongmu yang hendak terjatuh." tutur Hardi.

"Terima kasih iya telah menolongku. Kalau Kakak tidak membantuku, mungkin aku sudah cidera karena terjatuh." ujar Sasa.

"Iya sama-sama Sasa." jawab Hardi.

Sasa segera berlalu dari hadapan Hardi. Namun pikiran Hardi tidak dapat berlalu, untuk melupakan Sasa yang cantik. Dia berwajah glowing, masih terbilang bening untuk diusianya yang masih muda seperti sekarang.

"Kenapa aku jadi kepikiran terus sama dia. Apa Sasa sudah punya pacar iya?" tanya Hardi, pada dirinya sendiri.

Sementara itu, Embun di rumah sedang memandikan Guntur dan Ahmad. Itulah kebiasaannya, mengurus rumah ketika suaminya sedang pergi.

"Mama, ampun! Jangan siram aku." canda Ahmad.

"Namanya mandi iya disiram, kalau dicelupin namanya oreo." sahut Guntur.

"Sudah cepat bersiap, kalian harus segera pergi ke sekolah." Embun memperingati mereka.

"Iya Ma, kami mau berganti baju dulu." Guntur meraih handuk, yang tergantung di kamar mandi.

Ahmad juga mengambil handuknya sendiri. Dia segera keluar dari kamar mandi.

"Eh, kita akan bermain petak umpet nanti." ujar Ahmad.

"Iya dong." jawab Guntur.

Setelah selesai bersiap-siap, mereka berdua berjalan ke ruang makan. Embun sudah menunggu mereka untuk makan bersama. Hardi terburu-buru jadi tidak ikut sarapan, karena sudah pergi dari tadi pagi.

****

"Sasa, aku boleh tidak minta nomor ponselmu? Kalau aku mau membahas tentang pekerjaan 'kan enak." ucap Hardi.

"Iya boleh." jawab Sasa.

Hardi memberikan ponselnya, yang sudah berada pada menu papan tombol panggilan. Sasa mengetikkan nomor ponselnya, lalu Hardi menyimpan nomornya ke dalam kontak.

"Kita makan siang bersama ayo." ajak Hardi.

"Kita berdua saja? Enak dengan yang lain juga." jawab Sasa.

"Yang lain juga kita ajak. Hardo, Harto, ayo kita makan siang."

Mereka mengangguk, segera pergi ke sebuah restoran untuk makan siang bersama.

"Sasa, kamu sudah lama tamat SMK?" tanya Hardi.

"Belum sih, aku baru satu tahun ini lulus." jawab Sasa.

"Kamu punya kemampuan, bagus bila dikembangkan lagi." sahut Harto.

"Dikembangkan lagi seperti apa?" tanya Sasa.

"Iya, seperti masuk dunia perfilman mungkin." usul Harto.

Sasa menusuk stik daging, yang ada di piring. Dia memikirkan usul dari mereka.

"Usul kalian bagus, tapi aku tidak ingin terjun dibidang itu. Ntah kenapa aku nyaman, dengan menjadi model." jawab Sasa.

"Sayang sekali, padahal kamu cantik." puji Hardi.

"Kakak bisa saja, lebih cantik Kak Embun." jawab Sasa.

Setelah selesai dengan pekerjaannya, Hardi pulang ke rumahnya. Dia turun dari mobil sambil membawa tas kerjanya.

"Embun, aku tadi membelikan kamu setangkai bunga mawar." ujar Hardi.

"Terimakasih iya sayang." jawab Embun.

"Papa sudah pulang?" sahut suara anak kecil.

Mereka adalah Ahmad dan Guntur.

"Iya sudah, kalian mau apa?" tanya Hardi.

"Kami berdua mau dipeluk Papa. Kami juga mau tidur, sambil dibacakan dongeng." jawab Guntur.

"Baiklah, kalau seperti itu. Jangan lupa untuk membaca doa sebelum tidur." ucap Hardi.

"Iya Pa, kami pasti akan mengikuti yang Papa perintahkan."

"Anak pintar dan berbakti. Mamanya 'kan cantik wajar saja." ucap Hardi, dengan perasaan bangga.

"Kamu bisa saja Mas." jawab Embun.

Drrrttt

Telepon Embun berbunyi, dia segera menggeser tanda berwarna hijau pada ponselnya.

"Halo Embun!"

"Siapa iya?" tanya Embun. Dia tidak mengenal orang tersebut, karena nomornya baru.

