SATU CINTA, DUA BENUA

SATU CINTA, DUA BENUA

3x4 m² : Sai Anju Ma Au

Senja sudah berganti, usai sudah suara-suara ritual dari rumah-rumah agung. Berulang kali terdengar sholawat Nariyah dibacakan dari dalam masjid, begitu syahdu hingga mampu menghipnotis siapa saja yang mendengar.

Demikianlah tradisi masyarakat sudut Jakarta yang notabene-nya sarat nilai religius. Saat remaja seumurannya asyik beradaptasi dengan zaman, lain halnya dengan Syahrel.

Satu jam sebelum berkumandang suara seruan, Syahrel sudah bersimpuh dalam i’tikafnya, tertunduk berbisik masyuk dengan sahaja, sederhana dalam hidup.

Selepas adzan subuh Syahrel bersiap memulai aktifitasnya dengan jinjingan berupa tas yang terbuat dari rajutan tiram berisi koran sisa penjualan kemarin yang akan diretur.

Perlahan matahari merambat menembus pori-pori ventilasi. Bunda pun memulai aktifitas seusai sholat subuh, dimulai dengan menyapu pekarangan rumah.

Semalam hujan turun begitu deras disertai angin kencang, alhasil ia meninggalkan sampah dedauan dan ranting-ranting rapuh. Mereka hidup berdua, setelah lima tahun lalu sang ayah meninggalkan keduanya.

Kini hanya Syahrel yang melanjutkan mengais nafkah untuk sang Bunda, walau terkadang bunda sering diminta tetangga untuk mencuci pakaian. Tak seberapa besar upah bunda  sebagai kuli cuci, tetapi mereka begitu mensyukuri keadaan.

Satu hari penuh Syahrel memperoleh untung berkisar Sepuluh sampai Lima belas ribu rupiah. Syukur kalau masih ada sisa, bisa disisihkan untuk menabung.

Ya, inilah jalan hidup, walau keras harus dihadapi. Kehidupan mereka cukup bersahaja, di kamar 3x4 m², wajah kurus bersandar dalam kepenatan usai letih bertaut dengan debu dan peluh siang tadi.

Gemericik hujan tiba-tiba terdengar kian menderas. Acap kali ketika hujan datang, air hujan masuk ke kamar Bunda.

Segera Syahrel beranjak dari tempatnya bersandar, mengambil wadah penampung air, takut percikan air hujan membangunkan Bunda yang terlihat tertidur lelap .

“Kasihan bunda, letih kerja satu hari penuh mencuci pakaian,"gumam Syahrel dalam hati.

Adzan Isya baru terdengar, bergegas Syahrel menuju masjid. Hujan semakin malam semakin deras saja, diambilnya payung.

Cukup jauh jarak rumah ke masjid, sedikit khawatir ia meninggalkan bunda seorang diri. Mudah-mudahan usai sholat nanti bunda masih terlelap tidur.

Sepanjang jalan tak satu pun terlihat orang keluar rumah. Mungkin hujan yang deras membuat mereka enggan untuk keluar dan mereka lebih memilih berselimut atau berkelakar dengan keluarga dibandingkan basah terkena hujan hanya untuk sholat.

Ya, hal yang sedikit banyak dapat dimaklumi. Iqomah rampung dikumandangkan Fardi, sang mu’adzin.

Seorang pria berperawakan kekar dengan kepala berbalut sorban putih dan kerut wajah penanda usia yang renta, memimpin  sholat jama’ah malam ini.

Haji Arsyad bin Umar cukup disegani warga setempat, disamping murah hati, beliau terkenal sebagai saudagar barang berat dan produksi industri. Rumah megah dan mobil mewah tak membuat Haji Arsyad takabur.

Tak sedikit pun ia nampak menyimpan kesombongan yang dinilai tetangga, kemuliaan beliau sampai terdengar ke tetangga jauh sekalipun.

