Malam hari saat di kamar, Embun melihat Hardi yang mencurigakan. Dia masih saja fokus dengan ponselnya. Tidak menghiraukan Embun, yang ada di sebelahnya.
'Sebenarnya mas Hardi sedang chatan dengan siapa iya?' batin Embun. Dia bertanya pada dirinya sendiri.
"Mas, kamu sedang chatan dengan siapa?" tanya Embun.
"Bukan siapa-siapa." jawab Hardi.
"Tapi, kenapa kamu asyik sekali dengan ponselmu? Bahkan kamu sampai senyum-senyum sendiri." ujar Embun.
"Kamu kenapa sih mengintrogasi seperti itu. Aku tidak chat dengan siapa pun juga." Hardi segera mengalihkan posisi tubuhnya, membelakangi Embun.
"Iya sudah kalau kamu tidak mau jujur. Maaf karena aku sudah bertanya." jawab Embun, dengan memilih mengalah.
Hardi diam saja, masih fokus dengan ponsel. Dia tidak memperdulikan Embun, yang ada di belakangnya.
'Dia bahkan memilih ponselnya, daripada aku. Rela membelakangi aku, dan mengacuhkan hatiku yang suasananya sedang buruk. Menyebalkan!' batin Embun bergumam.
"Aku sedang rebahan saja." Hardi mengirimkan pesan pada Sasa.
Sasa membalas pesan Yang dikirim oleh Hardi. "Sama Kak Embun iya?" tanyanya.
"Iya, dia ada di sebelahku." jawab Hardi.
"Nanti dia marah loh, kalau tahu kita mengobrol panjang seperti ini." ucap Sasa.
"Tidak akan, selagi kamu tidak bilang-bilang padanya." jawab Hardi.
"Aman deh!" ujar Sasa.
"Iya Adik cantik." jawab Hardi.
Keesokan harinya.
Andin dan Oki melihat keakraban mereka. Namun tidak menyimpan kecurigaan apapun juga. Dia mengira bahwa Sasa dan Hardi sama seperti mereka. Hanya sebatas hubungan rekan kerja.
"Cobain dulu Sasa, ini enak sekali." Hardi merayunya. Hendak menyuapkan cakar saos pedas, pada mulut Sasa.
"Tidak usah Kak, aku bisa sendiri kok." jawab Sasa. Dia berusaha menghindari Hardi.
"Ayolah tidak apa-apa. Tidak perlu malu-malu." rayu Hardi.
Akhirnya Sasa membuka mulutnya, dan Hardi menyuapinya. Hardi terus tersenyum, memandangi Sasa.
"Dasar pemaksa Kak Hardi nih." Sasa hendak mengusap bibirnya, dengan tangannya. Namun, Hardi memberikan tisu untuknya.
Sasa tersenyum, dia mengusap bibirnya yang dipenuhi bumbu masakan.
"Anak kecil kamu Sasa!" ledek Hardi, sambil terkekeh.
"Aku bukan anak kecil. Aku perempuan cantik Kakak jail." Sasa bercanda.
Sementara dua orang didekat mereka, sedang berbincang-bincang juga.
"Kamu 'kan yang bertugas menata make up. Jadi kamu harus pintar iya." ujar Oki.
"Kamu tenang saja Oki, aku pasti sudah mempersiapkannya. Kamu manajernya Sasa, harus siap menata jadwal syuting untuk Sasa."
"Tenang saja, beres kalau soal itu." jawabnya.
Mereka berdua sibuk membahas pekerjaan. Sementara dua insan di dekat mereka, sibuk saling melempar perhatian.
'Kenapa Hardi dan Sasa, bisa secepat ini akrab. Tapi tidak apa-apa lah, sesama rekan kerja harusnya seperti ini.' batin Andin.
"Sasa, kita akan ada jadwal pemotretan di luar kota." Ujar Oki, sang manajer.
"Kapan jadwal pemotretannya?" tanya Sasa.
"Lusa, kita akan pergi ke luar kota." jawab Oki.
"Baiklah, aku akan mempersiapkan semuanya." ucap Sasa.
"Bagus, aku akan selalu menunggumu." sahut Hardi, sambil mengedipkan mata.
Sasa terkekeh. "Apaan sih Kak Hardi. Tanda-tanda mulai genit tercium." jawabnya.
"Aku hanya bercanda." ucap Hardi.
"Hardi suka keterlaluan kalau bercanda." jawab Andin.
"Tidak punya rem mungkin." timpal Sasa, sambil tersenyum.
Oki hanya geleng-geleng kepala, tertawa menyaksikan candaan rekan kerjanya itu.
