Di ujung jalan nampak seorang gadis membawa payung dengan mengenakan rompi beraksen bolong berbalut t-shirt kecil dengan lengan terbuka, ia berjalan begitu elok. Syahrel tak berkedip, memperhatikan dengan jelas apakah gadis itu Dita atau bukan.
Semakin mendekatinya, semakin tak menentu perasaan Syahrel. Apa yang harus diucapkannya terlebih dahulu kalau-kalau dia berhadapan dengan Dita?
“Mmm, Dita yah? Semalam KTM kamu ketinggalan," kata pertama.
"Ah, terlalu to the point," bantah Syahrel dalam hati.
“Mmm, mau mencari bunda yah?” kata ke dua.
"Umpatnya di hati, terlalu kasar dan tidak
gantle," bantahnya lagi.
Tanpa Syahrel sadari Dita sudah di depan mata.
“Cowok, ini payung yang aku pinjam semalam, thanks ya,"ucap Dita.
“I, iya," balasnya gugup.
“Bilang ke nyokap makasih juga,"sela Dita.
Dita pun berlalu dengan senyum. Rangkaian kata yang disiapkan Syahrel berantakan susunannya, sampai tak sadar KTM yang mau diberikan tak sampai di tangan Dita, dengan keberaniannya Syahrel mengejar Dita.
“Ini milik kamu bukan?” tanya Syahrel sedikit memberanikan diri.
“Oh, betul. Aduh, kalau nggak ada KTM ini aku nggak bisa ikut praktikum nanti. Thanks banget ya!”
“Siapa nama kamu?” Dita mengulurkan tangannya.
“Panggil saja Syahrel," jawabnya sedikit gugup.
Panas dingin Syahrel dibuatnya, terlebih saat kulit telapak tangan Dita menyentuh kasarnya tangan Syahrel. Sedikit minder, tapi apa boleh buat, semua terlanjur terjadi.
Matahari sudah terasa menyengat di atas pusaran kepala, Syahrel hampir lupa kalau ia harus berjualan. Kalau gara-gara Dita dia lupa kerja, mau makan apa nanti.
Dengan perasaan yang beda dibandingkan hari-hari sebelumnya, Syahrel sedikit bergairah menjajakan koran dan mengirim ke rumah pelanggannya dari pintu ke pintu. Hampir tiga puluh rumah yang berlangganan koran dengan Syahrel.
Sampai juga Syahrel di rumah langganannya yang terakhir, di rumah inilah Bunda bekerja sebagai kuli cuci atau bahasa kerennya pramuwisma harian. Tapi hari ini Bunda terkulai letih di rumah dan tidak bekerja untuk sementara waktu. Kasihan juga bunda, umurnya sudah memasuki kepala lima, semestinya sudah pensiun kerja.
Rumah tempat bunda bekerja amat mewah, pintu gerbangnya dihiasi ornamen ular naga, tiang penyangganya pun nampak kokoh serta memiliki halaman luas. Mobil mewah si empunya rumah menambah simbol betapa kaya rayanya sang pemilik rumah.
Dugaanku, inilah yang bunda maksud rumah Pak Anggoro, seorang legislator, wakil rakyat. Tapi mengapa Dita sebegitu sederhananya? Karena yang kutahu Dita selalu mondar mandir ke kampus tanpa memakai fasilitas yang dimiliki orang tuanya.
Sungguh hal yang jarang ditemukan di zaman seperti ini, seorang mahasiswi di universitas mewah yang uang registrasinya saja memakai mata uang asing, harus rela kepanasan dan berdesakan di dalam bus. Hal yang aneh, tapi nyata.
Selang sepuluh menit setelah Syahrel memikirkan sosok Pak Anggoro dan Dita, tiba-tiba pria yang dalam lamunan Syahrel muncul dari pintu rumah. Pria itu kelahiran Sumatera Utara empat puluh lima tahun silam. Ia berperawakan tinggi dan gagah dengan rambut agak ikal.
Sepatu serta pakaiannya lebih dari layak, ia menenteng note book di tangan. Dari raut wajahnya tercermin wataknya yang keras.
Pria itu lalu masuk ke dalam mobil dinas yang sudah siap satu jam lalu sebelum keberangkatannya.
Kecupan kecil menutup salam pengganti untuk istrinya, Nyonya Rosdiana Anggoro. Sungguh terlihat harmonis keluarga Pak Angroro. Mobil dinas itu pun segera melaju, meninggalkan halaman rumah yang begitu luas.
Mercy New Eyas seri delapan berwarna silver melaju di hadapan Syahrel, tiba-tiba mobil itu berhenti dan nampak Pak Anggoro melambaikan tangan ke arah Syahrel.
“Koran!!!” teriaknya. Syahrel menghampiri mobil mewah itu menggunakan sepeda usang miliknya.
“Zona Olah Raga,"ucapnya sambil mengeluarkan uang pecahan sepuluh ribu rupiah. Dihelanya tangan Syahrel saat memberikan kembalian.
“Ambil untuk kamu," Anggoro berlalu dengan mimik wajah angkuh seolah tidak membutuhkan uang recehan.
Dalam hati Syahrel bergumam, “Beda banget sama Dita yang murah senyum.”