Bunda terkadang bercerita tentang rumah tangga Haji Arsyad, kehidupan dan adab serta adat di dalam rumah, santun dan menghargai yang tua dan sayang kepada yang lebih muda. Si Ayah mengerti apa yang diinginkan anak dan si anak pun penuh kerendahan hati serta santun terhadap orang tua.

Menjelang istirahat malam biasanya bunda bercerita, sambil Syahrel tertidur satu bantal dengannya. Bunda tahu semua hal tersebut lantaran ia pernah menjadi bagian dari karyawan bantu Haji Arsyad.

Usai menyelesaikan sholat Isya Syahrel pun bergegas pulang, khawatir bunda terbangun karena suara deras hujan. Hujan yang semakin deras membuat sebagian jalan tergenang air, selokan pun terlihat sedikit tersumbat lantaran debit air yang tak henti-henti.

Terkejut Syahrel saat memasuki pelataran rumah, ia terpana pada sesosok gadis belia yang tak ia kenal, berperawakan tinggi, rambut ikal terurai basah, mengenakan pakaian modern dibalut kalung batu safir. Gadis tersebut terapit sebuah ensiklopedia, menyingkap sedikit statusnya sebagai mahasiswi.

Ternyata gadis belia itu tak sendiri, ia ditemani seorang gadis lain, entah sahabat atau saudaranya yang tidak sepadan tingginya namun terlihat sama cantik.

“Maaf ya, numpang berteduh," ucap si gadis tinggi.

Syahrel membalasnya dengan senyum sedikit gugup dantergesa-gesa memasuki rumah. Rupanya dari dalam rumah bunda sudah terbangun, mengenakan mukena, rupanya beliau baru rampung shalat.

“Ada siapa di luar nak?"tanya bunda.

“Syahrel tak tahu siapa itu Nda. Ada dua orang gadis”.

Bunda mengintip dari balik gorden.

“Oh, itu putri dan kemenakan Pak Anggoro Rel”.

Bunda menghampiri keduanya, “Kalian putri Pak Anggoro kan?”

“Be, betul Bu," ucap mereka gugup.

“Kalau begitu sebentar, ibu ambil payung dulu. Malam semakin larut, takutnya orang tua kalian khawatir.”

"Terima kasih Bu,“ ucap gadis tinggi yang mengenakan tank top inside dengan empire touch dan flower creation di dada, berbalut jaket Younger berwarna putih, rambut panjangnya dibiarkan terurai. Keduanya terlihat bergegas meninggalkan pelataran rumah Ibu Aasyiah.

_________________¤¤¤_________________

00.45 WIB

Mata Syahrel belum jua terpejam, buku tulis dan ball point masih terapit di jemarinya. Ya, Syahrel memang sering menghabiskan waktu untuk menulis walau tak satu pun karyanya dimuat.

Mungkin karena Syahrel tak pernah mencoba untuk mempublikasikannya atau lebih tepatnya Syahrel menganggap karyanya belum layak untuk dipublikasikan.

Di hadapan Syahrel terdapat tiga buku yang tersususun rapih serta kamus bahasa Jerman.Teramat sering Syahrel tidur larut malam terkadang sampai subuh, hanya untuk membaca buku atau menulis. Sering pula ia membiarkan perutnya kosong tak terisi sewaktu begadang.

Sejenak ia sandarkan kepala di atas bantal usang. Sosok lunglai terbaring di atas tempat tidur, terlihat raut wajah yang letih dan mata yang terpejam begitu rapat.

Di kantung matanya ada setetes air mengalir dari sela kulit mata yang sudah mengeriput, letihnya bunda terlihat kala beliau tertidur. Tercermin bukti perjuangan tangguh, saksi perjuangan sejati seorang ibu.

Bagaimana pun Bunda adalah wanita yang hanya bersenjatakan air mata. Diperhatikannya bibir basah sang Bunda, dari situlah sejuta harapan itu terucap, secercah doa pengharapan beliau dilantunkan dari bibir layu.