****
Embun menyiapkan makanan untuk suaminya. Dia meletakkannya di meja makan, seperti pagi biasanya mereka akan sarapan bersama.
"Mama!"
Suara dua anak laki-lakinya memanggil saat memasuki ruang makan. Mereka tampak semringah dan berbinar-binar.
"Ada apa anak Mama?" tanya Embun.
"Tidak apa-apa Ma, kami hanya rindu dengan Mama." jawab Ahmad.
"Kenapa harus rindu, bertemu juga setiap hari." ujar Embun.
"Ntahlah Ma, kami berdua takut akan sesuatu hal." jawab Guntur.
"Hal apa yang kalian takutkan?" sahut Hardi.
"Kami takut, Mama dan Papa akan berpisah." jawab Ahmad.
"Kami takut Mama dan Papa tidak akan satu rumah lagi." tambah Guntur.
"Kenapa kalian berbicara seperti itu?" tanya Hardi.
"Kami sama-sama bermimpi hal itu terjadi." jawab Guntur.
"Kalian jangan berpikiran seperti itu. InsyaAllah hal tersebut tidak akan terjadi." ucap Embun.
"Apa Mama yakin?" tanya Guntur.
"Yakinlah, tidak tahu Papa kamu?" Embun melirik ke arah Hardi.
"Yang diucapkan oleh Mama kamu benar. Papa ini orangnya setia, selalu bertanggungjawab." puji Hardi, pada diri sendiri.
"Baguslah, itu baru Papa kami." jawab Ahmad, diiringi dengan Guntur yang mengacungkan dua jempolnya.
Mereka mulai duduk di kursi masing-masing. Menyantap makanan lezat yang ada di atas meja.
"Hmmm enak, masakan Mama ini." ujar Ahmad.
"Iya tentu, karena Mama sudah terbiasa melakukan ini." jawab Embun.
"Iya Ma, 'kan makanan ini diolah dari hati Mama." ucap Guntur.
"Iya, hati Mama untuk kalian." canda Embun.
"Tapi tidak bisa dimakan Ma." protes Ahmad.
"Sudah, sudah, kalian jangan sibuk. Lebih baik sekarang kalian makan." sahut Hardi.
Mereka mulai menyantap makanan dengan khidmat, setelah sebelumnya membaca doa. Hardi tidak berhenti memikirkan Sasa, sehingga Embun yang sudah berdandan cantik di depannya tidak dilihatnya lagi.
'Aku akan pergi bersama Sasa ke luar kota. Ini pasti menyenangkan, lebih dari sekedar kerja seperti biasanya.' batin Hardi.
Dia mengunyah makanan, sambil terus tersenyum. Embun mengunyah makanan dengan raut wajah cemberut. Dia melihat suaminya seperti orang yang sedang jatuh cinta saja. Tidak ada angin, tidak ada hujan dia bisa bereaksi dengan senyuman semringah.
'Apa mungkin yang diucapkan oleh Bening benar. Apa aku juga akan kehilangan Mas Hardi, coba saja aku selidiki dia. Tapi rasanya tidak perlu, lagipula sudah ada Sasa yang mengawasi.' batin Embun.
Setelah selesai makan bersama, mereka pergi ke tempat tujuan masing-masing. Embun pergi untuk mengantar pesanan online-nya, dia juga ingin sekalian bermain ke rumah Bening. Hitung-hitung untuk menghilangkan rasa penatnya yang mengurus rumah tanpa keluar berminggu-minggu.
"Mama, kami mau masuk ke kelas dulu iya." ucap Ahmad.
Ahmad dan Guntur bersalaman tangan dengan Embun, lalu mencium punggung tangannya.
"Iya, kalian berdua belajar yang pintar." jawab Embun.
"Siap Mama, aku pasti akan lebih juara dari Ahmad." ujar Guntur, sambil melirik orang di sebelahnya.
"Apaan sih kamu, bisa jadi aku pasti yang akan menjadi juara." sahut Ahmad.
"Sudah jangan berantem, ayo cepat masuk kelas sana." titah Embun.
Mereka segera berlari meninggalkan Embun sendirian. Dia terpaku menatap punggung-punggung anaknya yang mulai menghilang.
"Kalian harus sukses anak Mama sayang. Mama tidak akan membiarkan kalian menjadi anak yang gagal. Mama ingin bisa melihat kalian menjadi orang yang berhasil." monolog Embun.
Dia masuk ke dalam mobil, mulai melajukan kembali perjalanannya ke tempat yang ingin dituju. Dia mulai mengantar pesanan barang-barang, pada alamat yang sudah dicatat olehnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Conny Radiansyah
Hardi udah dirasuki setan ... setan betina bernama Sasa
2023-01-13
2