Sejurus mata terus memandang, mobil sang wakil rakyat pun menghilang. Akhirnya rampung juga tugas Syahrel pagi ini, tetapi masih ada pekerjaan yang sudah menanti. Kini pedal sepeda harus ia kayuh ke jalan protokol. Di sana terdapat kios ukuran 3x2 m² yang disewa Syahrel, tempat ia meneruskan ikhtiarnya.
Puluhan media cetak tersusun rapih dengan headline news yang hampir sama topiknya. Semua mengangkat kasus perselingkuhan anak petinggi negara yang terlibat cinta segitiga, demikian adanya sepintas rumor yang beredar.
Sudah menjadi hal yang lumrah dalam kehidupan, acap kali manusia tergoda dengan amanah yang diembannya. Kasus bukanlah hal yang baru dalam kasus pada umumnya.
Yakinlah, ayat Tuhan yang tak termaktub dalam kitab sakti agama apa pun juga, pembahasan yang menjadi sunnatullah adalah tentang satu fenomena Allah menguji hambanya dengan tiga hal yakni harta, tahta dan wanita.
Jauh sebelum kasus tersebut menjadi buah berita, di dalam sejarah pun jelas terbukti bagaimana ketiga hal tersebut merusak harmonisasi norma yang ada, disamping dari pribadi yang diberikan ujian tersebut.
Kita baca kembali sejarah Qorun, sang hartawan yang menjadi angkuh karena hartanya. Konon tak mampu juga manusia memikul kunci gudang hartanya sampai-sampai puluhan gajah dan kuda dikerahkan.
Namun pemberian Tuhan untuknya menjadikan ia lupa akan fitrah manusia sesungguhnya.
Belum lagi cobaan tahta atau kekuasaan yang Tuhan berikan untuk Fir’aun, pengaruhnya begitu besar bagi Mesir dan Semenanjung Sinai.
Tetapi apa yang Tuhan karuniakan untuknya membuat dia ingkar akan fitrah dan tempat kembalinya kelak. Dengan angkuhnya dia berucap Ana Robbukumul’ala. Kemudian lihatlah bagaimana keangkuhannya menenggelamkan ia dalam kelemahan yang menyadarkan dirinya sebagai manusia biasa dan mengakui akan adanya kekuatan yang Maha dari segala Maha.
Tapi sayang kesempatan itu berakhir saat bibirnya beriman di penghujung kematiannya. Amantu Bi Robbi Musa Wa Harun.
Masih di tanah peradaban, kecantikan Cleopatra menghantarkan peperangan antara Juliuz Caesar dan Bruthus karena dipicu perebutan sang ratu sejagat. Ingat pula bagaimana wanita menundukkan hati seorang Adam A.s, yang memakan buah khuldi atas bujukan Hawa. Atau cerita balada seorang Laila membuat gila Qais dalam Laila Majnun.
Kini hal serupa terjadi pada Syahrel, sosok Dita merubah keseharian seorang pengurus
masjid ini. Di sela kekosongan, dalam keramaian, kesederhanaan Syahrel teringat oleh Dita. Kalau bukan karena payung, tidak ada lagi alasan untuk bertemu Dita. Masa iya Syahrel harus menyamar sebagai teman kampus? Itu sangat tidak mungkin.
Senja terlihat teduh dalam peraduannya di Ufuk Barat, mega merona merahnya seperti bibir gadis-gadis senja di Yogyakarta. Remuk badan usai bekerja seharian terbalut sujud dalam fardu penuh syukur. Sepiring nasi dan seteguk air melepas haus dan lapar.
Satu hari bekerja, baru menjelang senja Syahrel merasakan nikmatnya sayur lodeh dan tempe orek buatan bunda. Lengkap sudah kesempurnaan nikmat yang Tuhan berikan hari ini.
Dilihatnya Bunda seorang diri di tepi tempat tidur, terkadang matanya menerawang.
“Hal apa yang menggangu pikiran Bunda?" tanya Syahrel dalam hati. Dihampirinya Bunda dengan suka cita.
“Ada apa Bunda?”
Sedikit kaget, Bunda langsung berusaha mengubah rona muka. Bunda pun menjawab pertanyaan Syahrel.
“Tidak ada apa-apa nak. Oh iya, putri Pak Anggoro sudah mengembalikan payung?” Nampak sekali usaha bunda untuk mengalihkan pembicaraan.
“Sudah Bunda, pagi tadi.”
“Bunda pikir belum dikembalikan, biar besok sekalian bunda ambil.”
“Bunda, Syahrel mau tanya sedikit. Apa Dita itu anak kandung Pak Anggoro?”
Kini giliran Syahrel yang mengalihkan pembicaraan.
“Kenapa? Kamu suka ya?” tanya Bunda.
“Bukan begitu Bunda... Kalau Syahrel lihat, lain sekali watak dan perangai Dita dengan ayahnya. Dita begitu sederhana. Syahrel lihat di KTMnya, Dita itu kuliah disalah satu universitas internasional. Setahu Syahrel kuliah di situ bayar uang semesterannya saja pakai mata uang asing. Tapi kenapa Dita rela kepanasan dan berdesakan di dalam bus? Itu yang membuat Syahrel bertanya apa Dita anak kandung Pak Anggoro karena watak papanya berseberangan jauh dengan anaknya.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Fadly Mue
Lanjut ke episode berikutnuya..
Penulisannya rapi...
2020-07-16
0
Kadek
like mendarat kk
2020-07-07
0