Dari bibir itu pula teringat masa-masa kecil, tembang Sai Anju Ma Au sebagai penghantar tidurku masa itu.

Aha do Alana

Dia do bossirna hasian

Umbahen sai muruk ho tu ahu

Molo tung adong nasalah nahubaen

Denggan pasingot hasian

Molo hurimangi

Pambahenammi natua au

Nga tung maniak ate atekki

Sipata bossir soada nama i

Dibaekko mangarsak ahu

Molo adong na salah manang na hurang pambaenakki

Sai anju ma au

Sai anju ma au ito hasian

Sai anju ma au

Sai anju ma au ito nalagu

Sering beliau melantunkan syair itu untuk menemani tidurku, saat ayah masih menemani kelakar dan tawa kami, empat belas tahun yang lalu.

Empat Belas tahun bukanlah waktu yang singkat. Selama itulah sang Bunda berjuang banting tulang guna membesarkan Syahrel seorang diri. Kadang terbersit sesal di hati Syahrel yang hampir merajut umur dewasa tetapi belum sempat membalas jerih payah Ibundanya.

Dahulu kehidupan mereka tak seperti ini. Ayah Syahrel bekerja pada sebuah perusahaan Jerman sebagai maintenance electrical, namun harta mereka habis terjual lantaran sang ayah jatuh sakit.

Ayah menderita selama satu tahun, semenjak beliau divonis mengidap leukimia atau kanker darah yang obatnya tak kunjung ditemukan. Selama setahun itulah ayah harus keluar masuk rumah sakit.

Terakhir ayah berobat jalan, lantaran persediaan uang sudah habis. Tabungan mereka untuk menunaikan kesempurnaan rukun Islam pun tak tersisa.

Ya, itulah manusia. Manusia hanya berencana, sedangkan skenario drama per babak hanya Tuhan yang memegang kendali. Usia Syahrel saat itu baru menginjak delapan tahun.

Kini hanya ruangan 3x4 m² dengan dapur yang hanya dipisah dengan sekat triplek sisa harta yang Ayah tinggalkan. Di sini, harapan demi harapan mereka rajut.

Semoga ada kehendak lain yang Allah

tunjukkan. Kami hanya berusaha semaksimal mungkin seperti manusia biasa. Di kala pagi, saat matahari merayap diiringi suara si jalu berkokok, kami berangkat mengais rezeki. Bunda memulai aktifitasnya berpacu dengan buih, sementara Syahrel, usai merapihkan masjid ia bergegas menjajakan surat kabar.

Sebelum berangkat menjajakan koran, Syahrel mencoba meringankan pekerjaan bunda menyapu pelataran rumah. Terlebih karena semalam hujan deras, pasti banyak ranting dan daun berserakan di sana.

Di sudut ruang, terlihat sebuah benda kecil dilengkapi klip ID, rupanya itu ID card. Oh,  Kartu Tanda Mahasiswa. Tercetak nama sang pemilik KTM, Andita Sastiani Sirait, mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikasi.

“Kartu ini mungkin sangat berarti, pasti wanita itu gelisah mencari ini,"gumam Syahrel dalam hati.

“Ah, kalau memang benar berharga, pasti si pemilik nanti mencarinya," bantah suara hati Syahrel yang lain.

Dibalik jendela terlihat seorang wanita yang hanya menatap seseorang lelaki dari kejauhan, lelaki tinggi dengan kemeja putih, dengan rambut yang selalu basah. Hidungnya mirip paruh Elang, sedang asiknya berbicara dengan kepala yayasan.

Mata Nabila terus memandang dari kejauhan, menangkap setiap gerak-gerik lelaki yang menurutnya tidak peka dengan perasaan yang ia rasakan.

"Cobalah sesekali kamu masuk ke ruang hati ku, Kakak akan temukan nama kamu di hati." Matanya memandang dan suara hati itu terus berbicara.