"Ini aku Bening. Kamu masih ingat tidak dengan aku?" tanyanya.

"Iya aku ingat. Kamu 'kan teman waktu aku sekolah SMA dulu." jawab Embun.

"Iya, itu kamu ingat. Sekarang kamu tinggal di mana? Aku ingin bermain ke rumahmu." ujar Bening.

"Oh, aku sekarang tinggal di jalan Melati. Kalau kamu rindu, main saja ke sini." jawabnya, sambil bercanda.

"Iya itu pasti, ngomong-ngomong lagi ngapain sekarang?"

"Aku sedang duduk bersama, dengan suamiku. Aku bersantai dengannya, juga kumpul dengan anak-anak." jawab Embun.

"Wah, keluargamu harmonis iya." puji Bening.

"Alhamdulillah. Kami sudah menikah selama sepuluh tahun."

"Lama juga itu Embun. Hati-hati diusia pernikahan yang sudah lama, biasanya akan muncul pelakor sebagai ujian." tutur Bening.

"Kamu kok bicara seperti itu Bening?" tanya Embun.

"Maaf iya, bukan bermaksud untuk menakut-nakuti. Tapi pada kenyataannya, memang banyak yang tukang merebut suami orang. Buktinya sekarang rumah tangga tetanggaku itu hancur, iya gara-gara pelakor." ujar Bening.

'Apa mungkin mas Hardi akan memasukkan orang ketiga dalam pernikahan kami. Kamu mikir apa sih Embun, temanmu jangan didengar. Mas Hardi tidak akan membuang diriku begitu saja. Ada Ahmad dan juga Guntur, yang membutuhkan kasih sayang.' batin Embun.

"Halo, apa kamu masih di sana Embun?" tanya Bening.

"Iya, aku masih di sini. Kamu bercandanya tidak lucu. Suamiku adalah orang yang setia."

"Oh seperti itu, aku matikan dulu iya teleponnya." Bening berpamitan.

"Iya Bening." jawab Embun.

Sambungan telepon terputus, namun ucapan Bening belum terputus dari pikiran Embun. Ntah kenapa, dia menjadi mendadak mengkhawatirkan pernikahannya.

"Kamu kenapa menjadi ditekuk seperti itu wajahnya?" tanya Hardi.

"Aku tidak apa-apa." jawab Embun.

'Aku harus menjaga suamiku. Aku tidak ingin ada yang merebutnya. Dia 'kan sering pergi dengan Sasa, aku suruh dia saja mengawasi kegiatan Mas Hardi.' batin Embun.

Dia segera mengirimkan pesan pada Sasa. Berharap akan ada balasan darinya. "Sasa, tolong kamu awasi Mas Hardi iya. Aku tidak ingin dia bermain dengan perempuan lain, selama aku tidak melihatnya."

Sasa membaca pesan masuk, yang dikirimkan oleh Embun. Dia bertanya-tanya sendiri, ada apa dengan kakak angkatnya itu.

Sasa mengetik huruf-huruf pada papan tombol. "Kakak, kenapa tiba-tiba menyuruhku untuk mengawasi Mas Hardi?" tanya Sasa.

"Aku tidak ingin nasib rumah tanggaku hancur." jawabnya.

"Iya Kak, aku akan mengawasinya. Kakak tenang saja."

"Baiklah, aku percayakan semuanya sama kamu. Terima kasih telah berniat membantuku."

"Iya Kak, sama-sama."

Embun merasa lega, ada yang akan mengawasi suaminya di luaran. Dia sudah percaya dengan Sasa, dia yakin adik angkatnya itu akan amanah.

"Kamu kenapa serius sekali, melihat layar ponsel?" tanya Hardi.

"Aku tidak apa-apa. Kenapa Mas Hardi menatapku curiga?" Embun balik bertanya.

"Siapa yang curiga? Aku bahkan biasa saja daritadi." jawab Hardi.

"Oh seperti itu." ucap Embun acuh.

Terpopuler

Comments

Cen Li

Cen Li

pria klu berkeluarga tdk bokeh ada tmn curhat wanita..begitu jg sebaliknya. .akan muncul peselingkuh an

2023-08-13

1

Conny Radiansyah

Conny Radiansyah

Dalam pernikahan itu harus saling percaya Embun, tapi kalo ada yang. berkhianat .... berarti dia bukan yang terbaik untuk kita.

2023-01-13

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!