"Kalau tahu ujung-ujungnya seperti ini, aku iyakan saja sewaktu lamaran kemarin." Nabila menyesali kembali kejadian waktu itu, disaat keluarga Haji Syahrul memintanya untuk menjadi pendamping lelaki pewaris tunggal keluarga besar Haji Syahrul.

"Memang Ustadz Rozzi keren, cerdas dan cukup berwibawa." Suara itu mengejutkan Nabila yang sedari tadi memandang Onci dari balik ruang administrasi.

"Ya Allah Ustadz Burhan, ngagetin aja. Siapa juga sih yang memperhatikan Ustadz Ozi."

"Sudahlah Bila, jangan bohongi perasaan kamu. Kenapa kamu tidak terima lamaran Pak Haji waktu itu, saat ia meminta Bila untuk jadi calon istri Ustadz Ozi."

"Ustadz Burhan tidak tau, ada cerita sebelum kejadian itu."

"Kejadian apa?"

"Aaah bingung juga kalau aku ceritakan. Dan cukup Nabila saja yang tahu."

"Kalau Nabila nggak keberatan dan percayakan itu sama saya, siap kok jadi teman curhat Bila." Lelaki dengan janggot dan kumis tipis itu menawarkan diri untuk menjadi kawan berbagi cerita.

"Sebelum hari H, Kak Ozi menemui Nabila, dan meminta Bila untuk memberikan alasan kalau Bila belum siap untuk menikah. Dan Bila pun ikuti arahannya. Nabila kira memang Kak Ozi belum siap menikah, nyatanya?"

"Nyatanya? Muncul perempuan yan kemarin ibu haji kenalkan kepada kita bukan? Kalau Bila memang benar suka sama Ustadz Ozi, kenapa Bila tidak coba untuk mencuri perhatiannya."

"Bukannya mencuri itu dosa stadz? Kalau ada cara halal kenapa harus mencuri?"

"Hahaha...Bukan itu maksud saya Bil, tapi lebih kepada memperhatikan Ustadz Ozi dan bantu kerjaannya, sebentar lagi ada pembangunan gedung baru. Nah, cobalah bantu Ustadz Ozi, atau kamu bisa kasih dia isyarat bahwa Bila punya hati yang perlu ia perhatikan."

"Bila masih terlalu polos untuk melakukan hal itu stadz."

"Ah kamu belum mencoba sudah menyerah. Besok kan ada pengajian mingguan, coba saja Nabila juga ikut ta'lim dan pastinya ada Ustadz Ozi. Dan bukannya Nabila juga sering bertemu beliau? Karena kan Bila juga bagian dari staf administrasi. Nanti biar saya akan dorong Bila untuk menjadi sekertaris yayasan dengan begitu akan lebih sering bertemu dengan Ustadz Ozi dan Pak Haji. Ingat Bila! Semua butuh proses."

"Jadzakumullah ustadz, sudah mau membantu. Nabila ikuti prosesnya saja, lagi juga perempuan pilihan Ustadz Ozi lebih cantik dan cerdas keliahatannya."

"Yasudah Nabila cukup diam saja, pelan-pelan saya bantu. Kalau memang Nabila suka sama Ustadz Ozi."

"Nabila itu perempuan Ustadz, masa iya Bila yang langsung bicara ke lelakinya, tabu rasanya wanita mengungkapkan perasaannya lebih dahulu. Iya kan stadz?"

"Iya saya paham, tetapi apa salahnya jika seperti saran saya tadi, untuk diam-diam ambil perhatiannya."

"Tapi...Bila bingung Ustadz. Dan baru kali ini Nabila mengalami seperti ini."

"Yaudah nanti pelan-pelan saya bantu Nabila, agar Ustadz Ozi paham perasaan Nabila."

"Terimakasih Ustadz Burhan sudah mau bantu, mohon jaga rahasia ini ya Stadz?"

"Insyallah ane jaga."

Ustadz Burhan yang juga staf pengajar Bahasa Inggris memergoki Nabila sedang memperhatikan Onci dari kejauhan dan ia pun berhasil membuat Nabila terbuka tentang perasaanya. Ia pun ingin membantu Nabila untuk bisa mendapatkan Onci, yang tak lain adalah Ustadz Ozi atau Farurrozi.

_________________¤¤¤______________

Selepas sholat Dhuha, umi dan abah sudah menunggu Onci untuk sarapan pagi. Karena hari ini acara akan padat, sebelum Dzuhur persiapan pengajian mingguan sudah dilakukan oleh panitia pelaksana.

Pengajian mingguan akan diikuti masyarakat umum, orang tua wali murid, dan dihadiri oleh Habaib serta Kiayi-Kiayai besar.

Kebayangkan? Yang hadir ratusan bahkan ribuan orang memadati masjid nantinya. Bahkan ada jama'ah yang hadir dari luar daerah. Disamping Haji Syahrul merupakan mubaligh atau kiayai yang memiliki pergaulan yang luas, dan abah juga ketua alumnus pondok pesantren serta penceramah yang cukup berpengaruh.

"Ente jangan lupa hadir nanti Zi, dan ajak Thea untuk ikuti ta'lim. Kewajiban suami nanti itu mendidik istri dengan baik. Kalau sudah menikah, amanah yang awalnya dari orang tua akan beralih kepada suami. Dan bagaimana ente bisa daparkan istri soleha kalau ente sendiri tidak mensolehkan diri. Bagaimana ente bisa mendapatkan istri yang soleha seperti Aisyah, jika ente tidak menteladani Rasulullah."

___________________Catet!________________

Quote Abah :

"Bagaimana kita bisa mendapatkan istri yang soleha seperti Aisyah, jika kita tidak menteladani Rasulullah."

_________________________________________

"Iya Bah, Ozi paham dan mengerti. Habis sarapan Ozi ke sekolah sebentar dan menjemput Thea."

"Yasudah, jaga aurat dan jarak dengan lain mahram, takut ente nyetrum."

"Iya Bah."

"Abah tidak akan lupa, dan tolong ente atur biar abah bisa bertemu dengan orang tua Thea. Abah paling nggak suka, kalo urusan agama ente main-mainkan. Tinggal pilih, selesai hubungan ente dengan Thea atau segerakan sunah rasul, sempurnakan agama ente dan menikah, paham itu!"

Terkejut bukan kepalang dan suapan sarapan Onci terhenti di depan bibirnya, saat abah mulai mengintimidasi dan menekankan sebuah kalimat,"Abah paling nggak suka, kalo urusan agama ente main-mainkan. Tinggal pilih, selesai hubungan ente dengan Thea atau segerakan sunah rasul, sempurnakan agama ente dan menikah, paham itu!"

Abah tidak suka jika Onci mempermainkan urusan agama dan abah tidak segan-segan meminta Onci untuk tidak berhubungan dengan Thea, jika abah tidak segera di pertemukan dengan kedua orang tua Thea. Sekalipun abah dan umi berangkat ke negara Jiran Malaysia pun mereka siap.

"Ya Allah, kenapa urusannya jadi begini runyemnya ya?" ucap Onci dalam lamunan.

"Selesaikan sarapan ente, dan tolong kontrol persiapan acara, lalu jemput Thea."

"Iya Bah,.."

Selesai ia menyegerahkan sarapan paginya, Onci pun bergegas menuju sekolah, lalu menjemput Thea.

Ia mengampiri Ustadz Burhan yang sedang mengatur persiapan acara.

"Cang Roni, nanti tim hadroh jangan lupa disiapkan ya?" pinta Ustadz Burhan kepada panitia lainnya.

"Sound system pastiin jangan ada yang noise Yah Mang Endang?"

Aktifitas Ustadz Burhanuddin terhenti saat Onci datang dan mendekatinya.

"Assalamu'alaikum." Sambut Ustadz Burhan mendahului Onci mengucap salam.

"Wa'alikum salam. Apa lagi yang kurang stadz?" setelah menjawab salam, Onci pun mempertanyakan kesiapan acara kepada Ustadz Burhan.

"Sejauh ini sudah ok semua sih Stadz. Ente disuruh Pak Kiayi sambutan, sudah siap?"

"Sambutan? Sambutan apa maksud ustadz?!" Onci terkejut saat diminta Ustadz Burhan untuk sambutan dalam acara.

"Iya sambutan pembuka, yah paling perkembangan akademis yayasan saja."

"Astaghfirullah! Ane baru denger dari Ustadz Burhan aja. Abah tidak bicara apa-apa, padahal sarapan pagi bareng."

"Kemarin malem beliau telepon ane untuk masukan nama ustadz Ozi untuk sambutan."

"Apa lagi maunya abah? Pake acara disuruh sambutan." Ucap Onci dalam hati, yang kesal dengan ulah Abah. Yang justru diam-diam memasukan namanya dalam acara.

"Kalo begini bisa mati berdiri gw!"

Bersambung >>>>

*Onci semakin tidak mengerti dengan sikap abah, yang selalu saja membuatnya keram otak, mulai dari ancaman sampai ia tidak mengerti, kenapa dengar kabar dari orang lain kalau hari ini Onci diminta sambutan di acara yang sebegitu besarnya, nyaris tak ada persiapan apa-apa. Terlebih ia harus menjemput Thea, ngajar sekolah minggu.

Agghhhrrrr!

Hari yang menyebalkan bagi Onci, kita tunggu apa yang terjadi di hari Minggunya Onci*.

__________⭐⭐⭐⭐⭐________

Para pembaca yang baik...

Terimakasih atas apresiasinya yang sudah mau singgah di karya kami, dengan meninggalkan komentar, Like 👍, Vote serta memberikan penilaian ⭐⭐⭐⭐⭐ serta menjadikan novel ini, novel favorit yang anda baca, dengan menekan ❤.

Dengan begitu kami akan berpikir keras untuk membuat karya yang menghibur.

Jangan lupa juga untuk singgah di novel-novel kami :

📒 Jodo Pilihan Abah

📒 Ibu, Izinkan Aku Menjadi Pela*ur

📒 Petaka Youtuber

See you next, in my created....

Thanks A Lot

Terpopuler

Comments

Priska Anita

Priska Anita

Like dari Rona Cinta sudah mendarat disini 💜

2020-07-22

1

Fadly Mue

Fadly Mue

Paragraf
Ya sudah, nabil cukup dia saja.

Kata ya sudah bergabung menjadi satu

2020-07-13

2

Fadly Mue

Fadly Mue

Paragraf ke 3, kata tersusun... Berlebihan katanya....

2020-07-13

1

lihat semua
Episodes
1 3x4 m² : Sai Anju Ma Au
2 Mirip Sinetron
3 ( Bukan 18 + ) Jangan Nyesel
4 Apalah Arti Sebuah Nama
5 Haramkah Sudra Mencintai Waisya?
6 Kuselipkan Namamu Di Setiap Doa
7 CLBK : Cinta Lama Belum Kelar
8 Apose Sih Yeiy
9 (Bukan) Pesan Cinta
10 Antara Cinta, Dusta dan Dosa
11 Dua Nama Terpaut Cinta
12 Mentutupi Kebohongan Berikutnya
13 Cinta Apa Angkot
14 Luka Mu, Luka Ku Juga
15 Pintu Hati yang Kau Ketuk
16 Dia, Dia atau Dia
17 Bimbang
18 Buah Syukur
19 Jangan Kau Sebut Nama itu
20 Rain ( Du )
21 Mazhab Cinta
22 Menuai Apa Yang Ditanam
23 Menikmati Luka
24 Wajah Polos
25 Terbunuh Fitnah
26 Tabir Malam
27 06.00 WIB
28 Tak Ada Hil yang Mustahal
29 Entah Kapan Menuai
30 Tercekik Masalah
31 Karyawan Langit
32 Estafet Air Mata
33 Ini Hati, Bukan Roti
34 Modal Tekun
35 Seluas Langit Membentang
36 Maklum Anak Kampung
37 Menunggu : Apa Pasti?
38 Lain Lubuk Lain Pula Ikannya
39 Menyulam Harapan
40 Namamu Bagai Terhalang Tembok Berlin
41 Penasaran
42 ( Masih ) Penasaran
43 Diantara Ciboleger dan Jerman Timur
44 Hadiah Teristimewa
45 Terselip Bahagia Dalam Luka
46 Tak Ada Pencarian yang Tak Berujung Jalan Pencapaian
47 Masjidil Haram ; Selamat Jalan
48 Tak Cukup Hanya Memandang Bintang
49 Mengejar Bayangan
50 Dua Mata Hati
51 Ratapan Akhir
52 Yah, Hanya Dinding Kamar
53 Selamat Jalan Penulis Hebat
54 Kematiannya Misterius
55 Apakah ini Penyebab Kematian Syahrel?
56 Tanggal Surat, Amplop Coklat dan Artikel
57 Menghapus Rindu Siapa pun Anda
58 Dibalik ini Semua
Episodes

Updated 58 Episodes

1
3x4 m² : Sai Anju Ma Au
2
Mirip Sinetron
3
( Bukan 18 + ) Jangan Nyesel
4
Apalah Arti Sebuah Nama
5
Haramkah Sudra Mencintai Waisya?
6
Kuselipkan Namamu Di Setiap Doa
7
CLBK : Cinta Lama Belum Kelar
8
Apose Sih Yeiy
9
(Bukan) Pesan Cinta
10
Antara Cinta, Dusta dan Dosa
11
Dua Nama Terpaut Cinta
12
Mentutupi Kebohongan Berikutnya
13
Cinta Apa Angkot
14
Luka Mu, Luka Ku Juga
15
Pintu Hati yang Kau Ketuk
16
Dia, Dia atau Dia
17
Bimbang
18
Buah Syukur
19
Jangan Kau Sebut Nama itu
20
Rain ( Du )
21
Mazhab Cinta
22
Menuai Apa Yang Ditanam
23
Menikmati Luka
24
Wajah Polos
25
Terbunuh Fitnah
26
Tabir Malam
27
06.00 WIB
28
Tak Ada Hil yang Mustahal
29
Entah Kapan Menuai
30
Tercekik Masalah
31
Karyawan Langit
32
Estafet Air Mata
33
Ini Hati, Bukan Roti
34
Modal Tekun
35
Seluas Langit Membentang
36
Maklum Anak Kampung
37
Menunggu : Apa Pasti?
38
Lain Lubuk Lain Pula Ikannya
39
Menyulam Harapan
40
Namamu Bagai Terhalang Tembok Berlin
41
Penasaran
42
( Masih ) Penasaran
43
Diantara Ciboleger dan Jerman Timur
44
Hadiah Teristimewa
45
Terselip Bahagia Dalam Luka
46
Tak Ada Pencarian yang Tak Berujung Jalan Pencapaian
47
Masjidil Haram ; Selamat Jalan
48
Tak Cukup Hanya Memandang Bintang
49
Mengejar Bayangan
50
Dua Mata Hati
51
Ratapan Akhir
52
Yah, Hanya Dinding Kamar
53
Selamat Jalan Penulis Hebat
54
Kematiannya Misterius
55
Apakah ini Penyebab Kematian Syahrel?
56
Tanggal Surat, Amplop Coklat dan Artikel
57
Menghapus Rindu Siapa pun Anda
58
Dibalik ini Semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!